Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PT Pertamina
Tokoh Terkait
Ferdinand Bilang Pertamina Bisa Biayai Tapera, Tak Perlu Pungut Iuran dari Pekerja
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah memicu kritik dari berbagai kalangan.
Pemerintah mewajibkan pekerja swasta untuk membayar iuran dari gaji atau upah mereka untuk Tapera.
Dalam aturan tersebut, besaran simpanan peserta pekerja ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.
Untuk pekerja mandiri, dana kelolaan akan diatur langsung oleh Badan Pengelola (BP) Tapera.
Banyak pihak menyatakan keberatan atas kewajiban ini, mengingat beban tambahan yang harus ditanggung oleh para pekerja swasta.
Aktivis Sosial, Politik dan Hukum Ferdinand Hutahaean mengatakan, kehadiran Tapera akan menambah beban di pundak rakyat.
"Peraturan yang memaksa rakyat dipotong gajinya untuk Tapera, Tabungan Perumahan Rakyat," ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Kamis (30/5/2024).
Dikatakan Ferdinand, alih-alih mengurangi beban rakyat dan menaikkan pendapatan atau menaikkan gaji rakyat, Jokowi justru menambah beban.
"Mengurangi pendapatan gaji rakyat yang sudah kecil secara tidak langsung untuk Tabungan paksaan atau Tapera," cetusnya.
Menurut Ferdinand, kebijakan tersebut tidak lebih hanya cara berpikir sekelas kepala preman pasar alias tukang palak.
"Padahal, sebagai Presiden harusnya Jokowi membuat kebijakan yang menambah pendapatan rakyat dan mengurangi beban rakyat, supaya rakyat bisa semakin sejahtera," ucapnya.
Dibeberkan Ferdinand, kehadiran Tapera mengagetkan bagi semua pekerja dan semua pengusaha. Sebab gaji pekerja akan dipotong secara paksa sebesar 2,5 persen dan pengusaha dipaksa membayar 0,5 persen sehingga totalnya menjadi 3 persen.
"Kebijakan gaya preman pasar ini diperkirakan akan mengumpulkan uang sekitar Rp. 15 T setiap tahunnya. Angka yang sangat besar bagi rakyat tapi sesungguhnya sangat kecil bagi pemerintah," imbuhnya.
Bukan Cuma bagi pemerintah, kata Ferdinand, angka Rp15 T itu merupakan debu kecil bagi BUMN Pertamina yang anggarannya dalam 1 tahun hampir sama dengan APBN.
"Fantastis bukan? Jika hanya ingin menghasilkan uang sebesar 15 T setiap tahun untuk pembangunan perumahan bagi rakyat, pemerintah seharusnya tidak perlu melibatkan masyarakat dengan cara mengeluarkan kebijakan gaya preman pasar alias memalak pekerja," Ferdinand menuturkan.
Diakui Ferdinand, pada dasarnya mencari uang Rp15 T cukup mudah, hanya dengan mengurus Pertamina dan seluruh Sub Holding serta anak cucu usahanya dengan benar.
"Bersihkan Pertamina dari seluruh permainan kotor, maka akan mudah mendapatkan uang sebesar Rp15 Trilliun dari Pertamina bahkan lebih dari itu untuk pembangunan perumahan rakyat," bebernya.
"Dari contoh kasus kecil saja, kita ambil contoh dua kasus Penjualan BBM kepada swasta oleh Pertamina yang tidak terbayar dengan patut hingga saat ini penjualan BBM kepada Phoenix Petroleum Pilippines dan kepada PT AKT milik Samin Tan di Kalimantan sudah bernilai lebih dari Rp2,5 Trilliun," sambung dia.
Dituturkan Ferdinand, jika hanya ingin mencari uang Rp15 trilliun dari Pertamina setiap tahun adalah masalah kecil dan mudah. Dengan begitu, Tapera bisa ditutupi dari uang bisnis Pertamina.
"Selain dua Kasus tersebut, masih banyak hal-hal yang patut dibuka dan dibongkar di Pertamina dan pasti akan menghasilkan banyak uang," ungkapnya.
"Jika dari efisiensi saja Pertamina pernah mengklaim berhasil membukukan penghematan dari pembentukan Holding sebesar USD 1,9 Miliar atau bila dirupiahkan berkisar Rp28 trilliun, maka mengapa Pemerintah atau Presiden Jokowi harus memalak rakyat untuk Tapera? Bukankah mencari uang sebesar itu sangat mudah dari Pertamina saja?," timpalnya.
Ferdinand bilang, Pertamina perlu menjadi perhatian sangat serius dari penegak hukum untuk menyelamatkan uang negara secara maksimal.
"Tentu Pertamina yang anggarannya setiap tahun hampir sebesar APBN dengan cara kerja yang bersih akan bisa dijadikan sandaran untuk membiayai pembangunan perumahan rakyat," terangnya.
Dengan begitu, kata Ferdinand, rakyat, buruh dan pekerja yang pendapatannya masih sangat kecil tidak dibebani oleh pungutan paksa tidak berperi kemanusian oleh Pemerintah.
"Maka itu, sangat penting dan mendesak agar penegak hukum segera melakukan pembersihan di Pertamina, dan khususnya kepada Presiden terpilih Bapak Prabowo agar menjadikan ini sebagai landasan untuk membersihkan Pertamina yang seharusnya bisa lebih berguna bagi rakyat dan tidak hanya berguna bagi pejabatnya saja," kuncinya.
(Muhsin/fajar)
Sentimen: negatif (66.7%)