Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UIN
Kab/Kota: Sleman, Yogyakarta
Pemohon Uji Materi Presidential Threshold ke MK Ternyata Mahasiswa UIN Jogja
Espos.id Jenis Media: News
Esposin, SLEMAN -- Permohonan gugatan atas Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) soal presidential threshold yang akhirnya dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (2/1/2025) ternyata diajukan oleh empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Jogja.
Adapun empat mahasiswa tersebut adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Pemohon I, Enika Maya Oktavia, mengatakan permohonan uji materi/judicial review yang mereka lakukan berawal dari kompetisi debat yang digelar Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI 2023. Ketika masuk babak final, Enika dan tim memperdebatkan Presidential Threshold 20%.
Menurutnya, dengan ketentuan itu, pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berkontestasi dalam Pemilu terlalu sedikit dan tidak dapat mengakomodir preferensi pemohon sebagai seorang pemilih.
Enika menambahkan dia dan ketiga temannya sebagi pemohon hadir untuk memperjuangkan hak sebagai pemilih, bukan memperjuangkan partai kecil agar dapat ikut kontestasi.
“Pemilih seperti kita saat ingin mengajukan judicial review UU Pemilu kan tidak bisa. MK mengaku kita tidak punya legal standing. Tapi kemudian ada putusan MK 90 yang menyatakan pemilih juga punya legal standing. Dari situ, kami mulai membuat draft permohonan di Februari 2024,” katanya sebagaimana dikabarkan Harianjogja.com.
Enika menilai Pasal 222 Undang-Undang (UU) No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, namun juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable.
Tiga unsur terakhir tersebut menjadi dasar kuat bagi Enika, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna mengajukan uji materi.
Itu kami elaborasi dnegan keadaan Pilpres 2024, sehingga hasilnya seperti sekarang. Kami tegaskan perohonan kami tidak mendapat intervensi dari manapun. Ini murni perjuangan akademik dan perjuangan advokasi konstitusional.
“Kami ini subjek demokrasi dan bukan objek, seharusnya legal standing kami diterima,” ucapnya.
Lebih jauh, Enika menjelaskan Pasal 222 UU Pemilu melanggar Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, karena bertentangan dengan asas pemilu periodik. Asas ini menuntut setiap pemilu berlangsung secara independen dan berdasarkan preferensi politik pemilih pada periode yang bersangkutan.
Sedangkan suara dari pemilu legislatif sebelumnya digunakan untuk menentukan syarat pencalonan presiden di pemilu berikutnya akibat presidential threshold. Hal ini menciptakan distorsi representasi karena tidak mencerminkan preferensi aktual pemilih pada saat pemilu berlangsung, yang seharusnya menjadi dasar proses demokrasi.
Pemohon juga menilai bahwa prinsip one man, one vote, one value telah disimpangi karena suara pemilih diberi bobot berbeda antar periode, sehingga merugikan pemilih.
Disinggung mengenai pengajuan permohonan pasca-Pilpres 2024, Enika menegaskan tekanan politik akan luar biasa besar mendekati Pilpres. Pasca-Pilpres, tekanan akan mengendur, sehingga MK tidak akan mendapat intervensi dalam menggagalkan permohonan.
“Perjuangan kami adalah perjuangan akademik, perjuangan advokasi konstitusional. Kami ingin kajian yang dilakukan MK tidak mendapat pengaruh buruk secara politik melainkan benar kajian akademik dan substansi hukum,” lanjutnya.
Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Dr Ali Sodiqin mengatakan pemohon mampu menemukan gap antara teori di bangku kuliah dengan realitas di masyarakat.
“Mereka kemudian menempuh jalan konstitusional melalui judicial review. Ini manifestasi kepedulian mahasiswa terkait sistem demokrasi yang berjalan,” kata Prof Ali.
Sentimen: neutral (0%)