Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Mencegah Pandemi Brain Rot
Espos.id
Jenis Media: Kolom
![Mencegah Pandemi Brain Rot](https://imgcdn.espos.id/@espos/images/2024/02/Dartim-Ibnu-Rushd.jpg?quality=60)
Mengutip studi yang dipublikasikan Journal of Behavioral Addictions terdapat beberapa dampak negatif dari penggunaan teknologi digital yang berlebihan hingga menjadi candu.
Berikut adalah beberapa hasil survei yang disebut pada jurnal tersebut sebagai indikasi dampak negatif kecanduan teknologi digital pada kemampuan literasi dan kecerdasan seseorang.
Pertama, kecanduan teknologi digital menyebabkan penurunan kemampuan literasi. Survei di Amerika Serikat menunjukkan 27% siswa sekolah menengah tidak dapat membaca dengan baik karena terlalu banyak menggunakan teknologi digital dan media sosial.
Kedua, kecanduan media sosial dapat menimbulkan kesulitan berinteraksi di dalam ruang-ruang sosial. Hal ini sesuai dengan studi di Inggris, misalnya, yang menemukan bahwa 60% remaja mengalami kesulitan berinteraksi sosial karena terlalu banyak menggunakan media sosial.
Mereka kesulitan berinteraksi di dunia nyata yang tidak selayaknya ketika berinteraksi di dunia maya. Ketiga, dampak lain kecanduan teknologi digital dan media sosial dapat menyebabkan peningkatan stres dan kecemasan bagi individu.
Penelitian di Australia menunjukkan 45% remaja mengalami stres dan kecemasan karena penggunaan teknologi yang berlebihan. Mereka menjadi lebih sering berhalusinasi dan menjadi sulit mengendalikan diri.
Generasi Z dan generasi milenial adalah generasi yang sangat terpengaruh oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, terutama media sosial. Kemajuan teknologi ini memang memberikan begitu banyak manfaat.
Sayangnya, kebiasaan menggunakan media sosial secara berlebihan ternyata dapat menyebabkan efek negatif pada perkembangan otak manusia. Terutama gangguan pada otak manusia berupa penurunan kecerdasan yang disebut brain rot.
Brain rot atau dikenal juga sebagai "pembusukan otak" adalah kondisi ketika kemampuan kognitif, analisis, dan memori serta mengingat individu menjadi menurun karena kebiasaan menggunakan teknologi digital secara berlebihan.
Kondisi ini dapat menyebabkan kesulitan dalam berpikir kritis, kepekaan mengambil keputusan sangat rendah, dan kemampuan memecahkan suatu masalah juga rendah.
Mengutip laman Kementerian Kesehatan, gejala-gejala brain rot dapat terlihat seperti adanya kesulitan berkonsentrasi dan memperhatikan detail, mengalami kesulitan dalam mengingat dan memahami informasi, sulit berpikir kritis dan mengambil keputusan, mengalami stres dan kecemasan, serta terlalu tergantung pada teknologi digital (kecanduan).
Penyebab brain rot saling berhubungan, antara satu penyebab dengan penyebab lainnya berhubungan. Misalnya penggunaan teknologi digital yang berlebihan dengan kurangnya aktivitas fisik dan olahraga.
Di sisi lain terjadi pola makan yang tidak seimbang pada individu. Kurang tidur dan istirahat serta stres dan tekanan kerja yang tinggi juga turut menyebabkan terjadinya fenomena ini.
Melihat beberapa penyebab tersebut, sebenarnya cara mencegah penurunan kinerja otak ini dapat dilakukan dengan memulai membatasi penggunaan teknologi digital. Melakukan aktivitas fisik dan olahraga secara teratur.
Mengatur pola makan dengan menu makanan yang seimbang. Memperhatikan agar tidur dan istirahat cukup. Tiap individu harus lebih sering melakukan praktik relaksasi dan meditasi untuk mereduksi tingkat stres yang tinggi.
Khusus bagi generasi Z dan generasi milenial agar dapat terhindar dari dampak buruk brain rot mulailah menggunakan aplikasi pengatur waktu layar, lakukan kegiatan-kegiatan berbasis outdoor, budayakan kembali membaca buku dan artikel.
Ditambah mengikuti kursus atau pelatihan lain yang lebih bermanfaat serta memulai mengatur gaya hidup sehat untuk menjaga keseimbangan. Brain rot adalah ancaman serius bagi generasi Z dan generasi milenial jika tidak diantisipasi dengan baik.
Dengan memahami gejala, penyebab, dan cara mencegah, kita berharap dapat menjaga kesehatan otak dan meningkatkan kemampuan kognitif atau kecerdasan kita. Mari kita waspada dan mengambil langkah-langkah antisipatif sebagai ikhtiar pencegahan.
Kecerdasan Autentik
Mengenai fenomena kecerdasan dan brain rot ini, saya teringat pada salah satu artikel yang pernah terbit di Solopos. Artikel ditulis oleh Ichwan Prasetyo, terbit pada 25 September 2024, membahas tentang kecerdasan eksistensial.
Ia menyebut bahwa dalam konteks komunikasi dan persebaran informasi pada era digital, kemudahan-kemudahan yang ditawarkan teknologi digital mendorong banyak orang meninggalkan kedalaman makna (deep meaning).
Makin banyak orang yang merasa cukup dengan segala permukaan. Manusia menjadi kering dalam pemahaman dan pemaknaan. Mereka menjadi cenderung abai terhadap penguasaan tentang kedalaman makna.
Inilah yang dapat menyebabkan terjadinya “pembusukan otak” atau yang kita sebut sebagai fenomena brain rot. Dalam artikel itu juga disebutkan era serbadigital telah membuat manusia hanya tahu informasi serbasedikit, tapi banyak hal.
Ini menjadi gejala umum. Mayoritas orang kurang memiliki makna mendalam. Memaknai secara mendalam, memahami secara komprehensif, dianggap ketinggalan informasi karena meniscayakan hanya tahu serbasedikit hal.
Menyingkap dan mengantisipasi dampak buruk dari gejala ini penting dengan cara mengembalikan kecerdasan eksistensial manusia dengan budaya membaca.
Kecerdasan ini bisa dibangun dengan sangat baik lewat budaya membaca buku ditambah aktivitas diskusi karena kegiatan ini dapat melahirkan tendensi post-digital.
Tendensi ini yang dapat mempertahankan hakikat kemanusiaan meskipun berhadap-hadapan dengan teknologi digital. Dengan memahami kecerdasan eksistensial niscaya memahami tentang kekhasan manusia.
Tiap manusia, tiap orang, mengandung beberapa hal yang khas, yaitu konteks makna yang selalu ambigu, motivasi yang sering kali tak tertebak, imajinasi yang tanpa batas, kekayaan pengalaman pribadi yang unik, selera yang spesifik, dan ikatan empatis-etis antarindividu.
Ikatan empatis-etis ini yang perlu digarisbawahi. Etis sebagai dasar etika dan moralitas sangat memengaruhi bagimana cara berpikir maupun kinerja seseorang.
Masifnya penggunaan gawai dan teknologi digital memang tidak bisa dibendung, maka harus diimbangi dengan bekal moral yang memadai.
Salah satunya adalah dengan menjaga kewarasan melalui menumbuhkandan menjaga kecerdasan autentik ini dalam tubuh manusia agar terhindar dari fenomena brain rot. Cerdas tidak hanya soal matematis, tetapi juga soal empatis-etis.
Anak yang cerdas bukan hanya digambarkan dengan angka-angka kuantitatif, tetapi juga dapat dituangkan dalam bentuk kata-kata yang bersifat kualitatif dan bernilai.
Inilah hakikat kekhasan manusia yang disebut kecerdasan autentik. Tiap individu memiliki kecerdasan autentik dan kini terancam oleh brain rot.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 30 Desember 2024. Penulis adalah dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta)
Sentimen: neutral (0%)