Sentimen
Negatif (99%)
12 Feb 2025 : 10.36
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Bekasi, Kebagusan

Kasus: HAM, korupsi, Tipikor

Partai Terkait

Kasus Hasto Diduga Jadi Alat Barter Politik dari PDIP kepada Pemerintahan Prabowo - Halaman all

12 Feb 2025 : 10.36 Views 10

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Nasional

Kasus Hasto Diduga Jadi Alat Barter Politik dari PDIP kepada Pemerintahan Prabowo - Halaman all

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk melanjutkan kasus yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

Pasalnya, kasus tersebut tidak boleh hanya sekadar menjadi alat kekuasaan saja.

Pengamat politik, Dedi Kurnia Syah, mengatakan lembaga anti rasuah diminta untuk keluar dari nuansa politik dengan mengusut tuntas siapa pun orang yang berada di lingkup kekuasaan atau partai politik.

"Segera lakukan pengusutan kasus krusial, utamanya terkait kasus Hasto karena skandal ini dekat dengan wacana politik. Jangan sampai KPK hanya sebatas alat kekuasaan. Membuktikan kemandirian KPK hanya bisa dilalui dengan kerja profesional, siapapun yang sedang berurusan dengan KPK harus segera diselesaikan, tidak terlunta-lunta,” ujar Dedi saat dikonfirmasi, Rabu (12/2/2025).

Menurutnya, penyelesaian kasus Hasto dan Harun Masiku akan menjadi pertaruhan bagi KPK dalam mengembalikan marwah institusi yang bebas dari intervensi politik.

Dedi menduga kasus Hasto menjadi alat barter politik dari PDIP kepada pemerintah.

Yakni, Hasto bisa diselamatkan dengan imbalan PDIP mendukung pemerintahan Presiden Prabowo.

“Presiden Prabowo juga punya kebutuhan mendesak KPK bekerja dengan benar. Jika tidak, Prabowo akan dianggap mengamini kerja lambat KPK dan bisa jadi sasaran publik untuk tidak percaya pada pemerintah terkait pemberantasan korupsi,” jelasnya.

Lebih lanjut, Dedi berharap pegusutan kasus tersebut juga bisa menjadi momentum KPK bisa bangkit dari keterpurukan di era kepemimpinan Firli Bahuri.

“KPK dalam rentang kepemimpinan Firli alami masa buruk, mayoritas publik tidak percaya, dan akan berimbas pada komisioner saat ini jika tidak ada pergerakan lebih baik,” pungkasnya.

2 Status Tersangka Hasto

Untuk diketahui, Hasto Kristiyanto telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus yang melibatkan buronan eks calon anggota legislatif PDIP Harun Masiku.

Pertama, Hasto bersama advokat PDIP bernama Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka kasus dugaan suap mengenai penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019–2024.

Kedua, Hasto ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice.

Adapun suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW.

Caranya adalah dengan menyuap komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp600 juta.

Suap itu dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio Fridelina dan juga Wahyu Setiawan.

Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.

Tak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Harun Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan–seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya–untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam ponselnya dalam air dan segera melarikan diri.

Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Harun Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan gawai milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.

Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b dan Pasal 21 atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam perkembangannya, KPK mencegah Hasto Kristiyanto dan mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly bepergian ke luar negeri selama enam bulan.

Pada Selasa, 7 Januari 2025, tim penyidik juga sudah menggeledah dua rumah Hasto di Bekasi, Jawa Barat dan Kebagusan, Jakarta Selatan.

Dari sana penyidik menyita alat bukti surat berupa catatan dan barang bukti elektronik.

Sentimen: negatif (99.8%)