Sentimen
Informasi Tambahan
Brand/Merek: Starbucks
Event: Pilkada Serentak
Kab/Kota: Seoul
Tokoh Terkait
Jelang Pilpres Korea Selatan, Starbucks Larang Pelanggan Pakai Nama Politikus
Espos.id
Jenis Media: Dunia

Espos.id, SEOUL - Netralitas selalu jadi isu tiap pemilu, entah pemilu presiden atau pilpres, pemilu legislatif, atau pilkada. Jangan sembarangan pakai gestur tangan atau jari, jangan sebut nomor atau angka, apalagi menyebut nama. Hal serupa sedang terjadi di Korea Selatan yang bakal menggelar pilpres, di mana isu netralitas bahkan sampai ke level yang lebih ekstrem, sampai-sampai kedai kopi terkenal Starbucks melarang pembeli menggunakan nama para politikus yang sedang "nyalon" untuk pilpres.
Sesuai standar di Starbucks, barista akan menyerukan nama pemesan jika pesanannya sudah selesai. Nah, seperti diberitakan BBC, Jumat (23/5/2025), belakangan ini ketika situasi politik Korsel memanas gara-gara Presiden Yoon Suk Yeol menerbitkan dekrit darurat militer yang memicu krisis politik yang akhirnya membuat Presiden Yoon dilengserkan dari jabatannya, orang-orang pun memanfaatkan kebiasaan di Starbucks ini untuk mengungkapkan sikap politik mereka.
Misalkan saja ada yang memesan minuman dengan nama "Tangkap Yoon Suk Yeol!" atau "Lee Jae Myung [pemimpin oposisi] Mata-mata Asing!" Barista Starbucks pun mau tak mau harus menyerukan nama-nama itu di depan umum. Makanya kemudian dengan alasan "menjaga netralitas politik di tengah musim pemilu" seperti disampaikan dalam pernyataan resminya, Starbucks mengumumkan melarang enam nama capres untuk dipakai memesan minuman atau menu lain di kedainya. Starbucks menyatakan pula bahwa pelarangan ini akan dicabut setelah pilpres digelar 3 Juni mendatang.
Enam nama capres yang dilarang dipakai itu adalah Lee Jae Myung, Kim Moon-soo, Lee Jun-seok, Kwon Young-kook, Hwang Kyo-ahn, dan Song Jin-ho.
Langkah Starbucks ini menurut sejumlah orang "lebay." "Kok jadi kayak sesensitif itu? Berlebihan deh. Bagaimana coba kalau ada yang namanya memang mirip dengan para capres itu," ujar Jang Hye-mi, 33. Ji Seok-bin, 27, yang biasa menyambangi Starbucks, menilai aturan pelarangan nama itu "terlalu remeh." Namun dia mengakui bisa memahami alasannya. "Sejak Presiden Yoon dilengserkan, saya jadi ogah bicara soal politik. Rasanya perpecahan politik sekarang ini begitu dalam sampai-sampai obrolan enteng aja bisa berkembang jadi perdebatan," katanya.
Starbucks tak sendirian soal upaya menjaga netralitas ini. Mesin pencari utama di Korsel, Naver, sudah mengambil langkah menonaktifkan sementara kemampuan memunculkan nama dan saran pencarian otomatis yang terkait dengan para capres itu. Hal ini biasa mereka lakukan di musim pemilu. Sementara kalau mencari di Google untuk nama salah satu capres, Lee Jae Myung, memunculkan kalimat antara lain "pengadilan Lee Jae Myung" yang berkait dengan sejumlah kasus kriminal yang menjeratnya.
Para pesohor dan figur publik juga berupaya netral karena selama ini mereka memang diharapkan tidak berpihak secara politik ke siapa pun atau mana pun. Bahkan pakaian yang mereka kenakan di musim pemilu jadi bahan pengamatan. Mengenakan pakaian berwarna dominan merah atau biru yang terkait dengan warna khas Partai Demokrat (DP) yang berhaluan liberal atau Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang konservatif bisa memicu reaksi negatif warganet di dunia maya.
Saat pilpres 2022 silam, Kim Hee-chul dari grup K-pop Super Junior sempat dituduh jadi pendukung PPP karena dia terlihat tampil mengenakan sandal merah. Untuk cari aman, tahun lalu saat menjelang pemilu parlemen, Shinji, vokalis utama trio Koyote, mengunggah foto hitam putih dirinya di Instagram saat berolahraga. Dalam keterangan unggahannya dia menyebut sengaja mengunggah foto hitam putih setelah menyadari warna celana olahraganya yang bisa dikaitkan dengan partai tertentu."Lucu, tapi juga menyedihkan," katanya.
Sentimen: neutral (0%)