Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Event: salat Jumat
Institusi: MUI
Kab/Kota: Bekasi, Depok, Kapuk, Tangerang
Tokoh Terkait
Menag sebut tak ada suara azan di PIK, betulkah tidak ada masjid di kawasan elite itu? - Halaman all
Tribunnews.com Jenis Media: Internasional
Pernyataan Menteri Agama, Nazaruddin Umar, yang menyoroti minimnya masjid di kawasan elite Pantai Indah Kapuk (PIK) dianggap tidak mencerminkan sikap pejabat negara dan terkesan mengistimewakan kelompok mayoritas, menurut pegiat kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Pegiat kebebasan beragama dan berkeyakinan dari Sejuk, Thowik, menyebut apa yang disampaikan Nazaruddin Umar tidak relevan karena kawasan tersebut mayoritas dihuni oleh non-muslim dan tidak pernah ada persoalan pelarangan pendirian masjid.
Pengamat properti, Ali Tranghanda, bilang di sejumlah kawasan yang mayoritas penduduknya non-Muslim pendirian masjid memang tidak akan sebanyak di wilayah lain seperti Depok atau Bekasi, Jawa Barat—wilayah dengan mayoritas penduduk Muslim.
Dia berharap pernyataan menteri agama tidak menjadi polemik panjang sehingga memunculkan persepsi negatif.
Lalu seperti apa tanggapan pekerja Muslim yang berada di kawasan elite PIK betulkah sulit menemukan masjid?
Apa yang disampaikan Menag?
Pada Pembukaan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang digelar pekan lalu, organisasi ini mengundang sejumlah tokoh.
Mulai dari Kapolri Listyo Sigit, Panglima TNI Agus Subiyanto, mantan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, hingga Menteri Agama Nazaruddin Umar.
Ketika menyampaikan pidato di depan pejabat MUI dan tokoh-tokoh publik, Nazaruddin mulanya berbicara tentang tantangan menjadi ulama di era post-truth atau pascakebenaran.
BBC News Indonesia hadir di WhatsApp.
Jadilah yang pertama mendapatkan berita, investigasi dan liputan mendalam dari BBC News Indonesia, langsung di WhatsApp Anda.
Menurutnya, pada era pascakebenaran, masyarakat tidak lagi sepenuhnya mendengarkan apa kata ulama lantaran begitu banyak "kebisingan" informasi.
Ia lalu menyoroti minimnya masjid di sejumlah kawasan elite di DKI Jakarta, seperti Jalan Thamrin-Sudirman dan Pantai Indah Kapuk (PIK), ketika berbicara dalam acara tersebut.
"Kita berada di Jalan Thamrin-Sudirman, ini segitiga emas, sekalian sepanjang Thamrin-Sudirman dan sepanjang Kuningan tidak ada masjid nongol di jalan," ungkapnya seperti dilansir situs mui.or.id.
Nazaruddin bilang sebagai pusat kota metropolitan di negara dengan penduduk Muslim terbanyak, "semestinya kita jangan biarkan daerah Jakarta tidak ada masjidnya".
"Sekitar 1.000 hektare di Pantai Indak Kapuk (PIK) tidak ada suara azan," sambungnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan ketika masuk ke kawasan PIK, dirinya melihat sebuah rumah ibadah Buddha yang begitu besar dan megah.
Namun umat Islam, klaimnya, setengah mati mencari tempat ibadah seperti masjid untuk salat di PIK.
"Jadi saya mengimbau kita semua [termasuk] MUI. Jangan pernah kita membiarkan ruang yang luas ini tidak ada simbol-simbol ke-Islamannya," imbuhnya.
Mantan Imam Besar Masjid Istiqlal ini lantas mengatakan dirinya sudah berusaha untuk membangun masjid di PIK. Akhirnya di sana akan dibangun kompleks syariah seluas 30 hektare.
"Kita sudah bangun musala di lantai 4. Jadi kedengaran suara azan. Sepanjang itu tadi, dibangun tulisan-tulisan asing China, tidak ada musala, jadi saya minta dikawasan ini ada aktivitas keislaman."
Benarkah tidak ada suara azan di PIK?
Siapa pun yang hendak pelesir ke kawasan Pantai Indak Kapuk (PIK) 1 maupun 2 yang terletak di utara Jakarta ini, memang akan terasa nuansa yang berbeda.
Di sepanjang sisi kanan-kiri jalan, berderet restoran dan kafe mewah yang menyajikan beragam hidangan dari sejumlah negara: China, Thailand, Korea, Jepang, Indonesia, bahkan Timur Tengah.
Maka tak salah kalau ada ornamen-ornamen atau aksara Mandarin bertengger di beberapa tempat serta bangunan khas pecinaan.
Pengamat properti, Ali Tranghanda, mengatakan masterplan atau rencana induk dari kawasan PIK adalah kota baru untuk hunian dan komersial.
Di PIK 1 yang mencakup 1.160 hektare ini terbagi dalam setidaknya 28 klaster perumahan yang dikelilingi berbagai fasilitas seperti pusat perbelanjaan, rumah sakit, dan sekolah internasional.
Adapun PIK 2 yang mencakup 2.650 hektare masih dalam tahap pembangunan.
"Kawasan PIK ini memang banyak non-Muslimnya, terutama Chinese, tapi bukan berarti tidak ada rumah ibadah seperti masjid. Setahu saya di PIK 2 akan dibangun masjid agung," tuturnya kepada BBC News Indonesia.
Khusus di PIK 1, memang tidak akan nampak bangunan masjid berdiri di pinggir jalan yang berdampingan dengan gedung-gedung tinggi atau pun kafe-kafe mewah.
Namun bukan berarti tidak ada rumah ibadah.
Ketika BBC News Indonesia datang ke sana, kami menemukan sebuah masjid unik yang terbuat dari kayu, namanya Masjid Al-Hikmah.
Masjid ini berdiri di atas air laut dan dikelilingi hutan mangrove karena letaknya berada di dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Mangrove.
Mulai dari lantai sampai dindingnya, dibuat dari kayu.
Mata pengunjung pun akan dimanjakan oleh hamparan mangrove yang berdiri kokoh dan air laut kecoklatan nan bersih.
Ditambah suasana yang hening dan sesekali diselingi gemercik air, bikin orang-orang betah berlama-lama.
Tetapi, karena lokasinya menyempil di belakang gedung-gedung tinggi, tak mudah menemukan masjid ini bagi pendatang baru, seperti yang diungkapkan Raka.
Raka mengaku baru beberapa bulan bekerja di PIK 1. Awalnya dia agak bingung karena tak melihat masjid di sepanjang jalan utama maupun di dalam perumahan elite tersebut.
Pria yang menyebut dirinya pekerja lapangan ini lalu bertanya ke pihak sekuriti soal lokasi masjid.
Ia lantas diarahkan ke gedung Yayasan Buddha Tzu Chi.
Gedung ini memang sangat mencolok mata lantaran desain bangunannya sekilas seperti vihara megah berwarna abu-abu.
Masjid Al-Hikmah persis berada di belakangnya.
"Saya langsung diarahkan ke sana, kalau belum tahu lokasinya susah cari masjid, karena akses jauh dari tempat saya kerja, pakai motor sekitar 10 menit," akunya saat ditemui sedang santai di halaman masjid.
"Tapi kalau sudah tahu, ya enggak susah."
Suara azan tiba-tiba melantun dari masjid tersebut. Raka dan beberapa pria yang sedari tadi duduk-duduk santai langsung bergegas ke tempat wudu untuk menunaikan salat asar.
Usai salat, Raka kembali bercerita setiap hari masjid ini cukup ramai dikunjungi pekerja sekitar maupun wisatawan.
Apalagi kalau Jumat.
"Kalau salat Jumat sampai parkiran mobil, ramai dan penuh," sambungnya.
"Bedanya masjid di sini dengan tempat tinggal saya di Bekasi, di sana masjid banyak jadi mau salat di mana pun gampang."
Dina Rahman, pekerja kantoran di PIK 1, mengaku tak pernah kesulitan beribadah karena perusahaannya sudah menyediakan musala yang cukup luas.
Namun, katanya, bukan berarti dia tak pernah mendengarkan suara azan di kawasan elite ini.
"Kalau zuhur, asar, pasti kedengaran [suara azan] dari masjid Al-Hikmah ke kantor saya dan itu jadi alarm saya untuk salat," ungkapnya.
Perempuan berhijab ini juga bilang tak merasa asing berada di kawasan yang jarang ada masjidnya. Toh, baginya ibadah tak melulu harus di masjid.
"Enggak masalah ya, kan banyak musala. Mau ke mal, ada musala, ke supermarket besarnya ada musala. Salat kan enggak harus di masjid, bisa di musala atau ruangan bersih."
"Dan wajar masjid di sini sedikit, karena banyak perkantoran. Permukiman juga agak jauh di blok lain."
Selain masjid Al-Hikmah, ada satu masjid lagi yang cukup sering dikunjungi para pekerja di PIK 1, yaitu masjid Al Muhajirin yang berada di lantai 6 gedung Agung Sedayu Grup (ASG).
Berbeda dengan Al-Hikmah, masjid ini memakan sebagian lahan parkiran mobil gedung ASG.
Agus Wahyudi, pekerja di sana, bilang masjid ini menjadi andalan para pekerja di gedung berlantai 30 tersebut.
Kendati terletak di lahan parkir, tapi beribadah masih cukup nyaman. Sebab pihak pengelola, sambungnya, menyediakan kipas angin blower.
Satu-satunya kesulitan, kalau hendak ibadah salat Jumat.
"Kalau Jumatan kan banyak jemaahnya, harus antre pakai lift. Jadi harus cepet-cepetan."
Mengapa di kawasan elite jarang ada rumah ibadah atau masjid?
Pengamat properti, Ali Tranghanda, menuturkan minimnya rumah ibadah atau masjid di kawasan yang mayoritas dihuni oleh non-muslim, bukan suatu hal yang anomali.
Begitu pula di sepanjang Jalan Margonda hingga Depok yang minim gereja, karena mayoritas penduduknya beragama Islam.
Tapi lebih dari itu, katanya, pengembang biasanya akan mempertimbangkan masukan dari penghuni ketika akan membangun fasilitas rumah ibadah.
Ada beberapa penghuni yang merasa keberatan dengan suara azan sehingga terkadang memilih tempat tinggal yang lebih tenang dan jauh dari masjid.
Preferensi seperti itu, katanya, sudah menjadi hal lumrah.
"Apalagi ada persepsi kalau ada masjid kadang-kadang menganggu bagi beberapa orang, jadi biasanya area masjid terpisah dari hunian yang sedang dipasarkan," jelasnya.
"Gangguannya bisa dari toa atau pengeras suara yang terlalu kencang."
Karena itu, dia kurang memahami kritik dari Menteri Agama, Nazaruddin Umar, yang menyebut tidak ada suara azan di kawasan PIK.
Sepanjang pengetahuannya di PIK 1 ada beberapa masjid dan musala.
Sedangkan di PIK 2 sedang dalam tahapan pembangunan masjid Agung dengan kubah megah.
Kendati begitu, di Gedung Menara Syariah sudah tersedia masjid Al-Khairiyah yang sebelumnya diresmikan oleh mantan wakil presiden, Ma'ruf Amin.
Saat peresmian, Ma'ruf Amin berharap kehadiran masjid ini menjadi sarana ideal menyampaikan kesejukan dan kebaikan ekonomi syariah yang inklusif.
"Saya harap ini jangan jadi polemik dan menganggap PIK eksklusif untuk golongan tertentu."
Soal mengapa masjid Al-Hikmah di PIK 1 bukan dibangun sederet dengan gedung-gedung tinggi dan kawasan komersil, Ali bilang itu karena terkait dengan pertimbangan pengembang soal nilai jual.
"Misalnya di pinggir boulevard, daripada dibangun rumah ibadah mending dijual, karena harga tanahnya tinggi. Secara komersial kalau jadi rumah ibadah merugikan."
"Jadi semua rumah ibadah biasanya agak ke belakang yang dekat dengan hunian."
Pernyataan Menag tidak mencerminkan sikap pejabat negara
Pegiat kebebasan beragama dan berkeyakinan dari Sejuk, Thowik, menyebut apa yang disampaikan Menteri Agama Nazaruddin Umar soal tidak adanya azan di kawasan PIK, Jakarta Utara, tidak mencerminkan pejabat yang semestinya bersikap imparsil.
Pasalnya jabatannya sebagai menteri agama yang mewakili semua agama, melekat di mana pun dia berada.
Ketika berbicara ke publik dan hanya menyoroti persoalan rumah ibadah umat Islam, bagi Thowik, hal itu jadi terkesan mengistimewakan kelompok mayoritas.
Apalagi selama ini tidak ada permasalahan pelarangan pendirian masjid di daerah tersebut.
"Kalau dia datang ke sana dan bicara sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, enggak masalah," ucapnya kepada BBC News Indonesia.
"Tapi dia sebagai menteri agama yang jabatannya melekat, kok jadi kayak enggak sensitif," ujarnya kemudian.
Menurut Thowik, sebagai perwakilan pemerintah di bidang agama, Nazaruddin Umar semestinya juga menyoroti kasus-kasus pelarangan pendirian gereja di sejumlah daerah.
Seperti yang baru-baru ini menimpa jemaat Gereja Tesalonika di Tangerang.
Pada Juli lalu, ibadah doa mereka yang digelar di rumah seorang anggota jemaat dibubarkan paksa oleh sekelompok orang hingga viral di media sosial.
Catatan Task Force Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KKB) menemukan lebih dari 65 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan terjadi sepanjang Maret hingga Desember 2024.
Masing-masing kasus, kata Thowik, memiliki dua sampai empat tindakan pelanggaran seperti pengusiran, persekusi, penyegelan, dan penolakan izin.
Tapi segala permasalahan itu, klaimnya, belum mendapatkan respons dari Menag Nazaruddin Umar.
"Kalau dia prihatin dengan masjid, kenapa tidak bersikap yang sama pada penutupan gereja?"
Menurut Thowik, pernyataan itu bisa melukai bahkan menimbulkan rasa ketidakpercayaan dari kelompok minoritas terhadap negara.
Sebab mereka berharap menteri agama yang baru bisa memutus persoalan-persoalan pendirian rumah ibadah, khususnya gereja.
"Menag harusnya untuk semua agama dan keyakinan," ucapnya.
Sentimen: positif (99.9%)