Siti Ruhaini Dzuhayatin
Informasi Umum
- Jabatan: Staf Khusus Presiden RI Bidang Keagamaan Internasional 2014-2019; studi gender, aktivis perempuan, peneliti, akademisi, pemerhati Islam, hak asasi manusia dan demokrasi.
- Tempat & Tanggal Lahir: lahir di Kabupaten Blora, Jawa Tengah 17 Mei 1963
Karir
- Tidak ada data karir.
Pendidikan
- Tidak ada data pendidikan.
Detail Tokoh
Kesadaran awal tentang kemandirian dan kesetaraan perempuan diperoleh dari ibunya, seorang guru dan kepala sekolah dasar yang secara sederhana menagatakan: “Wong wedok kudu duwe duit dhewe. Paling ora kanggo kebutuhane dhewe. Dadi, yen arep tuku wedak, ora kudu njalok bojo. Ben ora disepeleake mergo kabeh nggantungake urip nang bojo (Perempuan harus punya uang sendiri, minimal untuk kebutuhan sendiri. Jadi, mau beli bedak tidak perlu minta suami. Biar tidak disepelekan karena bergantung hidup sepenuhnya pada suami)” . Kesadaran tentang pentingnya kesetaraan laki-laki dan perempuan tumbuh dalam tradisi pesantren di Pondok Pesantren Pabelan Magelang, dimana ia menuntut ilmu keislaman. Keterbukaan berfikir di Pabelan menumbuhkan pemikiran kritis terhadap beberapa interpretasi dan pemahaman Islam yang menyiratkan perbedaan dan sering berakibat merendahkan posisi perempuan. Ia tidak percaya bahwa Islam merendahkan perempuan meski praktek sosial memunculan kisah-kisah pilu perempuan dalam poligami, perceraian serta masalah-masalah lainnya. Dibesarkan dalam keluarga Muhammadiyah yang moderat, keluarga besar Muhamamdiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) dan latar belakang pendidikan Pesantren yang modern yang terbuka dalam menghargai perbedaan madzhab, kelompok dan bahkan perbedaan agama telah membentuk pandangan yang moderat, inlkusif dan terlibat (engage) terhadap masalah toleransi, masalah perempuan dan masalah sosial lainnya. Kekuatannya dalam menelaah khazanah kitab-kitab Islam klasik dipadukan secara sinergis, kritis dan konstruktif dengan ilmu-ilmu sosial kontemporer dari studi Master di Monash University Australia dan doktoral di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kekuatan integrasi dan sinergi Keislaman dan ilmu sosial, termasuk studi gender menjadikannya figur terkemuka pada awal 1990an dalam meredakan ketegangan antara feminisme Barat dan isu-isu perempuan dalam Islam. Kiprah akademisnya pada isu Islam, gender dan HAM dikuatkan melalui keterlibatannya di Pusat Studi Wanita Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dimana pada tahun 2002-2007 ia menjadi direkturnya yang menginisiasi program pengarusutamaan gender di Perguruan Tinggi Islam baik dalam kurikulum, manajemen dan kultur universitas, termasuk kegigihannya menghapus berbagai bentuk candaan yang merendahkan perempuan yang dianggap lazim secara budaya. Karena kegigihan tersebut maka ia dijuluki sebagai "IBU GENDER", campuran antara penghargaan dan cibiran, namun ia bergeming. Atas dedikasi akademis tersebut ia menerima Penghargaan Menteri Agama sebagai salah satu dari 10 Dosen Berprestasi Perguruan Tinggi Islam di Indonesia pada tahun 2010. Masa kepemimpinannya PSW UIN Sunan Kalijaga menjadi Trend-setter dan model bagi lembaga serupa di Indonesia. Atas keahlian ini, ia menjadi konsultan tentang gender dan pendidikan, kebijakan publik di berbagai program diberbagai Kementerian dan lembaga seperti Program Kerjasama Perguruan Tinggi Indonesia-Canada di bawah Kementerian Agama sejak 1995-2010, Basic Education Project Kementerian Agama dan Asean Development Bank, Program Indonesia-Australia Basic Education Project (IAPBE) dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan lembaga-lembaga seperti CIDA-Canada, Ford Foundation, DANIDA-Denmark, AusAID Australian dan lainnya. Motto hidup "al Ilmu bila 'ama;in ka syajari bila tsamarin" (ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah) yang ia terjemahkan menjadi " intellectualism and activism" mendorongnya menyeimbangkan antara dunia akademik dan keterlibatan aktifitas sosial. Disamping sebagai narasumber untuk kajian Islam, gender, femnism dan HAM, ia terlibat dalam kinerja nyata dengan Rifka Annisa Women's Crisis Center, lembaga yang bergerak memberikan perlindungan pada perempuan korban kekerasan yang pertama dan 'pionir' dan menjadi rujukan bagi pemerintah dan lembaga lain di Indonesia dan negara lain, utamanya pengembangan pendekatan keislaman, gender dan kearifan keindonesiaan.
Berita Terkait
No | Judul | Tanggal | Media | Action |
---|---|---|---|---|
11 | AICIS 2023: Ulama Pesantren dan Akademisi Asing Kaji Ulang Relevansi Fikih dan Kemanusiaan Digital | 30/4/2023 | Ayobandung.com | Lihat Berita |
12 | KSP kutuk kekerasan tentara Israel di Masjidilaksa | 7/4/2023 | Antaranews.com | Lihat Berita |
13 | Pembelajaran di Sekolah Harus Sensitif Kebebasan Beragama | 20/3/2023 | Harianjogja.com | Lihat Berita |
14 | Dua WNI Jadi Korban Gempa Turki-Suriah, Jokowi Perintahkan Kirim Bantuan SAR dan Logistik | 10/2/2023 | Jitunews.com | Lihat Berita |
15 | KSP: Presiden tak pernah berhenti upayakan peningkatan kinerja HAM | 14/10/2022 | Antaranews.com | Lihat Berita |