Sentimen
Positif (50%)
23 Des 2024 : 12.00
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Senayan

Kasus: korupsi

Banyak Daerah Otonomi Baru Gagal Berkembang

23 Des 2024 : 12.00 Views 6

Tempo.co Tempo.co Jenis Media: Nasional

Banyak Daerah Otonomi Baru Gagal Berkembang

HASIL evaluasi pemerintah pada 2013 menunjukkan hanya 22 persen dari total 226 daerah otonomi baru (DOB), baik provinsi, kabupaten, maupun kota, yang berhasil dalam program pemekaran wilayah. Selebihnya, 78 persen, dinilai gagal berkembang.

Kajian itu diterbitkan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan pada 2013 dalam artikel jurnal berjudul "Pemekaran Daerah: Kebutuhan atau Euforia Demokrasi?", yang ditulis Rita Helbra Tenrini. Berdasarkan kajian itu, sejumlah DOB lambat dalam mencapai tujuan peningkatan pelayanan publik dan efektivitas pemerintahan. Kajian ini juga menemukan berbagai kegagalan program pemekaran wilayah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Misalnya, hasil evaluasi Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri terhadap 57 DOB di bawah tiga tahun menunjukkan penyelenggaraan pemerintahan tidak efektif. Di samping itu, muncul berbagai persoalan, seperti sengketa batas wilayah, kurangnya sarana dan prasarana, pengalihan pegawai, serta masalah keuangan.

Berbagai kegagalan itulah yang menjadi dalih pemerintah memberlakukan moratorium pemekaran wilayah pada 2014. Faktor gagalnya daerah setelah dimekarkan di antaranya usulan pemekaran daerah sering ditunggangi kepentingan elite politik untuk berkuasa di daerah otonomi baru.

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo mengenai kajian tersebut. Dalam situs web Satu Data Pemerintahan Dalam Negeri milik Kementerian Dalam Negeri terungkap hasil evaluasi terhadap DOB. Hasilnya, belasan DOB diberi nilai kurang baik. Sejumlah DOB lain mendapat nilai baik dan sedang.

Menteri Dalam Negeri pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Gamawan Fauzi, pernah mengatakan hasil evaluasi lembaganya menunjukkan sekitar 70 persen dari total 205 daerah otonomi baru dinilai gagal. "Pemerintah telah mengevaluasi 205 DOB yang terdiri atas 7 provinsi, 146 kabupaten, dan sisanya kabupaten/kota. Berdasarkan evaluasi hasil sementara, tata kelola daerah dan pelayanan publik daerah tersebut belum memuaskan. Kalau dari evaluasi yang kami lakukan, rata-rata 70 persen itu tidak baik," kata Gamawan di Kompleks DPR pada 2012.

Menteri Otonomi Daerah pada era Presiden Abdurrahman Wahid, Ryaas Rasyid, dalam bukunya pada 2012, menyatakan pemekaran daerah miskin hanya memberi masyarakat setempat kesempatan menjadi bupati atau gubernur. Ia beranggapan mereka akan berkompetisi membangun daerahnya. Namun, setelah pemekaran, pembangunan daerah tersebut lambat dan kasus korupsi meningkat drastis.

Faktor lain, daerah otonomi baru masih bergantung pada keuangan pemerintah pusat. Mereka belum bisa menggali potensi pendapatannya. Kajian Badan Pemeriksa Keuangan 2009 menemukan dana alokasi umum lebih banyak dialihkan untuk pembangunan sarana-prasarana, seperti kantor pemerintah dan rumah dinas, serta belanja pegawai dibanding belanja buat kepentingan publik.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bersama Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto (kanan) dalam rapat kerja dengan Komite I DPD membahas di antaranya otonomi daerah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 10 Desember 2024. ANTARA/Dhemas Reviyanto

Evaluasi pemekaran wilayah ini kembali menggelinding seiring dengan langkah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah mendorong pencabutan moratorium pemekaran wilayah. Sejak diberlakukannya moratorium pada 2014, tercatat 337 usulan pembentukan DOB yang masuk ke Kementerian Dalam Negeri. Usulan tersebut terdiri atas 42 calon provinsi, 248 calon kabupaten, 36 calon kota, 6 calon daerah istimewa, dan 5 calon daerah otonomi khusus.

Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, mencatat, sejak 1945 hingga 2024, sudah ada 546 DOB. Sebanyak 223 DOB terbentuk pada 1999 hingga moratorium diberlakukan pada 2014.

Bima Arya menyatakan saat ini Kementerian Dalam Negeri menerima banyak usulan untuk mencabut moratorium pemekaran wilayah. "Beberapa kali terjadi diskusi tentang apakah sudah waktunya membuka keran DOB karena cukup banyak permintaan," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi I DPD pada Selasa, 10 Desember 2024.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Herman Nurcahyadi Suparman mengatakan perlu ada pengkajian sebelum membuka kembali keran pemekaran wilayah. Ia menyebutkan kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan United Nations Development Programme (UNDP) pada 2007 menunjukkan 80 persen DOB gagal. Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, kata dia, juga menyimpulkan 67 persen dari total 57 daerah otonomi di bawah tiga tahun pada 2011-2012 mendapat nilai kurang. Kemudian tak ada satu pun dari 18 DOB berusia di bawah tiga tahun pada periode 2012-2014 yang bernilai baik.

"Banyak daerah otonomi baru gagal dan mesti digabungkan kembali," ucap Herman, Ahad, 22 Desember 2024.

Ia menyebutkan selama ini pemekaran wilayah menjadi obat mujarab untuk mengatasi disparitas pembangunan di daerah dan kesenjangan ekonomi. Adapun sumber kesenjangan ekonomi adalah jauhnya rentang kendali pelayanan pemerintah dengan masyarakat. Dengan demikian, solusinya adalah memekarkan daerah tersebut. Namun pemekaran wilayah justru memberikan karpet merah bagi raja-raja baru di DOB. "Kepala daerah di DOB justru membangun oligarki kekuasaan," tuturnya.

Menurut Herman, penyebab lain kegagalan DOB adalah pengabaian persyaratan dasar pemekaran wilayah. Misalnya, kemandirian fiskal daerah, potensi ekonom daerah, dan kemampuan daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan.

"Yang kami lihat dari DOB selama ini, pemenuhan persyaratan pemekaran sering tidak dilakukan secara akuntabel," kata Herman. "Ketika dimekarkan, kinerja penyelenggaraan pemerintahannya kurang-lebih sama, bahkan lebih buruk dari daerah induknya."

Siti Zuhro, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional. TEMPO/Imam Sukamto.

Peneliti politik Badan Riset dan Inovasi Nasional, Siti Zuhro, mengatakan kegagalan pemekaran daerah disebabkan oleh transaksi elite politik serta calo kekuasaan dan anggaran. Ia menyebutkan adanya kucuran uang dalam proses pemekaran wilayah makin menambah rumit persoalan.

"Di samping itu, terjadi pengambilalihan kepentingan oleh elite partai politik," katanya, Ahad, 22 Desember 2024.

Siti Zuhro mengungkapkan pemekaran wilayah sering dijadikan komoditas politik menjelang pemilihan umum. Dengan demikian, pemekaran daerah kerap menjadi alat pendekatan politik kepada masyarakat dalam setiap pemilu. ●

Daniel Ahmad Fajri dan Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Sentimen: positif (50%)