Sentimen
Positif (100%)
25 Apr 2025 : 21.13
Informasi Tambahan

Agama: Islam

BUMN: Pegadaian

Institusi: MUI

Cara Investasi Emas Sesuai Syariah Islam, Bolehkah Beli Dicicil?

25 Apr 2025 : 21.13 Views 18

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Ekonomi

Cara Investasi Emas Sesuai Syariah Islam, Bolehkah Beli Dicicil?

PIKIRAN RAKYAT - Investasi emas telah lama menjadi pilihan banyak pihak karena kestabilannya dalam jangka panjang. Namun, dalam konteks Islam, muncul pertanyaan penting: apakah investasi emas, khususnya melalui skema cicilan, sesuai dengan prinsip-prinsip syariah? Untuk menjawabnya, perlu memahami landasan fiqih, praktik perbankan syariah, serta fatwa yang telah dikeluarkan otoritas terkait.

Skema Cicilan Emas di Perbankan Syariah

Sejumlah bank syariah di Indonesia menawarkan produk cicilan emas atau Pembiayaan Kepemilikan Emas (PKE). Produk ini memungkinkan nasabah memiliki emas batangan melalui pembayaran bertahap menggunakan akad murabahah, yaitu akad jual beli dengan kesepakatan harga dan margin keuntungan yang jelas sejak awal.

Dalam praktiknya, bank membeli emas dari pihak ketiga kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga yang disepakati. Emas tersebut biasanya langsung dimiliki oleh bank secara prinsip sebelum dijual ke nasabah, dan dapat dititipkan kembali ke bank sebagai penitipan atau rahn.

Dasar Hukum dalam Islam

Dasar hukum terkait jual beli emas secara tidak tunai terdapat dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 77/DSN-MUI/VI/2010. Fatwa ini memperbolehkan jual beli emas secara tidak tunai selama emas tersebut diperlakukan sebagai komoditas, bukan alat tukar.

Pandangan ini didasarkan pada pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i yang menilai bahwa emas dalam hadis Nabi Muhammad SAW hanya dipandang sebagai alat tukar jika memang digunakan sebagai uang.

Akan tetapi pada saat ini, emas tidak lagi berperan sebagai alat pembayaran resmi. Oleh karena itu, ketentuan hukum riba sebagaimana disebutkan dalam hadis seputar pertukaran emas dan perak secara tunai tidak lagi berlaku pada emas sebagai komoditas.

Sebagaimana dalam hadis riwayat Muslim:

"Emas dengan emas, perak dengan perak... harus setara dan tunai. Jika jenisnya berbeda, maka jual beli boleh dilakukan selama secara tunai."
— (HR Muslim, dari Ubadah bin ash-Shamit)

Hadis ini menjadi dasar larangan riba dalam pertukaran antar amwal ribawiyah (barang ribawi), tetapi hanya berlaku ketika emas berperan sebagai uang. Maka, dengan status emas saat ini sebagai sil’ah (komoditas), transaksi jual belinya dapat dilakukan secara kredit.

Kontroversi dan Perbedaan Pendapat Ulama

Meskipun DSN-MUI membolehkan skema ini, terdapat kritik dari sebagian kalangan terhadap fatwa tersebut. Fatwa DSN-MUI dinilai menyimpang dari pandangan jumhur ulama (empat mazhab utama) yang mewajibkan transaksi emas dilakukan secara tunai.

Namun, DSN-MUI berlandaskan ijtihad dari Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah yang menyatakan bahwa apabila emas tidak lagi digunakan sebagai alat tukar dan telah menjadi komoditas, maka tidak harus berlaku ketentuan tunai dalam pertukaran.

Pandangan ini juga sejalan dengan perkembangan ekonomi kontemporer, di mana emas telah kehilangan fungsinya sebagai mata uang. Sebagai konsekuensi, transaksi pembiayaan emas dengan akad murabahah dan pembayaran secara angsuran dianggap sah secara syariah oleh DSN-MUI.

Investasi Emas di Pegadaian Syariah

Selain bank, Pegadaian juga menawarkan layanan Cicil Emas yang berbasis syariah. Layanan ini memanfaatkan akad rahn (gadai), di mana emas yang dicicil dijadikan sebagai barang jaminan utang. Nasabah dapat membeli emas batangan secara cicilan dan menitipkannya di Pegadaian selama masa cicilan berjalan.

Akad rahn diakui sah dalam Islam, bahkan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Diriwayatkan oleh Aisyah RA:

"Nabi Muhammad SAW membeli bahan makanan dari seorang Yahudi dengan cara hutang dan menggadaikan baju besinya."
— (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam praktik rahn, barang jaminan (marhun) tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima gadai (murtahin), kecuali dengan izin pemberi gadai (raahin) dan sebatas untuk menutup biaya perawatan barang.

Syarat-Syarat Syariah dalam Transaksi Cicil Emas

Agar transaksi cicilan emas tetap sah menurut syariah, terdapat beberapa ketentuan yang wajib dipenuhi:

Emas yang dijual harus wujud (ada secara nyata) dan telah dimiliki oleh penjual sebelum dijual ke pembeli. Penjual wajib menjelaskan akad yang digunakan, apakah itu murabahah atau rahn, dan margin keuntungan harus diketahui oleh kedua belah pihak sejak awal. Barang yang digadaikan harus sah secara hukum syariah, bukan hasil rampasan, pinjaman, atau barang fiktif. Penyerahan emas atau jaminannya harus jelas, baik secara fisik maupun legal, agar transaksi sah secara hukum. Bolehkan Cicil Emas dalam Islam?

Secara umum, investasi emas dengan skema cicilan diperbolehkan dalam Islam selama memenuhi ketentuan fiqih muamalah yang berlaku. Pembiayaan emas melalui akad murabahah maupun rahn dinilai sah dan bebas dari unsur riba, jika:

Emas diperlakukan sebagai barang komoditas, bukan alat pembayaran. Transaksi dilakukan secara transparan dengan kesepakatan harga dan margin yang jelas. Kepemilikan emas berada di tangan penjual sebelum dijual ke pembeli.

Fatwa DSN-MUI membuka ruang bagi umat Islam untuk berinvestasi secara lebih fleksibel, meski tidak lepas dari kritik akademis. Sebagaimana ijtihad lainnya, pendapat ini sah untuk diikuti selama tetap dalam koridor syariah dan dimaksudkan untuk kemaslahatan.

Investasi emas syariah bukan hanya sekadar instrumen finansial, tetapi juga bagian dari ikhtiar menjaga keberkahan harta dengan tetap mematuhi ketentuan agama.***

Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

Sentimen: positif (100%)