Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: HAM, korupsi
Tokoh Terkait
Putusan MK pertegas wewenang presiden tegakkan hukum
Alinea.id Jenis Media: News
"Di antaranya, yaitu kewenangan penyidikan merupakan open legal policy. Kedua, kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan diperlukan untuk kepentingan penegakan hukum, khususnya tindak pidana khusus. Ketiga, kewenangan jaksa untuk melakukan penyidikan adalah praktik lazim di dunia internasional, khususnya untuk tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat. Keempat, kewenangan jaksa dalam melakukan penyidikan tidak mengganggu proses check and balance," beber Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, pada Rabu (17/1).
Ia menambahkan, terbitnya Putusan MK Nomor Nomor 28/PUU-XXI/2023 itu tidak lepas dari peran penting Persatuan Jaksa Indonesia (Persaja) sebagai pihak terkait dalam uji materi. Pun turut memberikan masukan dan strategi dalam persidangan di MK, termasuk menghadirkan beberapa saksi ahli ketatanegaraan dan ahli pidana dari luar dan dalam negeri.
Tidak boleh dimonopoli
Dukungan senada diutarakan pakar hukum tata negara, Margarito Kamis. Ia berpandangan, putusan MK tersebut menunjukkan penegasan kembali atas kewenangan presiden dalam penegakan hukum.
"Menurut saya, betul jalan pikiran MK itu karena pertama begini, yang pegang tanggung jawab penegakan hukum itu presiden dan aparatur presiden itu, ya, kejaksaan agung dan kepolisian. Jadi, putusan MK harus dibaca pemuatan kewenangan presiden," ujarnya kepada Alinea.id.
"Tidak ada ilmu bahwa presiden bukan pelaksana/penegak hukum dan di dunia mana pun sedari zaman absolut monarki sekalipun yang memegang kewenangan penegakan hukum itu presiden dan selalu dibantu aparatur-aparatur di bawahanya. Dalam konteks itulah putusan MK harus dibaca sebagai penegasan kembali atas kewenangan presiden yang dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung," sambungnya.
Lebih jauh, Margarito menilai, penanganan kasus korupsi tidak boleh dimonopoli oleh lembaga tertentu, khususnya KPK yang secara khusus memiliki tugas tersebut. Dicontohkannya dengan belakangan ini, di mana KPK dirundung masalah ini, baik pimpinan maupun pegawainya.
"Oh, iya, enggak bisa [dimonopoli]. Kan, faktanya kita lihat sekarang, apa yang bisa dilakukan?" kata dia.
"Mari kita bergotong royong, bersama-sama menangani soal yang besar ini. Tidak bisa diserahkan pada satu [institusi tertentu]. Bahaya juga kalau [penanganan kasus korupsi] diserahkan pada satu organ saja," imbuhnya tegas.
Di sisi lain, Margarito enggan menilai secara mendetail tentang kinerja kejaksaan, Polri, dan KPK dalam pengusutan kasus korupsi. Namun, ia mengakui ada perkembangan signifikan oleh kejaksaan di bawah kepemimpinan Jaksa Agung, Sanitiar (ST) Burhanuddin.
"Saya tidak dapat memberikan penilaian secara spesifik, tetapi harus diakui bahwa di masa Jaksa Agung Burhanuddin harus kita apresiasi. Begitu banyak kasus yang besar-besar dan selama ini tidak terjangkau ternyata dibongkar dengan sangat baik sekali oleh Jaksa Agung di bawah kepemimpinan Pak Burhanuddin. Pada titik itu, apa pun alasannya, kita harus memberikan apresiasi kepada Jaksa Agung sampai saat ini," ulasnya.
Sentimen: positif (92.8%)