Sentimen
Undefined (0%)
25 Des 2024 : 14.46
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Hewan: Anjing, Kambing

Kab/Kota: Semarang, Solo, Ungaran

Pemerintah Dinilai Tak Serius Tangani Perdagangan Daging Anjing di Semarang

25 Des 2024 : 14.46 Views 28

Espos.id Espos.id Jenis Media: Jateng

Pemerintah Dinilai Tak Serius Tangani Perdagangan Daging Anjing di Semarang

Esposin, SEMARANG – Praktik perdagangan daging anjing rupanya masih terjadi di daerah Kabupaten Semarang, Jawa Tengah (Jateng).

Ketiadaan aturan atau larangan yang tegas dari pemerintah membuat bisnis olahan daging anjing malah menjadi sandaran hidup banyak orang.

Meski tidak sevulgar daerah Soloraya dengan terang-terangan melabeli nama warung rica-rica atau sate guguk. Warung-warung yang menjual daging anjing di Kabupaten Semarang mayoritas memakai istilah tertentu seperti Rica-rica Waung (RW) atau B1 yang merujuk pada bahasa batak artinya daging anjing.

Peredaran warung yang menjual olahan daging anjing di Kabupaten Semarang sendiri tidak sedikit. Setidaknya ada empat warung makan yang positif menjual daging anjing yang diolah menjadi rica-rica.

Berdasarkan penelusuran Espos di lapangan, empat warung tersebut tersebar di beberapa wilayah seperti belakang Taman Unyil Ungaran, Jalan Hanoman Bawen, Gua Maria Kerep Ambarawa dan Jalan Pelita Raya Ungaran Timur.

Untuk menemukan warung-warung penjualan daging anjing tersebut tergolong mudah. Selain tercantum alamat digital, warga setempat juga sudah banyak yang mengetahui soal warung penjual daging anjing.

“Oh (penjual daging RW) ada, warungnya di dekat pangkalan ojek. Tapi bukanya sehabis Maghrib sampai jam 21.00 WIB malam,” ucap seorang warga yang ditemui Espos di sekitaran Taman Unyil Ungaran.

Salah satu spanduk warung penjual olahan daging anjing di Kabupaten Semarang. (Solopos/Fitroh Nurikhsan)
Salah satu spanduk warung penjual olahan daging anjing di Kabupaten Semarang. (Solopos/Fitroh Nurikhsan)

Bahkan saat Espos mendatangi salah satu warung penjual daging anjing di daerah Gua Maria Kerep Ambarawa. Diketahui satu porsi daging anjing dijual tanpa nasi seharga Rp30.000.

Selain itu, terdapat seorang pembeli yang terdengar menawarkan anjing utuh dengan harga relatif murah kepada pemilik warung tersebut. Namun kesepakatan transaksi itu tidak terjadi, karena pemilik warung mencari supplier daging anjing yang telah dijagal.

Pemilik warung ini juga sempat berkeluh kesah karena kesulitan mencari supplier dan harus dilakukan secara diam-diam agar tidak ditindak aparat kepolisian. Dia biasanya mendapat pasokan daging anjing dari Bali dan Jawa Barat.

Warung lainnya di sepanjang Jalan Hanoman Bawen menjual olahan daging anjing mulai dari Rp30.000. Warung ini juga turut menjual kepala anjing seharga Rp55.000.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, warung ini ternyata sudah cukup lama berjualan olahan daging anjing. Dalam prosesnya, warung ini memilih membeli anjing hidup dari supplier yang dijual seharga Rp300.000-Rp500.000. Anjing tersebut dijagal sendiri untuk diolah menjadi masakan rica-rica.

Larangan Mengonsumsi Daging Anjing

Merespons masih maraknya penjual daging anjing di Kabupaten Semarang, Bupati Ngesti Nugraha mengaku belum menerima aduan keresahan dari masyarakat. Jika masyarakat keberatan dengan keberadaan warung penjualan daging anjing dipersilahkan untuk segera melapor ke kantor Bupati Semarang.

“Kalau ada informasi (penjualan daging anjing) silakan sampaikan kepada kami. Nanti kita akan lihat dan cek ke lapangan,” ujarnya.

Ngesti lantas melarang kepada masyarakat untuk tidak mengonsumsi daging. Dia mengimbau agar masyarakat Kabupaten Semarang mengonsumsi daging hewan yang hanya dilegalkan oleh undang-undang.

Imbauan serupa juga disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Jateng, Sumarno. Dia bahkan melarang keras masyarakat Jateng untuk tidak mengonsumsi daging anjing.

“Sebenarnya kita sudah mengimbau termasuk melarang keras. Kami sudah berkoordinasi dengan komunitas pencinta hewan untuk membantu mengurangi perdagangan daging anjing,” ujar Sumarno.

Sementara itu, Kapolres Semarang, AKBP Ike Yulianto bakal menindak pelaku yang masih melakukan pratik perdagangan jual-beli anjing. Hanya, pihaknya belum menerima aduan atau laporan dari masyarakat.

“Nanti kami coba patroli melalui media sosial, semisal ada (perdagangan anjing) akan langsung kami lakukan penindakan,” bebernya.

Diakuinya, belum adanya undang-undang secara spesifik yang mengatur larangan perdagangan anjing kerap membuat polisi sebagai aparat penegak hukum dilema. Pasalnya orang-orang yang mengonsumsi daging anjing tidak dilarang dalam undang-undang.

“Sebenarnya aturan (pelarangan penjualan daging anjing) akan kita cross chek dulu karena memang ada sebagian masyarakat yang mengonsumsi daging anjing tersebut,” ungkapnya.

Bupati Semarang, Ngesti Nugraha menyampaikan belum menerima laporan terkait perdagangan anjing di Kabupaten Semarang. (Solopos/Fitroh Nurikhsan)
Bupati Semarang, Ngesti Nugraha menyampaikan belum menerima laporan terkait perdagangan anjing di Kabupaten Semarang. (Solopos/Fitroh Nurikhsan)

Minim Aturan

Peristiwa penggagalan penyeludupan pengiriman 226 anjing yang dilakukan Polrestabes Semarang dan komunitas Animals Hope Shelter Indonesia, pada Sabtu (6/1/2024) di Gerbang Tol (GT) Kalikangkung, Kota Semarang.

Tidak serta membuat pemerintah khususnya Pemprov Jateng tergerak membuat undang-undang yang melarang perdagangan anjing.

Ketika peristiwa itu mencuat dan viral di sosial media, PJ Gubernur Jateng, Nana Sudjana, merespons permasalahan tersebut sebatas memberikan imbauan. Alih-alih membuat regulasi agar perdagangan anjing di kota atau kabupaten Jateng bisa dihentikan.

“Saya rasa tidak ada yang mengatur terkait dengan penjualan daging anjing, tidak ada. Yang jelas kan kita tahunya daging anjing itu haram, tidak boleh dikonsumsi oleh khususnya yang beragama Muslim. Dan di Jateng kan mayoritas beragama Muslim [Islam]. Makanya ini akan kami diskusikan, kami evaluasi terkait masalah ini,” kata Nana Sudjana.

Ketiadaan regulasi atau larangan perdagangan daging di Jateng diakui oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Pemprov Jateng, Ignasius Haryanta Nugraha.

Dia membeberkan selama ini Pemprov Jateng belum memiliki semacam Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur secara spesifik terkait perdagangan anjing.

“Pemprov Jateng belum memiliki Perda larangan mengatur jual beli daging anjing. Sementara untuk transaksi dan konsumsi daging anjing di Jateng hanya ada di beberapa daerah seperti Kota Solo,” kata Haryanta.

Kendati Kota Solo sudah mengeluarkan surat edaran berupa imbauan larangan mengonsumsi daging anjing. Menurut Haryanta, para pemilik warung yang menjajakan olahan daging anjing tidak bisa dijerat hukum baik pidana maupun perdata.

“Di Jateng sifatnya masih edukasi kepada masyarakat, karena belum ada Perda larangan. Sehingga tidak bisa dilakukan tindakan hukum baik pidana dan perdata,” terangnya.

Disinggung terkait warung yang menjual olahan daging anjing itu apakah legal atau ilegal. Dia mengutarakan selama warung tersebut tidak menutup-nutupi dan memberikan informasi bahwasanya menjual daging anjing dianggap legal.

“Yang menjadi masalah kalau pedagang itu mengaburkan atau menutupi informasi. Semisal di warung tersebut tidak tertulis rica-rica anjing atau guk-guk dan menuliskan sate kambing. Namun dia menjual daging anjing itu bisa dipidanakan. Kasusnya bisa menjadi tindak pidana penipuan,” tandasnya.

Potret warung penjual daging anjing di Kabupaten Semarang. (Solopos/Fitroh Nurikhsan)
Potret warung penjual daging anjing di Kabupaten Semarang. (Solopos/Fitroh Nurikhsan)

 

Sentimen: neutral (0%)