Sentimen
Undefined (0%)
24 Agu 2025 : 14.07
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Solo

Kuliah Pakar di UDB Surakarta, Anwar Usman Jelaskan Fungsi MK

24 Agu 2025 : 14.07 Views 16

Espos.id Espos.id Jenis Media: News

Kuliah Pakar di UDB Surakarta, Anwar Usman Jelaskan Fungsi MK

Esposin, SOLO – Universitas Duta Bangsa (UDB) Surakarta bekerja sama dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menggelar Kuliah Pakar bersama Hakim Konstitusi Prof. Dr. Anwar Usman, SH., MH. dengan tema “Eksistensi Mahkamah Konstitusi dalam Dinamika Ketatanegaraan Republik Indonesia”. 

Acara ini dibuka dengan sambutan Assoc. Prof. Dr. Singgih Purnomo yang menekankan pentingnya ruang akademik sebagai taman dialektika, tempat generasi muda belajar menafsir denyut konstitusi dan menimbang makna demokrasi dalam realitas kebangsaan.

Dalam kuliahnya, Prof. Anwar Usman menguraikan perjalanan lahirnya Mahkamah Konstitusi (MK) bukanlah cerita instan, melainkan hasil dari pergulatan panjang sejarah. Sebagaimana kisah Marbury vs. Madison di Amerika Serikat, Indonesia pun mencari jalannya sendiri hingga akhirnya, pasca reformasi 1998 dan perubahan UUD 1945 tahun 2001, lahirlah MK sebagai penjaga konstitusi. 

Bagi Prof. Anwar, MK hadir bukan hanya sebagai lembaga yudisial, melainkan sebagai benteng untuk mencegah demokrasi terjerumus menjadi tirani mayoritas.

Lebih lanjut, ia menyoroti paradoks demokrasi modern. Demokrasi sering dipahami sebatas kekuasaan mayoritas, padahal mayoritas tidak selalu identik dengan kebenaran. 

Di titik inilah MK berperan menjaga keseimbangan antara kedaulatan rakyat dan kedaulatan konstitusi. Jika legislatif dan eksekutif diberi kuasa membentuk undang-undang, maka MK justru diberi mandat untuk menguji, bahkan membatalkannya, demi memastikan hak-hak konstitusional warga negara tidak terkikis oleh kepentingan politik sesaat.

Prof. Anwar juga menyinggung pentingnya hukum acara MK. Baginya, hukum materiil hanya dapat ditegakkan melalui hukum formil yang adil, sebuah jembatan yang mengantarkan rakyat menuju pintu keadilan. 

Dari putusan yang ditolak, dikabulkan, hingga yang bersyarat (conditionally constitutional/unconstitutional), MK terus menunjukkan bahwa hukum bukanlah teks beku, melainkan organisme hidup yang tumbuh bersama kebutuhan bangsa. 

Gagasan judicial review satu pintu pun mengemuka, demi memudahkan rakyat kecil mencari keadilan tanpa harus tersesat dalam belantara birokrasi hukum.

“Hukum acara adalah jembatan, konstitusi adalah rumah, dan keadilan adalah tujuan. Tanpa jembatan, rumah itu hanyalah ilusi; tanpa keadilan, negara hanyalah panggung kosong.” 

Demikian perenungan yang menggugah dari Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H., yang mengingatkan kita bahwa hukum sejatinya bukan sekadar teks, melainkan jalan menuju makna. Hukum acara memberi arah, konstitusi memberi tempat, namun keadilanlah yang menjadi cahaya di ujung perjalanan. 

Tanpa keadilan, semua struktur yang megah hanya berdiri sebagai simbol tanpa jiwa. Lebih jauh, Prof. Dr. Anwar Usman menambahkan, “Keadilan adalah buah perdamaian. Keadilan tidak diperoleh dari siapa pun, tetapi hanya dari Allah SWT, karena keadilan yang mutlak ada di tangan-Nya. Keadilan hanya bisa lahir dari hati yang bersih, jiwa yang jernih, dan nurani yang suci dari segala kepentingan.” 

Pesan ini menegaskan bahwa keadilan sejati tidak lahir dari logika kaku semata, tetapi dari kebeningan batin yang terhubung dengan sumber kebenaran yang transenden.

Kuliah Pakar ini bukan sekadar forum akademik, melainkan ruang perenungan. Ia mengajarkan bahwa hukum tidak hanya bergerak di atas kertas pasal-pasal, melainkan di dalam hati nurani manusia. Hukum tanpa nurani akan kehilangan rohnya, sementara nurani tanpa hukum akan kehilangan jalannya.

Maka, pesan moral yang lahir dari pertemuan ini adalah seruan untuk memadukan antara aturan dan rasa, antara logika hukum dan kebeningan hati. Keadilan tidak akan pernah hidup bila hanya dijalankan sebagai prosedur, tetapi akan tumbuh ketika ia dijaga sebagai amanah ilahiah.

Demikianlah, hukum menjadi bukan sekadar perangkat negara, melainkan jalan menuju harmoni. Konstitusi bukan sekadar teks dasar, melainkan rumah kebangsaan. Dan keadilan bukan sekadar cita-cita, melainkan nafas kehidupan yang hanya dapat diraih bila hati kita tetap jernih, pikiran kita tetap tulus, dan jiwa kita tetap berpegang pada cahaya kebenaran. (NA) 

 

Sentimen: neutral (0%)