Perceraian ASN di Wonogiri Marak, Faktor Ekonomi Disebut Jadi Penyebabnya
Espos.id
Jenis Media: Solopos

Esposin, WONOGIRI — Maraknya perceraian di kalangan aparatur sipil negara (ASN) menjadi sorotan Bupati Wonogiri Setyo Sukarno. Faktor ekonomi disebut menjadi penyebab perceraian di kalangan ASN.
Bupati Wonogiri Setyo Sukarno mengatakan perceraian di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Wonogiri sudah marak terjadi sejak beberapa tahun terakhir ini. Dalam empat bulan terakhir, sudah lebih dari 20 orang ASN mengajukan permohonan perceraian.
Bupati Setyo menyebut mereka yang mengajukan perceraian itu merupakan PNS dan PPPK. Menurutnya kalangan ASN yang mengajukan perceraian itu rata-rata karena faktor ekonomi. Para ASN itu biasanya sebagai penggugat cerai pasangannya.
“Katakanlah yang dulu belum jadi PPPK gajinya sekitar Rp750.000/bulan, kemudian sekarang jadi Rp4 juta/bulan. Terus minta pasangannya juga bisa [gaji] setara,” kata Bupati Setyo kepada espos.id, Jumat (18/7/2025).
Sementara itu, berdasarkan data Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Wonogiri, jumlah ASN yang mengajukan perceraian sepanjang Januari—Juni 2025 sebanyak 12 orang. Rinciannya 11 orang PNS dan satu orang PPPK. Sebanyak 10 orang di antaranya adalah perempuan sebagai penggugat.
Selama empat tahun terakhir, jumlah ASN yang mengajukan permohonan perceraian di Pemkab Wonogiri rata-rata sebanyak 21 orang. Pada 2023 dari 27 perceraian ASN, sebanyak 22 orang disumbang dari PNS. Kemudian pada 2024 dari 21 perceraian, sebanyak 11 gugatan berasal PPPK.
Maraknya kasus perceraian ASN, khususnya di kalangan PPPK itu sempat mendapatkan perhatian khusus dari DPRD Kabupaten Wonogiri sejak tahun lalu. Anggota DPRD Wonogiri Catur Winarko, kala itu mengatakan angka perceraian di kalangan ASN PPPK meningkat. Jika dirata-rata, setiap bulan ada satu—dua PPPK guru. Hal ini menimbulkan keprihatinan.
”Kami prihatin. Guru itu kan acuan, menjadi tolok ukur bagi anak-anak didiknya. Ini kasusnya merata [hampir di semua wilayah kecamatan],” kata Catur beberapa waktu lalu.
Catur mengatakan kasus perceraian yang tinggi di kalangan guru ASN PPPK ini menjadi anomali. Mereka secara ekonomi sudah cukup layak setelah diangkat dari guru honorer menjadi ASN. Dengan demikian, perceraian yang marak terjadi itu bukan karena masalah finansial keluarga.
Menurutnya, perceraian itu bisa jadi justru dipicu status sosial dan ekonomi mereka meningkat. Hal itu mempengaruhi perubahan gaya hidup mereka. Meski tidak semuanya, perubahan gaya hidup itu memicu mereka menjalin hubungan dengan orang lain yang bukan pasangannya melalui media sosial dan sebagainya.
Dia menyampaikan, bila hal ini terus terjadi, akan ada dampak sosial yang buruk di masyarakat. Ia khawatir hal itu bisa berdampak pada kehidupan sosial guru di lingkungan mereka. Bisa jadi guru tidak lagi dipandang sebagai tauladan siswa dan masyarakat.
”Setelah status sosialnya berubah, gaya hidup berubah. Maka kemarin kami tekankan harus ada pembinaan internal. Guru ini suri tauladan, kalau guru kencing berdiri murid kencing berlari,” ujarnya.
Sentimen: neutral (0%)