Sentimen
Undefined (0%)
25 Jun 2025 : 19.47
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Demak, Dukuh, Klaten, Ponorogo

Mengenang Kiai Abdul Qohhar, Ulama Kharismatik dari Tanah Gersang Bayat Klaten

25 Jun 2025 : 19.47 Views 34

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Mengenang Kiai Abdul Qohhar, Ulama Kharismatik dari Tanah Gersang Bayat Klaten

Esposin, KLATEN – Kiai Abdul Qohhar menjadi sosok ulama kharismatik yang jejak perjuangannya masih dikenang hingga kini meski sudah wafat ratusan tahun silam. Tak hanya menjadi guru bagi warga di wilayah Desa Wiro, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, ulama asal Jawa Timur itu menjadi penasihat spiritual bagi Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Tak hanya satu raja, Kiai Abdul Qohhar menjadi guru raja keraton mulai dari Sinuhun Paku Buwono (PB) IV hingga PB IX.

Salah satu keturunan keenam Kiai Abdul Qohhar, Supono, mengungkapkan mendiang Kiai Abdul Qohhar berasal dari Ponorogo, Jawa Timur. Ulama itu tinggal di wilayah yang kini bernama Dukuh Ngruweng, Desa Wiro, Kecamatan Bayat atas inisiatif sendiri ketika diminta memilih tanah yang hendak ia tinggali.

“Oleh Sinuhun Paku Buwono saat itu, beliau diminta memilih tempat di mana tinggal. Beliau kemudian memilih daerah gersang tetapi ada sumber airnya. Dalam arti airnya bisa untuk wudu, untuk kegiatan agama. Makanya di sini dulu disebut Bumi Mutihan dari Keraton Surakarta. Hanya, setelah 1960an, ini dikembalikan ke negara,” kata Supono, Minggu (15/6/2025).

Supono mengungkapkan sebutan nama perkampungan dengan istilah Ngruweng juga tak terlepas dari Kiai Abdul Qohhar. Ada beberapa versi soal penamaan daerah tersebut.

Namun, versi yang paling kerap disebut yakni sejarah kawasan itu yang kerap menjadi daerah pembegalan.

“Dulu, setiap dari Bayat ke Demak itu lewatnya sebelah barat Kampung Ngruweng. Kemudian sering kali ada begal masuk ke kampung ini. Maka Eyang Adul Qohhar yang dari Jawa Timur menyampaikan, desa kok saben dino enek wong ngruweng wae [desa kok setiap hari ada orang ribut]. Itu bahasa-bahasa Jawa Timur. Oleh karena itu, kampung ini dinamakan Ngruweng,” kata Supono.

Kondisi daerah yang rawan itu pula menjadi alasan lain Kiai Abdul Qohhar memilih tinggal di tanah tandus tersebut. Tujuannya, agar kondisi jalan tersebut tak lagi menjadi daerah gawat.

Salah satu jejak peninggalan Kiai Abdul Qohhar yakni sendang yang bersebelahan dengan masjid. Sendang itu menjadi tempat bagi Kiai Abdul Qohhar menyampaikan ilmunya kepada Raja Keraton Kasunanan Surakarta. Di tengah sendang, terdapat pulau kecil.

“Ketika memberikan ilmunya kepada sinuhun itu diharapkan di tengah samudera agar ilmu yang diberikan Eyang Abdul Qohhar tidak didengar orang lain. Namun karena Kampung Ngruweng ini jauh dari samudera, Eyang Abdul Qohhar menciptakan ini dan di tengahnya dikasih tanah yang kemudian dinamai pulau,” kata Supono.

Supono mengungkapkan Kiai Abdul Qohhar wafat pada tahun 1840an Masehi. Sebagai bentuk penghormatan sekaligus mengingat kembali ajaran-ajaran ulama kharismatik itu, warga Wiro menggelar peringatan Haul Agung Kiai Abdul Qohhar.

Salah satu rangkaian kegiatan yakni kirab diikuti pasukan bregodo serta abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta hingga warga setempat. Selain kirab, mereka melafalkan zikir tahlil hingga doa bersama.

Sentimen: neutral (0%)