Disdikbud Boyolali Teken SE Larangan Jual-Beli Seragam di Sekolah, Simak Isinya
Espos.id
Jenis Media: Solopos

Esposin, BOYOLALI — Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Boyolali mengeluarkan surat edaran (SE) larangan soal jual-beli seragam di sekolah.
Hal tersebut tertuang dalam SE bernomor 400.3/103/4/2025 bertanda tangan Plt Kepala Disdikbud Boyolali, M. Arief Wardianta, tertanggal 4 Juli 2025.
SE tersebut bertuliskan tentang larangan menjual seragam sekolah dan perlengkapan bahan ajar serta pungutan langsung maupun tidak langsung kepada peserta didik pada satuan pendidikan.
SE tersebut berdasarkan tiga aturan di atasnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 181 huruf a, b, c dan d.
Lalu, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 50 Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Pasal 12 ayat 1 dan Pasal 13, dan Edaran Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Tengah Nomor B/336/PC.01-14/VII/2024 perihal Imbauan Larangan Pungutan pada Satuan Pendidikan.
Terdapat empat nomor yang dituliskan untuk menindaklanjuti peraturan yang menjadi acuan. Dikutip Espos pada Jumat (11/7/2025). Berikut perinciannya:
1. Pendidik dan tenaga kependidikan baik perorangan maupun kolektif, dilarang:
- menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, ataupun bahan pakaian seragam di satuan pendidikan;
- memungut biaya dalam memberikan bimbingan belajar atau les kepada peserta didik di satuan pendidikan;
- melakukan segala sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung yang mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik;
- melakukan pungutan kepada peserta didik baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
2. Pengadaan pakaian seragam sekolah menjadi tanggung jawab orang tua atau wali peserta didik.
3. Dalam pengadaan pakaian seragam, sekolah tidak boleh mengatur kewajiban dan/atau memberikan pembebanan kepada orang tua atau wali peserta didik untuk membeli pakaian seragam sekolah baru pada setiap kenaikan kelas dan/atau penerimaan peserta didik baru.
4. Satuan Pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dilarang melakukan pungutan yang menetapkan jumlah nominal atau batas waktu kepada peserta didik.
Sebelumnya, pada 2 Juli 2025, Kabid SMP Disdikbud Boyolali, Mulyono, menegaskan tidak boleh ada jual-beli seragam di sekolah.
“Tidak ada imbauan mewajibkan orang tua membeli seragam. Secara aturan memang sudah dilarang. Bahwa sekolah dilarang untuk menjual seragam, kedua, menjual buku pendamping,” kata Kepala Bidang (Kabid) SMP Disdikbud Boyolali, Mulyono, saat ditemui di kantornya, Rabu (2/7/2025).
Kaitannya dengan seragam, Mulyono mengatakan hal tersebut tidak terkait dengan SPMB atau Sistem Penerimaan Murid Baru. Ia mengatakan proses SPMB berakhir di tahapan daftar ulang.
Setelah itu, sekolah mulai memasukkan siswa ke dapodik dan sosialisasi soal aturan pemakaian seragam di setiap hari sekolah.
“Untuk pengadaannya [seragam], sepenuhnya diserahkan orang tua. Mau menggunakan seragam milik kakak kelas yang sudah lulus, silakan. Mau membeli di luar juga silakan, yang jelas, kami berharap ketika sekolah sudah ada panduan seragam hari Senin-Sabtu, anak-anak juga menyesuaikan seragamnya,” jelas dia.
Ia mempersilakan orang tua membeli baru atau mendapatkan dari kakak kelas. Namun, ia meminta nantinya anak tetap berseragam saat sekolah entah dari beli atau mendapatkan dari orang lain.
Lebih lanjut, Mulyono mengatakan sempat ada informasi aduan jual-beli seragam di salah satu SMP negeri di Banyudono. Ia pun mengonfirmasikan hal tersebut ke kepala sekolah.
“Informasi dari kepala sekolah, tidak mewajibkan membeli. Bahkan ada orang tua yang membeli. Kemudian ada orang tua yang menggunakan seragam lama. Itu jawaban sekolah seperti itu,” kata dia.
Dia menjelaskan terdapat pula perincian soal harga seragam hingga buku yang dibayar. Dalam rincian tersebut, lanjutnya, ada harga seragam, buku literasi, buku paket, dan jaket atau blazer sekolah. Sekali lagi, Mulyono mengatakan Disdikbud tidak mewajibkan orang tua untuk membeli seragam maupun buku.
“Kalau rincian itu mungkin ada penawaran dari luar yang disampaikan ke sekolah atau orang tua. Kalau ada buku LKS, seragam, itu, kalau informasi dari sekolah misal orang tua kesulitan mencari seragam anaknya, o saya masih beli ini saja, itu diperbolehkan, nyomot [tidak semua] gitu boleh,” kata dia.
Rincian Buku dan Jaket Almamater
Sementara itu, salah satu wali murid dari siswa baru di salah satu SMPN di Banyudono yang enggan disebutkan namanya mengatakan saat wali murid siswa baru dikumpulkan mendapatkan rincian hal yang harus dibayar seperti buku literasi 1 tahun Rp590.000, buku paket Rp521.550, jaket almamater Rp250.000, dan seragam Rp1,3 juta.
“Kemarin diminta membayarnya dalam waktu empat hari sejak diberitahukan Rabu [25/6/2025], terus Senin [30/6/2025] kemarin yang seragam dan buku literasi harus lunas. Awalnya seragam Rp1,2 juta, tapi pas mau bayar tiba-tiba naik jadi Rp1,3 juta, uang saya kurang, dicicil enggak bisa, jadi akhirnya belum lunas, baru yang buku literasi yang lunas,” kata dia.
Ia pun diberi nota untuk buku yang dibayar, akan tetapi dari nota yang ada tidak tertulis peruntukan atau instansi yang membuat. Yang tercantum di nota hanya nomor, diterima dari, jumlah ulang, dan tanda tangan penerima.
Dia menambahkan seragam pun jika mengambil tidak di dalam sekolah tapi di area samping sekolah. Namun, ia tidak diberitahu siapa yang mengadakannya. Namun saat dirinya bertanya ke orang yang di lokasi apakah wajib membeli, dikatakan wajib.
Padahal, menurut sepengetahuannya seragam boleh membeli di luar atau mencari bekas dari kakak kelas yang telah lulus dan tidak terpakai.
Menurutnya hal tersebut sangat membebani karena seragam tersebut masih berbentuk kain. Berarti, menurut dia, nantinya akan ada pula ongkos untuk jahit. Sehingga, biaya seragam lebih mahal.
Untuk buku paket dan jaket almamater, lanjut dia, boleh dibayarkan setelah barangnya sudah ada.
“Harapannya aturannya yang benar ditegakkan, semisal memang harus beli ya diberikan waktu nyicil, kasih kelonggaran. Atau misal diperbolehkan membeli sebagian saja, sehingga tidak membebani orang tua,” kata dia.
Sentimen: neutral (0%)