Sentimen
Positif (98%)
10 Jul 2024 : 08.20
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Institusi: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, UIN

Kab/Kota: Kairo

Tokoh Terkait

Apresiasi Indonesia Bela Palestina, Grand Syekh Al Azhar Serukan Kerukunan Umat

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Nasional

10 Jul 2024 : 08.20

PIKIRAN RAKYAT - Grand Syekh Al Azhar, Imam Akbar Ahmed, Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb memberikan kuliah umum di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Selasa, 9 Juli 2024. Grand Syekh yang juga Ketua Majelis Hukama Muslimin (MHM) itu mengapresiasi langkah Indonesia membela Palestina dan menyerukan kerukunan umat beragama.

Grand Syekh Al Azhar Ahmed Al Tayeb melakukan kunjungan kali ketiga ke Indonesia. Imam Akbar tiba sejak 8 Juli 2024 dan dijadwalkan akan berada di Indonesia hingga 11 Juli 2024.

Sebelum memberi kuliah umum di UIN Syarif Hidayatullah, Grand Syekh diterima Presiden RI Joko Widodo. Keduanya juga mendiskusikan penyelesaian konflik di Gaza-Palestina. Grand Syekh mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Republik Indonesia atas perjuangannya untuk membela saudara-saudara kita di Gaza, Palestina, dengan memperjuangkan gencatan senjata dan menyampaikan bantuan-bantuan kemanusiaan.

Jaga Persatuan

Grand Syekh dalam kuliah umumnya menyerukan pentingnya persatuan dan tidak tertipu dengan propaganda yang ingin memecah belah umat Islam dengan berbagai cara. Ia mengingatkan umat Islam untuk tidak menjadi umat yang inferior.

“Umat Islam adalah umat besar yang telah berkontribusi besar terhadap peradaban dunia,” ujarnya.

Tampak hadir mantan Menteri Agama (Menag), M Quraish Shihab, Sekjen Kemenag, M Ali Ramdhani beserta pejabat Eselon I dan II Kementerian Agama (Kemenag), serta Rektor UIN Jakarta, Asep Saufuddin Jahar. Acara itu juga dihadiri ribuan pengunjung yang memadati Auditorium Harun Nasution UIN Jakarta. Selain jajaran pejabat Eselon I dan II Kemenag bersama civitas academica UIN Jakarta, hadir juga para Rektor PTKN, alumni Al Azhar, serta mahasiswa.

Menurut Grand Syekh, perpecahan itu sering lahir dari lisan dan pena para dai yang tidak memahami prioritas dan fiqih ikhtilaf (perbedaan). “Mereka yang sibuk dengan perkara-perkara khilafiah tapi lupa dengan isu-isu keumatan yang utama, seperti isu Palestina, isu kemiskinan, dekadensi moral, dan  sebagainya,” ujarnya.

Grand Syekh menyatakan bahwa umat harus diingatkan agar terhindar dari orientasi baru yang menolak ajaran empat mazhab. “Di mana mereka membuat fiqih baru, di mana mereka mudah menyalahkan dan bahkan mengafirkan yang tidak sependapat dengan mereka,” tuturnya.

Untuk menekankan hal itu, Grand Syekh mengutip Hadis Nabi Muhammad saw riwayat Al-Bukhari yang menjelaskan bahwa apabila seseorang memiliki tiga kriteria ini maka dia adalah muslim dan tidak boleh dikafirkan. “Yaitu, pertama, yang salat sama seperti kita salat. Kedua, yang menghadap kiblat kita, dan ketiga yang makan sembelihan kita,” ungkapnya.

Grand Syekh juga menyerukan umat Islam untuk menjaga kerukunan umat beragama, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw dan para sahabat, di mana mereka menghormati keyakinan agama lain. “Menghormati tidak sama dengan meyakini. Yang kita lakukan adalah menghormati meskipun tetap keyakinan itu masing-masing,” ucapnya.

Grand Syekh menuturkan bahwa umat Islam saat ini harus bergerak untuk beramal, bukan hanya pintar berbicara tetapi mengamalkannya. “Seribu khutbah tidak akan menyelesaikan masalah, tapi satu aksi bisa menyelesaikan seribu masalah,” tururnya.

Moderasi Beragama

Alumni Al-Azhar dan mantan Rektor UIN Jakarta, M Quraish Shihab berbicara tentang moderasi beragama. Menurutnya, manifestasi nilai moderasi beragama di Indonesia bisa dilihat dari bentuk negara Indonesia.

“Indonesia tidak berbentuk negara sekuler dan juga tidak berbentuk negara agama, tapi negara Pancasila yang sila pertamanya adalah tauhid,” ujar Quraish.

Menurut dia, manifestasi yang kedua adalah kelapangan dada para founding father yang muslim dan para ulama ketika itu, saat penetapan sila-sila dari Pancasila di awal kemerdekaan. “Di mana mereka rela untuk menghapus kata kewajiban menerapkan syariat Islam demi menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia yang plural dan majemuk,” ujar Guru Besar Ilmu Tafsir tersebut.

Quraish mengutarakan bahwa untuk bersikap moderat dibutuhkan ilmu. Menurutnya, ada tiga hal yang berbeda yang sering dianggap sama. Pertama, agama. Kedua, ilmu agama, dan ketiga beragama.

“Agama sudah sempurna. Ilmu agama terus berkembang dan terjadi perbedaan antara ilmu yang diketahui oleh ulama satu ulama dengan ulama yang lainnya. Beragama butuh ilmu, agar cara kita beragama benar sesuai dengan ilmu, maka kiblat ilmu yang benar itu sudah ada yaitu Al-Azhar,” ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Asep Saepudin Jahar, mengatakan bahwa UIN Jakarta memiliki hubungan yang erat dengan Al-Azhar As-Syarif. Ini ditandai dengan berdirinya Fakultas Dirasat Islamiyah. Di fakultas ini menggunakan kurikulum yang digunakan oleh Al-Azhar As-Syarif. “Hampir seluruh dosennya adalah alumni Al-Azhar,” ujarnya.

Menurut Asep, hubungan erat inilah yang menguatkan nilai moderasi di UIN Jakarta,  sehingga UIN Jakarta menjadi salah satu pusat pembelajaran Islam yang moderat di Indonesia. “Sebagaimana Al-Azhar, menjadi pusat pembelajaran Islam yang moderat di dunia,” ungkapnya.

Asep berharap, UIN Jakarta terus belajar dari Al-Azhar untuk dapat mengembangkan ajaran Islam yang benar yang menjadi rahmat kasih sayang bagi alam semesta.

Sementara itu, Ketua Panitia Pelaksana, Yuli Yasin mengatakan bahwa Kuliah Umum Grand Syekh Al-Azhar dihadiri 1.500 orang baik dari civitas akademika UIN Jakarta, 73 rektor perguruan tinggi, pimpinan ormas, tokoh masyarakat, tokoh lintas agama, para duta besar, dan alumnus Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.***

Sentimen: positif (98.3%)