Sentimen
Undefined (0%)
6 Des 2024 : 12.20
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Senayan

Kebijakan Selektif PPN Berpotensi Bikin Bingung, Pengamat Usulkan Solusi Ini

6 Des 2024 : 12.20 Views 18

Espos.id Espos.id Jenis Media: Bisnis

Kebijakan Selektif PPN Berpotensi Bikin Bingung, Pengamat Usulkan Solusi Ini

Esposin, JAKARTA--Rencana pengenaan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) secara selektif oleh pemerintah dinilai berpotensi menimbulkan kebingungan. Pasalnya, kebijakan semacam itu belum pernah diterapkan di Indonesia.

Direktur Eksekutif Center for Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, Jumat (6/12/2024), mengatakan Indonesia belum pernah menerapkan pengenaan multitarif terhadap PPN.

"Indonesia mengenal PPN satu tarif, yang berarti perbedaan PPN 12 persen untuk barang mewah dan PPN 11 persen untuk barang lainnya merupakan yang pertama kali dalam sejarah," kata Bhima seperti dilansir Antara.

Oleh sebab itu, lanjutnya, pengenaan multitarif ini berpotensi menimbulkan kebingungan banyak pihak, terutama bagi pelaku usaha dan konsumen.

Dia mencontohkan jika ada satu toko ritel menjual objek pajak yang terkena tarif PPN dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM), maka penjual perlu menghitung tarif yang berbeda terhadap barang-barang yang dijual.

Selain itu, ketika penjual mengurus administrasi perpajakan, kemungkinannya faktur pajak akan menjadi lebih kompleks.

"Hanya karena sudah injury time jelang pelaksanaan PPN 12 persen per Januari 2025, maka aturan dibuat mengambang. Seharusnya, kalau mau memperhatikan daya beli masyarakat, terbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk menghapus Pasal 7 di UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) soal PPN 12 persen. Itu solusi paling baik," ujar dia.

Berdasarkan pembahasan pemerintah dengan DPR pada Kamis (5/12/2024), kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen bakal tetap diterapkan pada 1 Januari 2025.

Namun, pengenaannya bersifat selektif kepada komoditas tertentu, yang diutamakan menyasar kelompok barang mewah. Sedangkan untuk barang dan jasa umum akan tetap menggunakan tarif 11 persen.

Secara terpisah, Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR Herman Khaeron menyebut pemerintah perlu melakukan kajian komprehensif sebelum menaikkan PPN menjadi 12 persen pada 2025 guna mengetahui dampak yang ditimbulkannya terhadap masyarakat.

"Ini pilihan pemerintah, kemudian kaji secara komprehensif, dipertimbangkan apa keuntungan dan kerugiannya bagi masyarakat," kata Hero, sapaan karibnya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Sebab, menurut dia, meski penerapan kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025 telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), namun pemerintah dapat mengambil pilihan ataupun pengaturan agar kebijakan itu tidak membebani masyarakat.

"Tadi mendengar apa yang disampaikan oleh pimpinan DPR bahwa pemberlakuan 12 persen itu adalah untuk pajak barang mewah, dan ya tentu kalau diberlakukan pada pajak barang mewah terus kompensasinya bagaimana untuk kalangan menengah ke bawah misalkan, karena bagaimanapun dampak ini harus pasti ada," katanya.

Dia mengingatkan agar pemerintah mempertimbangkan berbagai aspek secara komprehensif terkait rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen, mulai dari dampaknya terhadap prospek ekonomi ke depan hingga daya beli masyarakat.

Diberitakan, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/12/2024), mengatakan usulan penghitungan PPN agar tidak diterapkan dalam satu tarif itu disampaikan oleh DPR agar nantinya barang-barang seperti kebutuhan pokok dikenakan pajak lebih sedikit daripada yang saat ini ditetapkan.

Menurutnya, hasil pertemuan DPR dengan pemerintah memutuskan kebutuhan pokok dan pelayanan publik seperti jasa kesehatan, jasa perbankan dan jasa pendidikan dipastikan tidak diberikan pajak 12 persen dan dikenakan pajak yang saat ini sudah berjalan yaitu 11 persen.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan pemerintah tidak akan mengenakan PPN sama sekali untuk komoditas bahan pokok dan penting seperti fasilitas transportasi publik, fasilitas pendidikan, dan fasilitas kesehatan.

Ketentuan barang yang bebas PPN itu tercantum juga dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 49 tahun 2022 tentang PPN Dibebaskan dan PPN atau PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean.

"Pemerintah tengah menyiapkan paket kebijakan ekonomi yang di dalamnya membahas soal PPN dan ditargetkan bisa rampung dalam waktu satu pekan ke depan," jelasnya.

Sentimen: neutral (0%)