Petrus Josephus Zoetmulder
Informasi Umum
- Jabatan: Pakar Sastra Jawa dan Budayawan Indonesia
- Tempat & Tanggal Lahir: Utrecht, Belanda , 29 Januari 1906
Karir
- 1. Pakar Sastra Jawa dan Budayawan Indonesia
Pendidikan
- Tidak ada data pendidikan.
Detail Tokoh
Belajar bahasa hanyalah persoalan kebiasaaan. Semakin sering berada di lingkungan dengan bahasa yang asing, sesulit apapun bahasa itu akan lebih mudah dipahami. Pun ketika manusia terbiasa membaca literatur-literatur bahasa asing, secara alamiah akan ikut memahami bahasa itu dengan baik. Bahasa merasuk ke alam bawah sadar. Demikian yang terjadi pada Petrus Josephus Zoetmulder, seorang pakar Sastra Jawa. Namun barangkali rumus tersebut tak berlaku bagi mahasiswa Petrus. Pada suatu ketika seorang mahasiswa yang berasal dari luar Jawa, berdebat (sekaligus mengeluh) dengannya. Mahasiswa tersebut merasa bahwa Bahasa Jawa, terutama Bahasa Jawa Kuno sangat amat susah dipelajari. Petrus menyunggingkan senyumnya dan dengan tenang menjawab, “Saya bilang, saya sendiri dari Belanda, dan saya mampu. Yang terpenting kemauan dan niat. Apapun bisa dipelajari, tak ada yang sulit.” Berbekal perasaannya yang dalam sekaligus semangat belajarnya yang tinggi, di masa tuanya Petrus dikenal sebagai salah seorang profesor yang karya-karyanya selalu jadi rujukan utama mahasiswa-mahasiswa jurusan Sastra Jawa. Petrus memang sebuah anomali. Ia adalah seorang pastur kelahiran Belanda yang saking cintanya pada hal-hal berbau Jawa, terutama sastra, sering dinilai orang yang “lebih Jawa” ketimbang orang Jawa sendiri. Karier akademiknya banyak dikagumi orang karena melahirkan sumbangan karya-karya klasik yang penting dan tetap menjadi rujukan utama hingga saat ini. Petrus Josephus Zoetmulder lahir di Utrecht, Belanda, pada 29 Januari 1906. Petrus adalah seorang anak yang tergolong cerdas. Bahkan sebelum mengenyam bangku pendidikan formal, Petrus kecil sudah belajar dan bisa membaca dan menulis. Berkat kesabaran dan ketekunan ibunya, Petrus tak perlu memasuki taman kanak-kanak sebab Petrus sudah cakap kemampuan menulis dan membacanya. Ia pun menjadi salah satu murid terpintar dan berbakat di sekolahnya, baik di sekolah dasar maupun di sekolah menengah pertama. Petrus melanjutkan sekolahnya ke semacam sekolah menengah atas yang bernama Gymnasium College Kanisius. Di masa itulah ia mulai tertarik dengan dunia kepasturan, terutama menjadi Imam Yesuit. Kecenderungan yang tak mengherankan sebab dua paman Petrus adalah pastur. Begitu juga budhe dan bibinya yang menjadi suster di Suriname dan Afrika. Saat Petrus dan keluarganya pindah ke Haerleen, Petrus melanjutkan seklah gymnasiumnya di kota Rolduc dimana ayahnya juga pernah bersekolah di tempat yang sama. Ujian A dan B ia lalui denga sukses. Untuk pendidikan awalnya sebagai calon Imam Yesuit, Petrus masuk Novisiat Serikat Yesus di tahun 1922. Petrus muda menyelesaikan pendidikannya di usia 19 tahun. Di waktu yang sama, wilayah nusantara masih dalam cengkraman kolonialisme Belanda dengan nama Hindia Belanda. Di wilayah kepualauan Asia Tenggara itulah Petrus dianjurkan oleh pengasuhnya di novisat, Pastur J. Wilekens, untuk melaksanakan misi. Lebih tepatnya ialah di Jawa. Sebuah tempat eksotis yang tak disangka akan menjadi tanah air Petrus yang amat dicintainya hingga ajal menjemput. Petrus ditempatkan di Seminari Menengah di Yogyakarta. Ia berada di tempat tersebut hingga 3 tahun berjalan, sampai ia dikejutkan oleh kedatangan Pastur Wilikens yang sedang menjadi Visitor Apostolis. Pesan Pastur Wilikens kepada Petrus singkat saja saat mereka bertemu, “Di samping filsafat, kamu juga harus belajar bahasa Jawa Kuno.” Walaupun singkat, namun pesan tersebut bergitu terekam dalam benak Petrus. Ia benar-benar belajar bahasa Jawa Kuno dengan serius di Surakarta bersama Professor C. C. Berg. Hasilnya, ia bisa lulus dengan predikat cum laude di tahun 1931. Kabar gembira lain datang di tahun yang sama: Petrus ditahbiskan sebagai calon pastor di Girisonta, Ungaran, Kabupaten Semarang. Namun semangat utamanya tetap pada bidang sastra Jawa Kuno. Untuk benar-benar mendalaminya, ia meneruskan belajar ke Universitas Leiden, Belanda. Dalam waktu setahun saja ia mendapat gelar sarjana muda. Setahun setelahnya ia mendapat gelar sarjana penuh di bidang Sejarah Jawa dan Purbakala. Ia belum puas. Jenjang pasca sarjana pun segera ia ambil. Disertasi doktoralnya berjudul Pantheïsme en Monisme in de Javaansche Soeloek Literatuur. Dibimbing oleh Prof. C. C. Berg Zoetmulder, Petrus berhasil mempertahankan disertasinya di bulan Oktober 1935. Dan tak mengejutkan lagi jika lagi-lagi ia diberi predikat cum laude. Oleh karena portofolio akademiknya yang baik, saat Petrus kembali ke Jakarta ia langsung ditawari untuk mengajar ilmu perbandingan bahasa di Fakultas Sastra UI. Ia menolaknya. Ia memilih kembali ke Yogyakarta karena ingin lebih mendalami lagi bahasa Jawa. Sayang, di masa pendudukan Jepang tahun 1942 ia mesti masuk bui bersama warga asal Belanda lain. Beruntung, ia bisa menyelundupkan buku Adiparwa suntingan Dr. H. H. Juynboll dan kamus bahasa karangan Gericke-Roorda. Dari kedua buku itu Petrus berusaha untuk meneliti tata bahasa Jawa Kuno, dan beberapa tahun setelahnya diterbitkan dalam bahasa Belanda dengan judul De Taal van het Adiparwa. Edisi berbahasa Indonesianya dengan judul Bahasa Parwa diterbitan pada tahun 1954 atas bantuan I. R. Poedjawijatna. Petrus memulai karier akademiknya pada tahun 1945 dengan menjadi pengajar di UGM. Lima tahun berselang, surat pengangkatannya sebagai Guru Besar Luar Biasa pada Fakultas Sastra Pedagogik, Filsafat UGM pun keluar. Di tahun 1955 ada dua peristiwa penting yang terjadi pada Petrus. Pertama, ia dikukuhkan menjadi Guru Besar Tetap Fakultas Sastra UGM. Kedua, saat itu ia sudah bukan seorang warga negara Belanda, melainkan seorang warga negara Indonesia. Petrus melahirkan karya-karya lain. Di antaranya buku panduan kuliah berbahasa Indonesia dengan judul Sekar Sumawur: Bunga Rampai Bahasa Djawa Kuno. Tahun 1974 ia menerbitkan buku yang mengulas kehidupan empu dan sastra Jawa Kuna, Kalangwan. Lalu proyek besarnya untuk menerbitkan kamus bahasa Jawa berjudul Old Javanesse-English Dictionary terbit di tahun 1982. Total, buku yang dihasilkannya dari tahun 1930-an hingga 1995 berjumlah sekitar 18 buah. Hampir semuanya tentang Jawa, terutama yang berkenaan dengan sastra. Ini belum termasuk sejumlah artikel ataupun makalah baik yang diterbitan maupun tidak. Petrus adalah seorang akademisi yang sangat produktif. Petrus mendapat beberapa penghargaan baik dari pemerintah Indonesia maupun dari universitas atas dedikasinya yang konsisten. Terakhir, ia adalah salah satu penerima penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Budaya Paramadharma oleh Presiden Jokowi pada tanggal 13 Agustus 2015. Tapi ia tak bisa menerima langsung penghargaan tersebut. Prof. Zoetmulder, panggilan akrab Petrus, meninggal dunia 20 tahun sebelumnya, 8 Juli 1995.
Berita Terkait
Tidak ada berita terkait tokoh ini.