Sentimen
Undefined (0%)
15 Agu 2025 : 13.50
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Event: salat Jumat, Zakat Fitrah

Institusi: UIN

Kab/Kota: bandung, Madinah, Purwokerto, Surabaya

Tokoh Terkait

MBG atau Masjid Berdaya Guna

15 Agu 2025 : 13.50 Views 25

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

MBG atau Masjid Berdaya Guna

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang sudah meluncur sejauh ini berjalan dengan segala dinamika. Program ini masih menyasar para pelajar dengan target lebih luas yang akan dicapai pada waktu-waktu mendatang. 

Jika tujuannya adalah memperbaiki asupan gizi masyarakat, khususnya di tataran generasi muda, tentu saja cakupannya harus makin diperluas. 

Pembahasan sekarang bukan sekadar kategorisasi kemiskinan, namun menjawab kenyataan bahwa masih banyak orang yang berjuang atau struggling and juggling dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Dengan segala kontroversinya, media sosial masih bisa memberikan gambaran atau pembuka mata mengenai kondisi sebagian masyarakat sehari-hari. Banyak orang membagikan pengalaman menolong orang atau melihat perjuangan orang. 

Ada akun Nasi Darurat Jogja yang pemiliknya memang memberikan bantuan makanan siap santap gratis bagi siapa pun yang mengontak. Berdasarkan berbagai unggahan di media sosial, terlihat ternyata banyak orang yang memang membutuhkan.

Mereka ini sebagian sebenarnya orang-orang yang bekerja atau mahasiswa, tapi karena impitan aneka kesulitan sampai sulit makan sehingga dalam kesempatan tertentu membutuhkan bantuan.

Melihat hal ini, sebagai bagian masyarakat beradab, kita tidak bisa sekadar mengharapkan kesigapan pemerintah untuk menjawab aneka soal perekonomian. 

Masyarakat tentu harus berinisiatif dan bergerak mencari solusi atas berbagai permasalahan sosial di sekitar. Salah satu aktor yang bisa bergerak secara ideal sebenarnya rumah ibadah, salah satunya masjid. 

Komunitas rumah ibadah, misalnya masjid, sebenarnya punya segalanya sebagai modal dasar. Mereka sudah pasti dibangun dari bawah, bersamaan dengan berkembangnya masyarakat di sekitarnya. 

Masjid berkembang dari masyarakat, tentu pengurusnya paham betul kondisi jemaah rutin di masjid itu, apakah mereka warga setempat, masyarakat yang hanya mampir karena bertepatan waktu salat, atau musafir yang mencari tempat istirahat. 

Dari pemahaman dan “penguasaan medan” ini, pengurus masjid bisa mengidentifikasi masalah-masalah sosial dan ekonomi yang ada di sekitar mereka. Pemetaan atau mapping ini sebenarnya secara otomatis terbaca saat Idulfitri atau Iduladha karena ada momentum pembagian zakat dan daging kurban.

Mungkin selama ini pemetaan tersebut tidak terorganisasikan dan terarsipkan. Akibatnya dinamika kondisi sosial ekonomi juga tidak terpantau dengan jelas, kecuali berdasarkan rasan-rasan warga masjid seperti,”Oh, Pak itu lagi sakit, Bu ini kemarin habis kena musibah, si Anu kemarin kenapa.” 

Peran strategis masjid sebenarnya dibentuk sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW. Kala itu masjid menjadi pusat transformasi umat dalam berbagai dimensi. 

Guru besar di UIN Saifuddin Zuhri Purwokerto, Fauzi, dalam tulisan berjudul Revitalisasi Potensi Masjid sebagai Basis Pemberdayaan Umat yang diunggah di situs kemenag.go.id pada 26 Juli 2025, menjelaskan Masjid Nabawi pada masa Rasulullah SAW di Madinah  tidak hanya digunakan untuk salat berjemaah dan pengajaran agama.

Masjid Nabawi masa itu juga menjadi pusat pendidikan, distribusi zakat dan bantuan sosial, pengorganisasian strategi dakwah, serta pengambilan keputusan politik dan pertahanan. Masjid bukan sekadar simbol ritual, melainkan representasi dari sistem kehidupan umat Islam secara menyeluruh.

Fauzi menyebut dalam konteks Indonesia masa kini, peran komprehensif masjid belum sepenuhnya diwujudkan secara nyata. Fungsi masjid masih didominasi aktivitas ibadah mahdhah, sementara dimensi sosial, edukatif, dan ekonomi belum diberdayakan secara optimal. 

Jumlah masjid yang sangat banyak di seluruh penjuru negeri adalah potensi strategis untuk menjadi basis pemberdayaan umat. Ini adalah potensi yang sangat besar. 

Kesenjangan antara peran historis masjid dan realitas fungsional pada era kekinian inilah yang menjadi titik tolak urgensi revitalisasi peran masjid secara komprehensif.

Sudah banyak sebenarnya contoh pengelolaan masjid yang bisa memaksimalkan peran pembangkitan kesejahteraan sosial dan ekonomi. 

Salah satu yang terkenal tentu Masjid Jogokariyan di Kota Jogja yang menginisiasi berbagai kegiatan yang mendinamiskan masyarakat di sekitarnya. 

Masjid-masjid rata-rata punya dana simpanan yang besar, yang terhimpun dari infak dan sedekah jemaah, setidaknya sepekan sekali saat ibadah Salat Jumat. 

Dana itu selain untuk perawatan rutin fasilitas masjid tentu bisa lebih didayagunakan untuk menginisiasi kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. 

Salah satu yang sederhana, misalnya, memberikan makan gratis bagi siapa pun yang membutuhkan. Seperti yang dilakukan Masjid Baitul Huda di bilangan Antapani, Kota Bandung, Jawa Barat.

Masjid ini terkenal dengan julukan “Masjid Makan-Makan” karena salah satu kegiatan yang terkenal adalah menyediakan makan siang gratis untuk siapa pun setiap hari. 

Ternyata masjid ini berhasil menarik perhatian dan donasi dari masyarakat untuk menyokong aktivitas mereka. Hal serupa dilakukan Masjid Pemuda Konsulat di kawasan Pacarkembang, Kota Surabaya, Jawa Timur. 

Masjid ini, seperti terpantau di akun media sosial, selalu membuka pintu bagi siapa pun yang ingin singgah, baik beribadah atau sekadar melepas lelah, setiap saat tak peduli waktu.

Pengunjung diberi makan dan minum, difasilitasi matras jika terdesak harus menginap sementara tak punya tempat untuk disinggahi. 

Cara-cara seperti ini bisa diduplikasi di masjid-masjid lain, tentu dengan menyesuaikan kondisi masing-masing tempat. Jika hal ini bisa terwujud, yang akan didapat adalah MBG juga, alias Masjid yang Berdaya Guna.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 12 Agustus 2025. Penulis adalah Manajer Konten Solopos Media Group)

Sentimen: neutral (0%)