Alexander Hermanus Manuputty

Informasi Umum

  • Jabatan: Pimpinan Eksekutif Front Kedaulatan Maluku (FKM)
  • Tempat & Tanggal Lahir: Serui Kota, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, Indonesia, 4 Mei 2016

Karir

  • 1. Pimpinan Eksekutif Front Kedaulatan Maluku (FKM)
  • 2. Jurusan Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Pendidikan

  • Tidak ada data pendidikan.

Detail Tokoh

Alexander Manuputty disebut-sebut sebagai dalang dari peristiwa yang terjadi di Lapangan Merdeka Ambon. Gubernur akan meminta pimpinan eksekutif Front Kedaulatan Maluku (FKM) yang memperjuangkan Republik Maluku Selatan (RMS), yaitu Alexander Manuputty diekstradisi dari Amerika Serikat (AS). Alex melarikan diri pada saat pemindahan dari LP Tangerang ke LP Cipinang pada 21 November 2003 di Bandara Soekarno Hatta dan dikabarkan terbang ke Amerika Serikat (AS). Alex sedang berada di Amerika Serikat pada saat insiden itu terjadi, tetapi namanya selalu disebut-sebut dikala muncul insiden-insiden yang berkaitan dengan RMS atau FKM. FKM adalah organisasi politik yang didirikan oleh Alex dan kawan-kawan pada 15 Juni 2000 tetapi baru diumumkan secara luas pada 18 Desember 2000. Alex menduduki posisi sebagai pimpinan eksekutif. Pada awalnya Alex bukan seorang aktivis politik. Pria kelahiran Serui, Papua pada tahun 1946 ini merupakan seorang ahli anatomi tumbuhan sekaligus seorang dokter. Awal karirnya sebagai dokter diawali dengan masuknya Alex sebagai pegawai puskesmas terpencil di daerah kecamatan Gede, Halmahera Tengah. Setelah lima tahun menjalankan profesi sebagai pegawai puskesmas, Alex pindah tugas ke Rumah sakit Umum Daerah Dr. Haulussy Ambon. Di Rumah Sakit tersebut ia mendapat penghargaan karena keberhasilannya sebagai dokter teladan karena telah memberikan prestasinya dalam pendidikan kekeluargaan dan keluarga berencana di Maluku. Alex mulai masuk ke dalam dunia politik pada tahun 1998 ketika Alex terlibat dalam Lembaga Swadaya Masyarakat Nunusaku. LSM ini bergerak dalam bidang pelayanan kemanusiaan. Kemudian dua tahun kemudian, Alex ke Jakarta untuk melakukan studi banding dan pelatihan sehingga ia mengenal bebrapa orang aktifis politik dari Maluku. Setelah ia pulang dari Jakarta, Alex mendirikan FKM bersama Hamsi Stania,Henky Manuhutu, Samuel Walikimy, Wahyu Tamael Lasapal, W Saniri, Agus Watimena, Louis Risakota, Umar Santi, dan Helmi Watimena. Latar belakang didirikannya organisasi ini adalah para aktifis maluku menilai pemerintah lamban dalam mengatasi masalah kerusuhan di Maluku. Karena aktifitasnya dianggap membahayakan negara, pada awal Januari 2001 Alex ditangkap, tapi kemudian penahannya ditangguhan. Tapi 3 bulan setelah itu Alex makin berulah. Pada 25 April 2001 Alex diduga memelopori pengibaran bendera RMS pada acara peringatan ulang tahun proklamasi RMS di halaman rumahnya di kawasan Kudamati, Ambon. Karena ulahnya ini, pada 17 Juni 2001, Alex ditangkap kepolisian dengan tuduhan melakukan makar. Kasus ini baru disidangkan pertama bertepatan dengan hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2001. Dalam persidangan itu ia mendapat dukungan moral dari Generasi Muda Maluku Alifuru (GMMA). Hakim memvonis Alex empat bulan penjara karena terbukti melanggar Pasal 49 Peraturan Pemerintah No. 23/1959. Pasal tersebut menyebut, “Barangsiapa tidak menuruti perintah dari Penguasa Darurat. Sipil/Penguasa Darurat Militer/Penguasa Perang, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun atau denda setinggitingginya lima puluh ribu rupiah, apabila tindak pidana itu tidak diancam dengan hukuman yang lebih berat dalam atau berdasarkan Peraturan ini”. Karena vonis ini Alex mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. PTUN kemudian memenangkan gugatannya. Dengan putusan tersebut secara otomatis vonis Hakim PN Ambon maupun upaya hukum di tingkat banding di Pengadilan Tinggi Maluku batal. Seminggu menjelang ulang tahun RMS pada 25 April 2002, Alex yang pengajuan kasasinya belum selesai, dijemput lagi oleh Polda Maluku. Ia diduga mendalangi rencana pengibaran bendera RMS. Ia ditahan di Polda dan kemudian dipindahkan ke Kodam Pattimura pada 30 April 2002. Dari Kodam, Alex dipindahkan lagi ke Mabes Polri pada 16 Mei 2002. Namun baru akhir 2002, Kejaksaan Agung mengeluarkan surat pencekalan kepada Alex. Alex bersama Pimpinan Yudikatif FKM Semuel Waileruny pada 28 Desember 2002 tepat pukul 00.00 WIB. Awal Januari kasus Alex kembali disidangkan. Pada 28 Januari 2003, Alex divonis tiga tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara karena tindakan makar dan melanggar pasal 106 Jo pasal 55 ayat 1 ke-1, Jo pasal 64 ayat I KUHP. Alex kemudian mengajukan banding terhadap putusan tersebut. Bertepatan dengan ulang tahun RMS, 25 April 2003, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta memvonis Alex empat tahun penjara. Alex dijebloskan ke Lembaga Permasyarakatan Tangerang. Pada 8 November 2003 Alex dikeluarkan dari lembaga pemasyarakatan Tangerang, saat itu dirinya dalam status cekal dan Mahkamah Agung belum menjatuhkan vonis. Namun, pada 21 November 2003 Alex Kabur. Sebulan setelah Alex kabur, pers Indonesia dibuat penasaran. Bahkan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa dari hasil pengecekan ke seluruh check point (titik pemeriksaan) Imigrasi yang dilakukan Depkeh dan Hak Azasi Manusia (HAM) tidak ditemukan orang bernama Alex Manuputty meninggalkan Indonesia. Kabar soal kaburnya Alex baru terang setelah pada 12 Januari 2004 Tempo menurunkan laporan bahwa Alex Manuputty kabur dari Indonesia pada 21 November 2003 menggunakan pesawat Garuda Indonesia, melalui Bandara Soekarno-Hatta. Dari Jakarta ia transit di sebuah negara yang tidak mau disebutkan. Perjalanannya dilanjutkan dengan penerbangan langsung ke LA dan tiba keesokan harinya, siang waktu setempat. Kantor Berita Antara menyebut pada 2004, Pemerintah Indonesia mengaku telah mengajukan permintaan kepada Pemerintah AS untuk segera mendeportasi Alex Manuputty. Namun, samai dengan tahun itu pihak AS melalui Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Jakarta belum memberikan kabar kepada pemerintah RI. Nama Alex kembali muncul ke permukaan pada 2007. Ketika itu seorang lelaki tua bernama Anton Ngenget menuntut sendirian Kedutaan Besar AS di Jakarta untuk bekerjasama dengan Polri memlulangkan Alex ke Indonesia. Belakangan Anton Ngenget diketahui dirinya adalah seorang mantan intelijen di jaman kemerdekaan. Kini Hampir sepuluh tahun, pemerintah belum berhasil mendeportasi Alex dari Amerika Serikat, Terakhir pada 2014 lalu, Alex dikabarkan ada di Ambon pada saat perayaan RMS.

Berita Terkait

Tidak ada berita terkait tokoh ini.