Sentimen
Undefined (0%)
25 Des 2024 : 09.40

Natal dan Perdamaian Semesta

25 Des 2024 : 09.40 Views 15

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Natal dan Perdamaian Semesta

Umat kristiani merayakan Natal lagi, perayaan atas kelahiran Yesus Kristus sebagai Sang Juru Selamat dunia dan seisinya. Sepanjang sejarah tak pernah berubah, pesan Natal selalu membawa perdamaian bagi dunia yang dicekam huru-hara kehidupan manusia. 

Sejak Natal perdana, Yesus lahir di tengah huru-hara sosial politik sensus penduduk oleh imperialis Romawi pada masa Kaisar Agustus (Lukas 2: 1-3) bagi bangsa Yahudi kala itu. 

Pada zaman itu, sensus selalu terhubung dengan masalah penarikan pajak dari rakyat. Faktanya, pajak imperialis selalu mencekik leher rakyat. Itulah sebabnya, orang-orang Yahudi zaman itu yang bersekongkol dengan kolonialis Romawi sebagai pemungut cukai selalu diberi stigma pendosa melawan bangsanya sendiri (Lukas 3: 12).

Dalam situasi itulah Yesus lahir di Betlehem, kala itu, dalam keadaan kesrakat. Dalam perjalanan akibat sensus penduduk itu, Maria dan Yosef tidak beroleh tempat penginapan yang layak. 

Itulah sebabnya, Yesus harus lahir dengan dibungkus kain lampin dan dibaringkan di palungan (Lukas 2: 6-7).

Pesan Sepanjang Masa

Di tengah situasi itu, Natal perdana dan sepanjang masa dipenuhi pesan perdamaian semesta. Pesan perdamaian semesta itu secara ringkas diwartakan Santo Lukas sebagaimana ditujukan kepada para gembala di padang belantara. 

Data ini menjadi landasan alkitabiah pesan Natal perdana dan sepanjang masa bagi perdamaian semesta. Dalam investigasi Santo Lukas dengan saksama sebelum menuliskan Injilnya (Lukas 1: 2), terdapat malaikat yang berkata kepada para gembala.

”Jangan takut sebab sesungguhya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa. Hari ini telah lahir bagimu Juru Selamat, yaitu Kristus, Tuhan, di Kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan. Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara surga yang memuji Allah, katanya: Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya!” (Lukas 2: 10-14). 

Pesan Natal mengubah kesedihan para gembala yang selalu lekat dengan belantara angin badai dukacita menjadi sukacita. Bagi mereka dan siapa pun yang percaya, bayi Yesus yang lahir di Betlehem menyingkapkan kasih Allah yang lemah lembut bagi seluruh makhluk ciptaan, alam semesta, dan semua orang. 

Sejak awal mula, Natal mendatangkan sukacita yang menghibur hati, memperbarui harapan, dan menganugerahkan kedamaian. Maka, tidaklah berlebihan bila perayaan Natal mengajak semua orang untuk berdoa demi perdamaian alam semesta, dunia seisinya, dan seruan agar segala upaya diperjuangkan untuk menghentikan kekerasan, membantu mereka yang menderita. 

Dengannya, perdamaian semesta diwujudkan bagi semua orang tanpa diskriminasi! Pesan perdamaian semesta yang bersumber pada peristiwa Natal perdana sebagai kelahiran Yesus Kristus tak bisa dilepaskan dari realitas Betlehem. 

Sekarang ini, Betlehem menjadi bagian dari negara Palestina yang juga mengalami dukacita dan derita akibat konflik dengan Israel dan sebaliknya. Dalam situasi konflik dan perang itu, tentu saja, pesan perdamaian Natal perdana harus digemakan kembali, agar perdamaian semesta alam dapat segera diwujudkan, juga tempat Yesus Kristus lahir ke bumi, 2.000 tahun silam.

Bukanlah kebetulan, melainkan menjadi penyelenggaraan Tuhan, bahwa tema Natal tahun 2024 sebagaimana diserukan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) adalah ”Sekarang, mari kita pergi ke Betlehem!” 

Betlehem

Dengan tema ini, pertama-tama umat kristiani dan siapa saja yang turut serta dalam perayaan Natal diajak memandang ke tempat kelahiran Yesus di Betlehem selama masa-masa ini, yang sayangnya sekarang ini sedang ditandai oleh kesedihan, kekerasan, kekejaman, dan keheningan akibat perang.

Pada Natal perdana, di tengah situasi sosial politik yang rumit dan korup, para gembala mendapat warta kelahiran Sang Juru Selamat di Bethlehem. Kepada pada gembala, malaikat mewartaan pesan, “Bagimu telah lahir pada hari ini di Kota Daud seorang Juru Selamat, yaitu Kristus, Tuhan!” 

Kini, warta yang sama diberikan kepada masyarakat Bethlehem dan semua orang. Warta bahwa Yesus lahir di Betlehem memberi kita harapan besar tentang perdamaian karena Yesus Kristus telah lahir untuk semua orang. 

Dalam iman kristiani, Dialah Sabda Bapa yang kekal, Allah yang tak terbatas, telah membuat rumah-Nya di antara kita. Kabar sukacita Natal adalah kabar yang mengubah sejarah kehidupan. 

Natal adalah kabar baik tentang sukacita besar yang dirayakan. Natal mengungkapkan kasih Allah yang lembut sebab kelahiran Yesus memberi kita kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Natal memberi sukacita yang menghibur hati, memperbarui harapan, dan memberikan kedamaian. Melalui Natal, cahaya Tuhan mengusir kegelapan. Meskipun bayang-bayang pekat menyelimuti Bethlehem juga sekarang ini akibat konflik dan perang yang tak kunjung henti, nyala api yang tak pernah padam telah dinyalakan. 

Cahaya Tuhan telah mengalahkan kegelapan. Karenanya, tetaplah kita diundang untuk bersukacita atas kasih karunia Natal ini! Setelah kelahiran Sang Juru Selamat, terjadilah pembantaian terhadap orang-orang tak berdosa di Betlehem oleh Herodes. 

Natal sekarang pun merupakan undangan untuk mengenang orang-orang tak berdosa, para korban perang dan kekerasan masa kini. Termasuk mereka yang menjadi korban di rahim ibu mereka, dalam pengembaraan yang dilakukan dalam keputusasaan dan pencarian harapan, dalam kehidupan semua anak kecil yang masa kecilnya telah hancur karena perang (Paus Fransiskus, 2023). 

Untuk Sang Raja Damai kita harus mengatakan “ya” untuk perdamaian dan “tidak” untuk perang. Setiap perang menandai “kekalahan tanpa pemenang, kebodohan yang tidak dapat dimaafkan” (ibidem). 

Dalam spirit perdamaian Natal tersebut, kita pun harus berani menyerukan “tidak” untuk persenjataan, kekerasan, dan ketidakadilan, termasuk perusakan lingkungan hidup. 

Perdamaian menjadi lebih sulit diwujudkan ketika produksi, penjualan, dan perdagangan senjata meningkat; sementara dana publik yang dihabiskan untuk senjata dapat mengorbankan roti bagi yang lapar. 

Sekarang ini, di Bethlehem perdamaian menjadi kabur akibat perang. Kita berharap perayaan Natal dari tahun ke tahun yang juga dirayakan di Betlehem hari ini, yang ditandai perang yang menghancurkan kehidupan orang-orang di Israel dan Palestina segera berakhir. 

Saat ini penduduk di Gaza dan seluruh wilayah masih tercekam perang. Natal 2024 sekaligus menjadi pembukaan tahun Yubelium 2025. Harapannya, Yubelium 2025 menjadi penanda musim penuh rahmat dan harapan. 

Untuk itu, dibutuhkan pertobatan hati untuk menolak perang dan merangkul perdamaian. Mari kita rayakan Natal ini dengan sukacita seraya menanggapi panggilan Tuhan. 

Dalam kata-kata nubuat Yesaya, Natal menjadi momentum untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang tertindas, untuk membalut hati yang remuk, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari hukuman. 

Kiranya, Natal membuka hati kita bagi Dia, yang adalah Juru Selamat, Raja Damai! Selamat Natal bagi yang merayakan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 24 Desember 2024. Penulis adalah Doktor Ilmu Lingkungan Soegijapranata Catholic University)

Sentimen: neutral (0%)