Sentimen
Undefined (0%)
12 Agu 2025 : 09.45
Informasi Tambahan

Kasus: korupsi

Ungkap Tuntas Korupsi Dana CSR

12 Agu 2025 : 09.45 Views 2

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Ungkap Tuntas Korupsi Dana CSR

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua anggota Komisi XI DPR 2019—2024 sebagai tersangka kasus korupsi dana corporate social responsibility Bank Indonesia (CSR BI) dan Penyuluh Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (PJK OJK). 

Dua orang anggota Komisi XI DPR itu adalah Satori dan Heri Gunawan. KPK menemukan bukti permulaan mereka menggunakan uang miliaran rupiah hasil korupsi untuk membangun showroom hingga rumah makan.

Dua anggota Komisi XI DPR itu menjadi tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam penyaluran dana CSR BI dan PJK OJK Tahun 2020-2023.

Satori dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu diduga menerima total Rp12,52 miliar. Perinciannya sejumlah Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan CSR, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan penyuluhan keuangan, serta Rp1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR lainnya.

Heri Gunawan diduga menggunakan uang hasil korupsi, sebagian di antaranya untuk membangun rumah makan. Anggota DPR Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu diduga menerima total Rp15,86 miliar dari korupsi dimaksud. 

Perinciannya Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan CSR, Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan penyuluhan keuangan, serta Rp1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR lainnya.

Modus penerimaan dan penggunaan dana miliaran rupiah itu adalah dengan membentuk yayasan. Tenaga ahli di DPR yang melekat dengan dua anggota DPR itu berkomunikasi dengan otoritas di BI dan OJK mengelola dana-dana tersebut. 

Artinya otoritas di BI dan OJK semestinya mengetahui aliran dana itu. Pertanyaan yang mengemuka adalah masak cuma dua orang anggota Komisi XI DPR yang menjadi tersangka? KPK wajib mengembangkan penyidikan. 

Patut diduga mekanisme pemberian dana CSR dari BI dan OJK itu “menjadi pengetahuan umum” di Komisi XI DPR. Pembentukan yayasan sebagai “jalan mengalirkan uang” pastilah juga menjadi pengetahuan umum. 

Otoritas di BI dan OJK semestinya juga ditindak. Modus pengelolaan dana yang menguntungan diri sendiri itu jelas dilakukan secara “berjemaah”. Korupsi yang dilakukan dengan menggunakan dana atau fasilitas CSR sangat memprihatinkan apalagi kejahatan itu dilakukan oleh wakil rakyat dan orang-orang yang punya kekuasaan.

Pengungkapan tuntas korupsi CSR BI dan OJK yang melibatkan anggota DPR harus gamblang dan transparan, jangan ditutup-tutupi. Penanganan kasus korupsi yang benar dan tepat akan menjadi pembelajaran bagi semua pihak. 

Korupsi di DPR tidak bisa diberantas hanya dengan menangkap pelaku. Akar masalah juga harus dipangkas. Salah satunya melalui reformasi sistem pendanaan partai politik. 

Banyak korupsi berawal dari kebutuhan anggota DPR untuk “balik modal” setelah menghabiskan biaya besar saat kampanye. Perlu dicarikan solusi agar masalah ini tidak terus berulang.  

Seleksi calon legislatif berbasis rekam jejak mutlak dilakukan. Peran media massa dan masyarakat sipil harus diperkuat. Dengan kombinasi pendanaan politik yang bersih, seleksi caleg yang ketat, dan pengawasan publik yang kuat, pintu korupsi di parlemen bisa ditutup rapat.  

Pemerintah maupun swasta juga harus benar-benar memastikan agar dana yang digulirkan untuk urusan sosial tepat sasaran dan bisa dipertanggungjawabkan untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan.

Sentimen: neutral (0%)