Sentimen
Undefined (0%)
17 Jul 2025 : 19.00
Informasi Tambahan

Institusi: Institut Pertanian Bogor

Kab/Kota: Bogor, Solo, Sukoharjo

Partai Terkait
Tokoh Terkait

Tak Sekadar Muk-muk Cung

17 Jul 2025 : 19.00 Views 8

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Tak Sekadar Muk-muk Cung

Sekilas, pembicaraan bapak-bapak berusia di atas 60 tahun di warung sederhana pertigaan Bacak, Desa Kemasan, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo, siang itu terdengar ringan. 

Ada 10 lelaki yang datang bergantian. Mereka duduk, memesan wedang, lalu saling bertegur sapa, dan menanyakan kabar ladang.

Pembicaraan mereka menarik diikuti. Kabupaten Sukoharjo dikenal sebagai salah satu lumbung padi di Jawa Tengah. Salah satu topik yang mereka bicarakan di warung milik Mbah Mariyem itu soal hama wereng. 

Serangan hama wereng pada 2011 relatif merata di Kabupaten Sukoharjo. Saat itu, wereng beterbangan hingga Kota Solo. Jelas menyedihkan nasib petani di Kabupaten Sukoharjo kala itu. Rugi itu pasti.

Hama wereng kali ini mereka sebut hanya muk-muk cung. Dua lelaki menjelaskan istilah tersebut. Muk-muk cung berarti hanya ditemui di beberapa tempat alias tak merata. 

Serangan hama wereng kali ini bisa diatasi dengan obat. Tak sesulit mengatasi hama tikus. Begitu kata mereka. Makin lama mereka makin terbuka soal garapan sawah yang makin sempit dari generasi ke generasi. 

Pada umumnya para petani sekaligus pemilik sawah di sana mendapatkan lahan dari warisan. Semakin banyak anak, semakin sempit lahan yang terbagikan sebagai warisan. 

Semakin sempit lahan, semakin tipis pula pendapatan. Ini yang mendasari beberapa warga setempat memilih merantau dan meninggalkan pekerjaan bertani.

Masalah lainnya lagi adalah pembagian air. Seorang lelaki sepuh yang mampir ke warung berdinding anyaman bambu alias gedek tersebut anggota Darma Tirta, petugas pembagi air. Gito namanya.

Lekaki kelahiran 1954 tersebut mengatakan kini tak ada lagi air yang ia bagi. Petani makin individual. Masing-masing sibuk dengan urusan mengulur selang dan menyedot air dari sungai. 

Sebagian petani yang lain menyedot air dari sumur pantek. Gito mengakui tak banyak yang ia lakukan untuk petani lain sejak sumber air dari bendungan maupun sungai tak lagi bisa dialirkan ke sawah-sawah.

Dahulu kala, kata Gito, petani guyub rukun membantu mengalirkan air dari sungai sebab jatah aliran air kadang-kadang hanya dua hari menuju satu arah kawasan sawah. Begitu seterusnya. 

Tanpa gotong royong, air tak bisa mendukung kegiatan bertani mereka. Cerita soal tugas Darma Tirta itu kini tersisa di ingatan Gito. Kisah berganti kegiatan petani membeli bahan bakar untuk menggerakkan mesin pompa air demi mengairi sawah pada masa tertentu.

Masalah air sebenarnya tak sekadar muk-muk cung. Krisis air sedang dihadapi dunia. Direktur United Nations University Institute for Water Environment and Health (UNU-INWEH), Kaveh Madani, melalui laman PBB, menjelaskan dunia sudah bangkrut soal air.

Saat memberikan kuliah di Institut Pertanian Bogor, Senin (7/7/2025), Madani mendesak warga memikirkan ulang tentang air.

"Air permukaan seperti rekening giro yang dimaksudkan untuk penggunaan rutin, sementara air tanah sebagai rekening tabungan yang seharusnya hanya disadap di atas tingkat pengisian dalam keadaan darurat," kata Madani.

Sederhananya, Madani mengingatkan orang banyak hidup dari rekening tabungan tanpa rencana untuk membayar utang tersebut. Tentu saja ini pernyataan yang tak menyindir, namun menampar bagi publik di negeri ini.

Negara ini memiliki populasi besar yang bergantung pada pertanian, perikanan, dan tenaga air. Menurut data yang dikemukakan Madani, pengambilan air tanah secara berlebihan di Jawa, penurunan tanah di Jakarta, penggundulan hutan yang memengaruhi siklus hidrologi di Sumatra dan Kalimantan, serta perubahan pola curah hujan di seluruh negeri adalah tantangan utama terkait air yang harus diatasi.

Pendapat Madani itu terlalu elite bagi Gito dan kawan-kawan di warung sederhana milik Mariyem. Isu air itu semestinya dipahami betul pemerintah, warga dengan tingkat intelektualitas yang cukup, serta anak muda yang bakal mewarisi negeri ini pada masa mendatang.

Belum lama ini, Presiden Prabowo Subianto menyebut apabila urusan perut aman maka negara stabil. Ia terlihat getol menggenjot produktivitas pangan dengan berbagai program ketahanan pangan.

Ketahanan pangan tak hanya menjadi isu sentral di negeri ini. Pada 23 Juni 2025, Rusia merilis Resolusi Nomor 929. Isinya soal perpanjangan larangan sementara ekspor beras, gabah, dan benih padi. 

Resolusi itu berlaku pada 1 Juli 2025 hingga 31 Desember 2025. Perpanjangan larangan ekspor beras dan gabah hingga benih padi itu didasari kondisi perang tarif.

Menyimak sederet kisah soal air, sawah, dan ketahanan pangan tersebut bisa disimpulkan bukan hanya masalah loe atau masalah gue.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 16 Juli 2025. Penulis adalah Manajer Konten Solopos Media Group)

Sentimen: neutral (0%)