Sentimen
Positif (49%)
31 Jan 2025 : 01.00
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Indonesia

Kab/Kota: Demak, Tangerang

Partai Terkait
Tokoh Terkait

Arief Poyuono: Abrasi di Tangerang Tak Pernah Dinyatakan Bencana Alam

31 Jan 2025 : 01.00 Views 14

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

Arief Poyuono: Abrasi di Tangerang Tak Pernah Dinyatakan Bencana Alam

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Elite Partai Gerindra, Arief Poyuono, menyoroti persoalan abrasi di Pantura Tangerang dan tanah musnah di Demak yang hingga kini tidak pernah dinyatakan sebagai bencana alam oleh pemerintah.

Menurutnya, salah satu penyebab tanah musnah adalah bencana alam, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

Namun, ia mempertanyakan mengapa sejak dulu hingga sekarang, abrasi di kawasan Pantai Utara Tangerang tidak pernah mendapatkan status bencana alam dari pemerintah.

"Sampai sekarang, abrasi di Pantura Tangerang tidak pernah dinyatakan status bencana alam oleh Pemerintah. Sama dengan lahan musnah di Demak," ujar Poyuono di X @bumnbersatu (30/1/2025).

Lebih lanjut, Poyuono juga menyoroti kecenderungan investor, baik asing maupun lokal, serta pejabat negara yang lebih tertarik berinvestasi di sektor pertambangan dibandingkan dengan pengembangan properti.

"Enga butuh buruh banyak, untung gede, kerjanya tinggal keruk-keruk tanah jual dapat duit," cetusnya.

Poyuono bilang, berbeda dengan properti, keuntungan di sektor tambang jauh lebih besar dan cepat.

"Beda investasi pengembangan properti untung dikit jualnya lama. Jadi wajar enga yang tertarik di IKN," Poyuono menuturkan.

Sementara investasi properti lebih membutuhkan waktu lama untuk memperoleh hasil.

Ia juga menyinggung pengusaha tambang asal Singapura, Dato’ Dr. Low Tuck Kwong, pemilik Bayan Resources, yang disebutnya bisa menikmati keuntungan besar tanpa perlu turun tangan langsung.

"Pegawainya orang Indonesia keruk-keruk tanah dapat Batubara, ekspor bayarannya dari buyer di Bank Singapore," tandasnya.

Sebelumnya diketahui, ancaman abrasi di pantai utara Pulau Jawa disebut semakin mengkhawatirkan.

Data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2015 mencatat bahwa setidaknya 400 kilometer garis pantai di Indonesia telah terkikis abrasi.

Dari total garis pantai sepanjang 745 kilometer, 44 persen telah hilang, termasuk di pesisir Tangerang.

Dalam rentang waktu 1995 hingga 2015, sebanyak 579 hektare lahan telah lenyap akibat abrasi.

Jurnal dari Departemen Geografi Universitas Indonesia berjudul 'Monitoring Perubahan Garis Pantai untuk Evaluasi Rencana Tata Ruang dan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Tangerang' mengungkap bahwa seluruh desa di pesisir Tangerang mengalami abrasi atau akresi selama satu dekade terakhir.

Desa Kohod tercatat memiliki laju dan luas akresi tertinggi, yaitu 31,41 meter per tahun dengan luas 55,51 hektare.

Sementara itu, Desa Tanjung Burung mengalami laju abrasi tertinggi sebesar -23,12 meter per tahun, sedangkan luas abrasi tertinggi terjadi di Desa Ketapang, yakni 27,65 hektare.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, membenarkan data tersebut.

Menurutnya, laju abrasi pantai cukup besar, mencapai 200 hingga 500 meter dalam 10 tahun terakhir.

“Sangat terlihat daerah-daerah yang mangrove-nya sudah tidak terjaga, sangat riskan tergerus dalam luasan yang cukup signifikan,” ujarnya kepada wartawan, beberapa waktu lalu.

Hasil citra satelit di Pantai Anom, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, periode 2009-2025 menunjukkan dampak abrasi yang luar biasa.

Pada 2009, kawasan itu masih memiliki daratan dan hamparan sawah. Namun, sejak 2014, perubahan drastis mulai terlihat, dengan garis pantai semakin mendekati pemukiman.

Pada 2022, titik yang bertuliskan "Pantai Anom" di citra satelit sudah berada di laut, bukan lagi di daratan seperti tahun-tahun sebelumnya.

Kondisi ini semakin jelas pada 2024 dan terbaru pada 24 Januari 2025, di mana lokasi yang dulu merupakan pantai kini berada di tengah laut, bertepatan dengan posisi Pagar Laut yang viral di media sosial.

Situasi ini semakin membuat masyarakat was-was, terutama setelah BMKG mengeluarkan peringatan tentang potensi banjir rob yang mengancam pesisir pantai utara Pulau Jawa.

(Muhsin/fajar)

Sentimen: positif (49.2%)