Basuki Tjahaja Purnama

Informasi Umum

  • Jabatan: Gubernur DKI Jakarta (2014-2017)
  • Tempat & Tanggal Lahir: Belitung Timur, 29 Juni 1966

Karir

  • 1. Anggota Komisi II DPR RI (2009-2014)
  • 2. Direktur Eksekutif Center Democracy and Transparency
  • 3. Bupati Belitung Timur (2005-2006)
  • 4. Anggota DPRD Belitung Timur bidang Komisi Anggaran (2005-2006)
  • 5. Asisten Presiden Direktur bidang analisa biaya dan keuangan PT. Simaxindo Primadaya, Jakarta (1994-1995)
  • 6. Direktur PT. Nurindra Ekapersada, Belitung Timur (1992-2005)
  • 7. Wakil Gubernur DKI Jakarta (2012)
  • 8. Gubernur DKI Jakarta (2014-2017)
  • 9. Program Pasca Sarjana Manajemen Keuangan di Sekolah Tinggi
  • 10. Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta (1994)

Pendidikan

  • 1. Sarjana Teknik Geologi di Universitas Trisakti Jakarta (1990)
  • 2. SMA III PSKD Jakarta (1984)
  • 3. SMP No. 1 Gantung, Belitung Timur (1981)
  • 4. SDN No. 3 Gantung, Belitung Timur (1977)

Detail Tokoh

Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok kerap muncul di layar televisi dan dikenal sebagai pejabat yang vokal. Bicaranya ceplas ceplos di mana saja. Perilaku ini membuatnya mendapat perhatian publik. Sosoknya dikebal sejak menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Joko Widodo. Ketika pimpinannya naik sebagai Presiden, Ahok akhirnya naik jabatan sebagai Gubernur. Sebelum masuk dalam birokrasi Ahok, pernah memiliki sebuah usaha. Sayangnya usahanya harus gulung tikar pada 1995. Menurut pengakuannya, bisnisnya mengalami kemunduran setelah terganjal urusan politik dan birokrasi korup. Masalah itu membuatnya frustasi dan mendorongnya pergi ke luar negeri. Tetapi sang ayah, Kim Nam, menolak. Kepada Ahok, Kim Nam mengatakan suatu hari nanti rakyat akan membutuhkannya untuk memperjuangkan nasib mereka. Karir Politik Ahok Ahok akhirnya luluh. Ia batal ke luar negeri. Setelah itu ia memutuskan untuk terjun ke dunia politik pada 2003. Ahok pertama kali masuk menjadi anggota Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB), partai buatan Dr. Sjahrir. Pada Pemilihan Umum 2004, Ahok benar-benar keluar dari cangkangnya. Ia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Ahok mengakui, dengan modal uang terbatas menuntutnya untuk membuat model kampanye yang berbeda dari calon legislatif lain. Berbeda dengan calon lain, ia tidak membagikan uang kepada rakyat. Dengan cara melawan arus konvensional itu, Ahok malah mendapat dukungan dari warga. Ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009. Inilah titik mula kiprah Ahok mulai diperhitungkan di dunia politik nasional. Di DPRD Belitung Timur, kata Ahok, dirinya menunjukan integritas tinggi. Rasa frustasi dirinya terhadap birokrasi memberinya motivasi menolak ikut praktik KKN. Ia juga menolak mengambil uang surat perjalanan dinas fiktif. Di samping itu, ia mengaku menjadi satu-satunya anggota DPRD yang berani secara langsung bertemu dengan masyarakat untuk mendengar keluhan mereka. Jalan ini membuatnya dikenal oleh masyarakat secara emosional dan belakangan memuluskannya menjadi bupati Belitung Timur. Ahok Menjabat Bupati Belitung Timur Tujuh bulan kemudian, ketika ia masih menjadi anggota DPRD, Ahok didorong oleh masyarakat agar mencalonkan diri sebagai bupati. Awalnya Ahok ragu, namun nasehat  sang ayah membuatnya mantap maju sebagai calon Bupati Belitung Timur tahun 2005. Ia sendiri pun ingin memupus rasa frustasi dirinya sendiri karena pengalaman pahit usahanya yang gulung tikar. Rasa aneh memang, dalam berkampanye, Ahok masih bertahan dengan cara kampanye sebelumnya. Ia memberikan nomor telfon genggamnya yang merupakan nomor yang sama untuk diapakai berkomunikasi dengan keluarga. Pemberian nomor pada masyarakat ini dengan tujuan untuk memberikan pelayanan langsung pada mereka. Ia ingin bisa langsung mendengar keluhan warga. Pendekatan ini ternyata mampu membuatnya lebih mengerti dan memahami situasi dan kebutuhan rakyat Belitung. Cara kampanye ini mencuri masyarakat. Dalam pemilihan Bupati, Ahok berhasil terpilih menjadi Bupati Belitung Timur periode 2005-2010, dengan jumlah suara sekitar 37,13 persen. Bermodalkan pengalaman pahit sebagai pengusaha dan juga anggota DPRD, Ahok memahami sistem keuangan dan budaya birokrasi Indonesia. Untuk itu Ahok berusaha menciptakan kebijakan yang dalam waktu singkat bisa mengubah kondisi itu. Di Belitung Timur ia berhasil membangun pelayanan kesehatan gratis, sekolah gratis sampai tingkat SMA, pengaspalan jalan sampai ke pelosok daerah Belitung Timur, dan melakukan perbaikan pelayanan publik lainya. Kalah di Pilgub, Maju ke Senayan Kesuksesan ini terdengar ke seluruh Bangka Belitung dan mulailah Ahok didorong untuk maju sebagai Gubernur pada 2007. Dukungan ini bukan omong kosong belaka, Ahok benar-benar berani maju mencalonkan diri menjadi Gubernur Bangka Belitung. Ia mendapat suara sekitar 63 persen pemilih di Belitung Timur. Namun sayang, perolehan suara itu tak cukup untuk mengantarnya ke kursi Gubernur Bangka Belitung. Ahok tak menyerah, ia keluar dari partai tempat ia bernaung sebelumnya dan memilih bergabung dengan Partai Golkar. Dalam pemilu legislatif tahun 2009 ia muncul sebagai calon legislatif. Dalam hajatan pemilihan ini ia berhasil mendapatkan suara terbanyak dan memperoleh kursi DPR berkat perubahan sistem pembagian kursi dari nomor urut menjadi suara terbanyak. Hasil pemilu ini membuat Ahok duduk di komisi II DPR. Berada di DPR tak membuatnya berubah menjadi orang yang jauh dari rakyat, sebaliknya ia malah dikenal sebagai sosok yang semakin vokal dan mudah diakses oleh masyarakat banyak. Di DPR Ahok menjadi pioner dalam pelaporan aktivitas kerja DPR baik dalam proses pembahasan undang-undang maupun dalam berbagai kunjungan kerja. Sejak ia bergabung dengan DPR komisi II, setiap laporan kerja mudah diakses di websitenya. Sementara itu, ia juga berhasil menciptkaan kinerja yang progresif di staf ahlinya. Mereka tidak hanya datang untuk menyediakan materi undang-undang namun juga aktif dalam hal mengumpulkan informasi, advokasi kebutuhan rakyat, dan juga turut serta dalam perbaikan sistem rekruitmen kandidat kepala daerah. Tujuannya amat visioner, ia ingin mencegah persaingan pemilihan umum kepala daerah diisi oleh calon-calon korup dan ingin membuka peluang bagi orang-orang idealis menjadi bagian dari birokrasi. Berkat sepak terjangnya yang terbilang tak sama dengan pejabat lainnya, tahun 2006, Ahok dinobatkan sebagai salah satu 10 tokoh yang berhasil mengubah wajah Indonesia oleh Majalah Tempo. Setahun kemudian, di tahun 200, Ahok mendapat predikat sebagai Tokoh Anti Korupsi dari penyelenggara negara dari Gerakan Tiga Pilar Kemitraan yang terdiri dari KADIN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Masyarakat Transparansi Indonesia. Penghargaan ini berdasarkan pada kiprahnya, di mana berpolitik ala Ahok adalah berpolitik atas dasar nilai pelayanan, ketulusan, kejujuran, dan pengorbanan, bukan politik instan yang mengandalkan pencitraan namun tak ada bukti kerja.