Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: Garuda Indonesia
Kasus: Tipikor, korupsi
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Ahmad Muhdlor
Akil Mochtar
Benarkah Sang Penjaga Konstitusi Telah Menjagal Demokrasi?
iNews.id Jenis Media: Nasional
Slamet Yuono, SH, MH.
Advokat dari Kantor Hukum Sembilan Sembilan dan Rekan, Pemerhati Masalah Hukum
DENGAN bertambahnya usia, Sang Penjaga Konstitusi tidak henti-hentinya diterpa badai korupsi. Masih segar di ingatan kita bagaimana Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar pada medio 2013-an dijerat perkara korupsi sebagai penerima suap oleh KPK. Mahkamah Agung melalui Ketua Majelis Hakim Agung, Alm Artidjo Alkostar, menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh Akil Mochtar, sehingga yang bersangkutan tetap diVonis pidana penjara seumur hidup. Hal itu sesuai putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 10/Pid.Sus/TPK2014/PN.Jkt.Pst yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya Januari 2017, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar ditangkap KPK dalam perkara korupsi sebagai penerima suap. Mahkamah Agung pada tingkat peninjauan kembali (PK) menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun kepada terpidana Patrialis Akbar sebagaimana putusan Mahkamah Agung Nomor 156 PK/Pid.Sus/2019.
Berbagai badai korupsi dan lainnya seharusnya bisa dijadikan bahan introspeksi diri oleh MK. Mahkamah seharusnya sadar bahwa mereka adalah penjaga konstitusi dan demokrasi, di mana kewenangan yang dimiliki berdasarkan Pasal 24C Ayat (1) dan (2) UUD 1945 adalah sangat besar dan berpengaruh terhadap keberlangsungan dan masa depan NKRI.
Sebagaimana kita ketahui dalam beberapa minggu ini, pemberitaan media massa didominasi mengenai pendaftaran pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden ke KPU yang telah ditutup pada 25 Oktober 2023. Namun justru yang menarik dan menjadi perhatian masyarakat adalah salah satu bakal calon wakil presiden masih berusia 36 tahun yaitu Gibran Rakabuming Raka yang notabene merupakan Wali Kota Surakarta serta putra sulung Presiden Joko Widodo.
Sebenarnya tidak ada masalah dengan usia 36 tahun Gibran ketika beliau menjadi wali kota Surakarta. Namun menjadi masalah ketika Gibran maju menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto calon presiden yang diusung koalisi parpol.
Usia Gibran “tersandung“ Pasal 169 Huruf (q) UU Nomor 7 Tahun 2017 yang berisi “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah berusia paling rendah 40 tahun (empat puluh) tahun”.
Bak gayung bersambut, ketika usia Gibran belum mencukupi untuk maju menjadi calon wakil presiden, secara serempak beberapa eleman masyarakat dan parpol mengajukan Judicial Review atas Pasal 169 Huruf (q) UU Nomor 7 Tahun 2017 ke MK antara lain:
1. Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia;
2. Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Garuda;
3. Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan Erman Safar, Pandu Kusuma Dewangsa, Emil Elestianto Dardak, Ahmad Muhdlor, Muhammad Albarraa;
4. Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan Almas Tsaqibbiru (mahasiswa); dan
5. Perkara Nomor 92/PUU-XXI/2023 yang diajukan Arkaan Wahyu (mahasiswa).
Pengajuan pengujian undang-undang terhadap Pasal 169 Huruf (q) UU Nomor 7 Tahun 2017 berasal hal dari warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat adat, badan hukum publik atau privat, atau oleh lembaga negara di mana hal tersebut menunjukkan msyarakat semakin kritis dan “melek hukum” serta aware terhadap keberlangsungan NKRI.
Tetapi pengujian UU tersebut menjadi “petaka konstitusi” ketika terindikasi adanya conflict of interest dalam penanganan permohonan PUU yang diajukan, khususnya pada permohonan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Almas Tsaqibbiru/Mahasiswa Universitas Surakarta, indikasi terjadinya conflict of interest dalam perkara 90/PUU-XXI/2023, antara lain:
1. Dalam permohonan perkara 90/PUU-XXI/2023 pemohon/Almas Tsaqibbiru menyebut kurang lebih 7 (tujuh) kali nama “Gibran Rakabuming Raka” dalam permohonannya.
2. Dalam permohonan disebutkan “Pemohon adalah pengagum dari Wali Kota Surakarta pada Periode 2020-2025 yaitu Gibran Rakabuming Raka...dst”.
3. Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi bertindak sebagai ketua merangkap anggota mMajelis, sedangkan diketahui Anwar Usman adalah paman dari Gibran Rakabuming Raka. Hubungan keluarga ini setelah Anwar Usman menikah dengan adik Presiden Joko Widodo pada 2022.
4. Putusan perkara 90/PUU-XXI/2023 amarnya berbunyi: "Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 169 Huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan, “Berusia paling rendah 40 (empat puluh tahun)” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umumm, termasuk pemilihan kepala daerah" dst (kutipan amat Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023).
5. Tidak terbantahkan dari putusan perkara 90/PUU-XXI/2023 akhirnya memberikan jalan bagi Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai bakal pasangan calon wakil presiden di mana KPU pada 25 Oktober 2023 telah menerima secara resmi berkas pendaftaran Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka sebagai calon peserta Pilpres 2024.
Editor : Anton Suhartono
Follow Berita iNews di Google News
Bagikan Artikel:
Sentimen: negatif (66.6%)