Sentimen
Undefined (0%)
15 Jul 2025 : 16.43
Informasi Tambahan

Institusi: UNAIR, Universitas Airlangga

Kab/Kota: Surabaya

Tokoh Terkait

Dosen UNAIR Soroti Nama RS di Jabar Diganti Pakai Nama Lokal

15 Jul 2025 : 16.43 Views 17

Espos.id Espos.id Jenis Media: News

Dosen UNAIR Soroti Nama RS di Jabar Diganti Pakai Nama Lokal

Esposin, SURABAYA -- Gubernur Jawa Barat (Jabar), Kang Dedi Mulyadi (KDM) kembali menuai perhatian publik setelah mengganti nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al-Ihsan menjadi Welas Asih. Perubahan ini dimaksudkan untuk menghidupkan kearifan lokal pada bidang kesehatan. Perubahan ini sontak menuai berbagai reaksi publik dari pro hingga kontra.

Menanggapi kebijakan ini, dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Listiyono Santoso SS M Hum buka suara. Menurutnya kebijakan tersebut merupakan suatu simbol kenetralan ruang publik memiliki simbol kelokalan dan lebih menunjukkan sisi universal di masyarakat. 

Visi Kebudayaan

Listiyono menyebut dan berspekulasi kalau kebijakan tersebut lebih pada perspektif kebudayaan. Berbagai istilah untuk ruang publik akan terlihat lebih dekat dengan suasana kebatinan masyarakat lokal, jika menggunakan istilah yang bersumber dari kelokalan. 

Bukan soal urgensi atau tidak, melainkan lebih berkaitan dengan visi kebudayaan dari KDM sebagai orang Sunda.

“Dalam hal ini dimaksudkan agar nilai kelokalan dari suku Sunda sebagai penduduk di Jawa Barat dapat muncul di ruang publik. Hal serupa sudah pernah terjadi pada masa pemerintahan Gus Dur yang mana ada istilah pribumisasi yang merujuk pada melekatkan identitas kelokalan agar dapat muncul di ruang publik,” ungkapnya.

Persoalan Keagamaan

Listiyono menambahkan, setiap gedung milik negara merupakan ruang publik yang sebenarnya bersifat netral. Akan lebih baik jika menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dalam penamaannya, namun inisiasi untuk lebih menguatkan lokalitas sesuai kondisi kultural masyarakat juga tidak menjadi masalah. 

“Sesungguhnya kebijakan ini juga bukan berarti mengabaikan unsur-unsur keagamaan. tapi karena yang memunculkan KDM, maka isu ini bisa jadi akan dibawa ke dalam isu keagamaan. Seharusnya, memahaminya harus lebih luas dalam konteks visi kebudayaan seorang pemimpin,” ungkapnya. 

Berkaca pada beberapa dekade sebelumnya, tepatnya pada era 60-an, Listiyono menyebut adanya fenomena perubahan nama pondok pesantren. Awalnya pondok pesantren diberi nama dengan menggunakan nama daerahnya namun diubah menjadi nama bernuansa arab karena adanya fenomena kebudayaan yang wajar.

“Segala sesuatu milik publik, milik bersama, dan milik negara harus bersifat netral dan tidak boleh menunjukkan identitas yang berpihak pada suatu golongan tertentu. Kebijakan KDM ini menunjukkan agar masyarakat Jawa Barat dapat memiliki rasa memiliki fasilitas publik secara penuh tanpa terikat identitas golongan tertentu,” pungkasnya. (NA)

Sentimen: neutral (0%)