Sentimen
Undefined (0%)
28 Des 2024 : 14.50
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Joglo, Purwodadi, Semarang, Solo, Surabaya, Yogyakarta

Kasus: Kemacetan

Banjir dan Proyek

28 Des 2024 : 14.50 Views 16

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Banjir dan Proyek

Mengatasi masalah tanpa masalah, seperti slogan salah satu perusahaan badan usaha milik negara (BUMN), ternyata memang tidaklah mudah, meskipun memang tidak mustahil.

Kerap sekali upaya menyelesaikan masalah justru memunculkan masalah baru atau memperparah masalah lain yang ada sebelumnya.

Ini bukan tentang masalah keuangan, ekonomi, finansial, dan sejenisnya, melainkan tentang proyek penataan kawasan simpang Joglo di Kecamatan Banjarsari, Kota Solo. 

Setelah tiga tahun berjalan, proyek penataan kawasan simpang Joglo yang meliputi pembangunan rel layang dan underpass atau jalan lintas bawah serta penataan lanskap selesai pada akhir 2024.

Proyek kolaborasi Kementerian Pekerjaan Umum (sebelumnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) dan Kementerian Perhubungan itu dilaksanakan dengan tujuan utama menyelesaikan masalah yang ibarat penyakit sudah menahun dan mencapai stadium akhir. 

Masalah itu adalah kemacetan lalu lintas. Selama bertahun-tahun, simpang Joglo menjadi salah satu simpul kemacetan paling parah di Kota Solo. 

Persimpangan tersebut mempertemukan tujuh ruas jalan, yaitu Jl. Manunggal dari arah jalan raya Kadipiro—Klodran, Jl. Ki Mangun Sarkoro yang merupakan jalur dari arah Manahan menuju Palang Joglo. 

Kemudian Jl. Kapten Piere Tendean dari arah Terminal Tirtonadi, jalan raya Solo-Purwodadi, Jl. Sumpah Pemuda yang menuju ring road atau ke arah Surabaya, Jl. Kolonel Sugiyono yang menuju atau dari Ngemplak, serta Jl. Pemugaran Utama.

Solusi Kemacetan

Tak mengherankan persimpangan tersebut macet hampir setiap hari, apalagi ada perlintasan sebidang yang membuat kemacetan kian parah tiap kali ada kereta api melintas. 

Pemerintah Kota Solo dan pemerintah pusat bertahun-tahun berupaya mencari solusi untuk mengatasi masalah kemacetan tersebut. Pada awal 2022 dimulailah proyek penataan kawasan simpang tujuh Joglo. 

Peletakan batu pertama proyek tersebut dilakukan pada 8 Januari 2022. Pembangunan dilakukan oleh Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa Tengah dengan kontraktor PT Hutama Karya dan PT Wijaya Karya.

Pada tahun pertama, 2022, adalah tahap persiapan, termasuk pengerjaan peralihan trek atau switch over, dilanjutkan pemasangan struktur pilar, elevated track, dan pembangunan jembatan rel. 

Pada 23—24 Oktober 2024, Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Semarang (BTP Semarang) Direktorat  Perkeretaapian Kementerian Perhubungan bersama Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan Kementerian Pekerjaan Umum melakukan uji pembebanan pada bentang jembatan simpang Joglo.

Kemudian, pada 30 Oktober 2024, rel layang Joglo mulai difungsikan untuk lalu lintas kereta api. Jalur layang dan jembatan simpang Joglo sepanjang 270 meter dan nantinya bakal dibuat jalur rel ganda. 

Rel layang Joglo diklaim sebagai jembatan rel terpanjang di Indonesia. Pekerjaan underpass Joglo yang dimulai sejak 2023, sesuai kontrak, selesai pada 28 Desember 2024. 

Pekerjaan jalur lintas bawah yang menelan anggaran Rp284,7 miliar dari APBN itu sepanjang 1.025 meter, termasuk struktur underpass yang panjangnya 450 meter dengan lebar 18,3 meter. 

Jalur lintas bawah ini menghubungkan Jl. Ki Mangun Sarkoro dengan Jl. Sumpah Pemuda. Jalur lintas bawah ini diharapkan menyelesaikan masalah kemacetan yang menghantui wilayah itu selama bertahun-tahun. 

Masalah Banjir

Rupanya penyelesaian masalah itu bukannya tanpa masalah. Masalah baru muncul dalam bentuk banjir di kampung dekat proyek underpass Joglo. 

Terhitung sudah dua kali dengan selang waktu dua pekan, Kampung Sambirejo, Kelurahan/Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, dilanda banjir dengan ketinggian air cukup signifikan.

Pertama, banjir terjadi setelah hujan deras pada Minggu (8/12/2024) dan berdampak pada 10 rumah warga. Banjir kembali terjadi setelah hujan lebat pada Minggu (22/12/2024) sore. 

Kali ini banjir lebih parah dengan jumlah rumah terdampak mencapai 70 unit dan ketinggian air mencapai lutut orang dewasa.

Berbagai pihak menyebut wilayah itu memang sudah menjadi langganan banjir sejak lama, namun menurut warga banjir itu makin parah setelah ada proyek penataan kawasan simpang Joglo, terutama setelah pembangunan underpass yang selesai pada Desember 2024. 

Apa pun itu penyebabnya, faktanya masalah banjir itu ada dan terjadi. Pihak yang paling dirugikan adalah warga. Tidak hanya satu atau dua keluarga, tapi puluhan keluarga rumahnya kebanjiran. 

Jika ini dibiarkan tentu sangat mengganggu aktivitas ekonomi di kawasan itu. Solusi harus segera dicari. Kekhawatiran warga adalah masalah banjir tersebut bakal terpinggirkan di tengah euforia selesainya pembangunan kawasan simpang Joglo. 

Warga berharap masalah banjir itu terselesaikan secepatnya. Bila memungkinkan sebelum underpass dan wajah baru kawasan simpang Joglo difungsikan.

Kolaborasi 

Mengacu pernyataan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 3.5 Jawa Tengah Balai Besar Pelaksana Jalan (BBPJN) Jawa Tengah-Daerah Istimewa Yogyakarta, Emy Eko Setyowati, masalah banjir di kawasan simpang Joglo seperti yang terjadi di Kampung Sambirejo RW 001 tidak terselesaikan bila hanya dengan pekerjaan drainase pada paket pembangunan underpass Joglo.

Wilayah Joglo merupakan titik terendah sehingga harus didukung program penanganan lanjutan dari setiap pemilik kewenangan jalan di lingkup jalan provinsi, jalan kota, maupun drainase di ruang manfaat jalan kereta api.

Penanangan masalah banjir di sekitar simpang Joglo membutuhkan kolaborasi berbagai pihak yang berwenang. Bukan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Solo, melainkan juga pihak berwenang lain di pemerintah pusat.

Di sisi lain, masalah banjir yang diperparah proyek pembangunan ini juga harus menjadi bahan evaluasi. Jangan sampai banjir proyek yang seharusnya memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat masalah memunculkan masalah baru bagi masyarakat sekitar. 

Risiko banjir itu akan selalu ada mengingat histori dan lokasi Kota Solo sebagai wilayah cekungan yang rawan banjir. Hal ini harus menjadi salah satu pertimbangan utama dalam proses pembangunan.

Harus ada mitigasi sedini mungkin agar proyek-proyek yang berjalan tidak memperburuk risiko itu. Dialog dengan masyarakat dan meminta pandangan dari para pakar dan akademikus menjadi hal yang tak bisa ditawar lagi ketika hendak memulai proses pembangunan. 

Semoga ini menjadi yang terakhir ketika proyek yang dimaksudkan menjadi solusi bagi satu permasalahan malah menimbulkan persoalan baru.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 27 Desember 2024. Penulis adalah Manajer Konten Solopos Media Group)

Sentimen: neutral (0%)