23 Napi Korupsi Bebas Bersyarat Sepanjang 2022

Jawapos.com Jawapos.com Jenis Media: Nasional

31 Des 2022 : 03.25
23 Napi Korupsi Bebas Bersyarat Sepanjang 2022

JawaPos.com – Tindak pidana korupsi, kini nampaknya bukan lagi dipandang sebagai kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime. Hal ini dikhawatirkan bisa mereduksi hukuman, sehingga tak menjerakan para pelakunya.

Hal ini terlihat dari 23 narapidana korupsi, yang merupakan para mantan pejabat negara, diberikan pembebasan bersyarat oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) dengan mudah oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen PAS, Rika Aprianti menjelaskan, sepanjang 2022 pihaknya telah menerbitkan 58.054 SK PB/CB/CMB narapidana semua kasus tindak pidana di seluruh Indonesia. “Dari jumlah itu ebanyak 23 koruptor mendapat pembebasan bersyarat,” ucap Rika, Rabu (7/9).

Sebanyak 23 koruptor yang dinyatakan bebas bersyarat itu di antaranya Ratu Atut Choisiyah binti almarhum Tubagus Hasan Shochib, Desi Aryani bin Abdul Halim, Pinangki Sirna Malasari, dan Mirawati binti H Johan Basri. Keempat koruptor wanita itu bebas berayarat dari Lapas Kelas IIA Tangerang.

Sementara itu, Syahrul Raja Sampurnajaya bin H Ahmad Muchlisin, Setyabudi Tejocahyono, Sugiharto bin Isran Tirto Atmojo, Andri Tristianto Sutrisna bin Endang Sutrisno, Budi Susanto bin Lo Tio Song, Danis Hatmaji bin Budianto, Patrialis Akbar bin Ali Akbar, Edy Nasution bin Abdul Rasyid Nasution, Irvan Rivano Muchtar bin Cecep Muchtar Soleh, Ojang Sohandi bin Ukna Sopandi, Tubagus Cepy Septhiady bin TB E Yasep Akbar, Zumi Zola Zulkifli, Andi Taufan Tiro bin Andi Badarudin.

Selanjutnya, Arif Budiraharja bin Suwarja Herdiana, Supendi bin Rasdin, Suryadharma Ali bin HM Ali Said, Tubagus Chaeri Wardana Chasan bin Chasan, Anang Sugiana Sudihardjo, Amir Mirza Hutagalung bin HBM Parulian. Mereka dinyatakan bebas bersyarat dari Lapas Kelas I Sukamiskin

Rika memastikan, pembebasan bersyarat terhadap narapidana korupsi sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan).

Pemenuhan hak bersyarat diatur dalam Pasal 10 ayat (1) UU Pemasyarakatan yang menyatakan, narapidana yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa terkecuali diberikan hak berupa remisi, asimilasi, cuti mengunjungi atau dikunjungi keluarga, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, pembebasan bersyarat, dan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Dalam penjelasan yang dimaksud dengan tanpa terkecuali adalah berlaku sama bagi narapidana untuk mendapatkan haknya dan tidak mendasarkan pada tindak pidana yang telah dilakukan, kecuali dicabut berdasarkan putusan pengadilan,” ujar Rika.

Sementara, Pasal 10 ayat (2) UU Pemasyarakatan menyatakan, persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan, dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko.

“Bahwa di dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 menyatakan, selain memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bagi narapidana yang akan diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat harus telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua pertiga) dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut paling sedikit sembilan bulan,” tegas Rika.

Pembebasan Bersyarat Koruptor Diklaim Sesuai Aturan

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej memastikan, pemberian hak pembebasan bersyarat sejumlah eks koruptor telah sesuai aturan. Kebijakan itu merujuk pada Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 22 Tahun 2022 yang disahkan pada Juli 2022 lalu.

“Begini, jadi kita punya UU pemasyarakatan yang baru, yakni UU Nomor 22 Tahun 2022. Ini seperti blessing in disguise dalam pengertian bahwa UU pemasyarakatan ini dia in line dengan putusan Mahkamah Agung yang terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 (PP Nomor 99 Tahun 2012),” ucap Eddy di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (8/9).

“Sehingga pembebasan bersyarat, remisi, asimilasi, dan hak-hak terpidana yang merujuk kepada UU Nomor 22 Tahun 2022 itu semua sudah sesuai dengan aturan,” sambungnya.

Pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) ini mengutarakan, UU Nomor 22 tentang Pemasyarakan mengembalikan semua hak dari terpidana tanpa adanya diskriminasi. Sehingga, pembebasan bersyarat terhadap para eks koruptor diklaim sesuai aturan.

“Sekali lagi UU Nomor 22 tahun 2022 itu mengembalikan semua hak dari seorang terpidana tanpa suatu diskriminasi, itu kan menjadi hukum yang positif. Jadi kita memberikan sesuai aturan,” tegas Edward.

Andil MK dan MA dari Bebas Bersyarat Puluhan Koruptor

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, pembebasan bersyarat tersebut merupakan buah dari serangkaian produk hukum dan keputusan lembaga peradilan. Sebelum adanya revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang menjadi dasar pemberian pembebasan bersyarat, ada sejumlah putusan lembaga peradilan yang berkaitan dengan pemberian hak bagi warga binaan.

“Ada sejumlah putusan yang dikeluarkan baik oleh Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah Agung,” ucap peneliti ICW Lalola Ester, Jumat (9/9).

Meski yang diujikan bukan objek yang menjadi dasar untuk pemberian hak warga binaan, yakni Peraturan Pemerintah (PP) 99 Tahun 2012, tetapi ada bagian dalam putusan MK yang secara tidak langsung menjadikan PP 99 2012 menjadi objek yang perlu di challenge lagi.

Putusan MK itu, lalu ditindaklanjuti ketika ada gugatan ke MA soal PP 99 tahun 2012. Pada 2021 lalu, MA pun membatalkan PP itu. Dalam aturan itu, narapidana korupsi baru bisa mendapatkan hak seperti remisi hingga pembebasan bersyarat, jika menjadi justice collaborator.

Selain itu, membayar lunas denda dan uang pengganti. Dengan dibatalkannya PP 99 Tahun 2012, maka semua terpidana korupsi tak perlu ada syarat pengetatan itu.

“Sehingga ketika dasar hukum sudah mati, artinya pertahanan terakhir untuk menjaga agar kualifikasi itu tetap diberikan kepada napi kasus korupsi itu sudah tidak ada,” papar Lalola.

Ia berujar, ketika revisi UU Pemasyarakatan dilakukan pada tahun ini, syarat pengetatan itu pun tak disertakan kembali. Sehingga UU itu dijadikan dasar pemberian pembebasan bersyarat kepada narapidana kasus korupsi.

“Artinya kebijakan itu memang sudah dimaksudkan untuk memudahkan koruptor, karena rangkaian peristiwanya itu menguatkan dugaan ke arah sana,” pungkas Lalola.

Sentimen: positif (100%)