Sentimen
Positif (97%)
23 Des 2024 : 12.00
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Alor, Bogor, Flores Timur, Manggarai, Maumere, Sikka, Sukabumi, Sumba, Tasikmalaya

Partai Terkait

Syarat Moratorium Pemekaran Wilayah Dicabut

23 Des 2024 : 12.00 Views 3

Tempo.co Tempo.co Jenis Media: Nasional

Syarat Moratorium Pemekaran Wilayah Dicabut

WAKIL Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah Angelius Wake Kako sudah berulang kali menerima aspirasi pemekaran wilayah dari masyarakat Nusa Tenggara Timur. Anggota DPD asal Nusa Tenggara Timur yang juga menjabat pada periode 2019-2024 itu kembali menerima aspirasi masyarakat Adonara, Kabupaten Flores Timur, untuk memekarkan diri menjadi daerah otonomi baru (DOB) pada Agustus 2024. "Masyarakat Adonara menyampaikan aspirasinya itu ke DPD," kata Angelo—panggilan Angelius Wake Kalo—Ahad, 22 Desember 2024.

Ia menyebutkan Adonara merupakan satu dari sejumlah usulan pembentukan kabupaten atau kota baru di Nusa Tenggara Timur. Usulan pembentukan kabupaten lain adalah Amfoang di Kabupaten Kupang, Maumere di Kabupaten Sikka, Amanatun di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Pantar di Kabupaten Alor, dan Manggarai Barat Daya di Manggarai Barat. Ada pula empat wilayah di Kabupaten Sumba Timur yang diusulkan menjadi DOB, yakni Melolo, Sumba Timur Jaya, Sumba Selatan, dan Pahunga Lodu. "Pembentukan DOB ini tertahan karena pemerintah masih memoratorium pemekaran," ujarnya.

Menurut Angelo, alasan pemekaran wilayah sejumlah daerah di NTT di antaranya akses masyarakat ke kantor pemerintahan daerah yang relatif jauh, jumlah penduduk, dan wilayah yang luas. "Kalau masyarakat Adonara, Pantar, dan Amfoang hendak ke kantor pemerintah daerah, mereka mesti naik motor laut selama enam jam. Berapa biaya yang mesti dikeluarkan?" ucapnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Senator Dewan Perwakilan Daerah Angelius Wake Kako dalam acara tatap muka dengan masyarakat mengenai usulan pembentukan pemekaran daerah Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, 19 Agustus 2024. Dok. Pribadi

Angelo adalah salah satu anggota DPD yang mendorong pencabutan moratorium pemekaran wilayah. Melalui Kementerian Dalam Negeri, Komite I DPD secara kelembagaan sudah meminta pemerintah mencabut penangguhan pemekaran daerah. Usulan itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat antara Komite I DPD dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada Selasa, 10 Desember 2024.

Saat itu Tito menyatakan Kementerian Dalam Negeri menyetujui pemekaran wilayah secara terbatas. Mantan Kepala Kepolisian RI itu mengatakan pemekaran wilayah sangat bergantung pada ruang fiskal atau kemampuan keuangan negara dan skala prioritas pemerintahan Prabowo Subianto.

Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat juga mendorong pemerintah mencabut moratorium pemekaran wilayah. Moratorium pemekaran wilayah mulai berlaku pada 2014. Sejak diberlakukannya moratorium hingga tahun ini, tercatat 337 usulan pembentukan DOB yang masuk ke Kementerian Dalam Negeri. Usulan tersebut terdiri atas 42 calon provinsi, 248 calon kabupaten, 36 calon kota, 6 calon daerah istimewa, dan 5 calon daerah otonomi khusus.

Pemekaran daerah bergeliat sejak reformasi 1998. Dasar pemekaran daerah adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang direvisi pada 2014. Pemekaran wilayah merupakan tuntutan reformasi, yang menghendaki sistem pemerintahan tidak lagi terpusat di pemerintah pusat atau sentralisasi. Lalu pemerintah memilih otonomi daerah, yaitu pelimpahan sebagian kewenangan dan tanggung jawab pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan pemekaran wilayah tidak bisa dihindari karena negara terus berkembang dengan populasi penduduk yang makin besar. "Konsekuensinya, pemanfaatan luas lahan, pemenuhan kebutuhan, aspirasi kepentingan, dan tuntutan pelayanan pun pasti terus berkembang," ucapnya, Ahad, 22 Desember 2024.

Politikus Partai Golkar ini mendesak lembaga eksekutif segera mengkaji desain otonomi daerah secara komprehensif. Tujuannya agar lembaga eksekutif dan DPR mengetahui jumlah kebutuhan daerah otonomi ke depan.

"Kajian itu yang nanti menjadi dasar penyusunan dua peraturan pemerintah sebagai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," ujarnya. Desain otonomi daerah tersebut, kata Doli, juga menjadi dasar untuk menentukan prioritas pemekaran wilayah dalam periode waktu tertentu.

Muhammad Rifqinizamy, Ketua Komisi II DPR, yang di antaranya membidangi urusan pemerintahan daerah, mengatakan lembaga eksekutif wajib menyusun peraturan pemerintah tentang desain besar otonomi daerah. Rancangan peraturan pemerintah juga wajib dikonsultasikan kepada komisi bidang pemerintahan DPR. "Sampai saat ini pemerintah belum mengajukan rancangan peraturan pemerintah," kata Rifqi, Sabtu, 21 Desember 2024.

Rifqi berpendapat, pencabutan moratorium pemekaran wilayah tanpa disertai peraturan pemerintah tentang desain besar otonomi daerah akan sangat berbahaya. Sebab, pemekaran wilayah hanya akan cenderung bermotif politik dan memberatkan keuangan negara. "Kita sudah punya pelajaran berharga tentang pemekaran, yang justru ada kabupaten/kota dan provinsi baru yang mematikan induknya atau sebaliknya," ujar politikus Partai NasDem ini.

Aliansi Masyarakat Bogor Barat untuk Pemekaran (AMUK) berunjuk rasa soal pemekaran Kabupaten Bogor di Jalan Raya Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 24 September 2024. ANTARA/Arif Firmansyah

Wakil Ketua Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin menguatkan pendapat Rifqi. Politikus Partai Golkar ini menjelaskan, sebelum mencabut moratorium pemekaran daerah, pemerintahan Prabowo Subianto harus lebih dulu menerbitkan peraturan pemerintah tentang penataan daerah dan desain besar penataan daerah.

"Sembari menunggu peraturan pemerintah tersebut, ada baiknya pemekaran daerah dievaluasi agar makin tepat kita menata daerah otonomi ini," ucap Zulfikar.

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengatakan kementeriannya akan segera membahas rancangan peraturan pemerintah yang dimaksudkan Komisi II DPR tersebut. Di samping itu, Bima mengakui banyak daerah yang memenuhi syarat pemekaran wilayah. Namun pemerintah perlu mengkajinya secara matang agar tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

"Kami masih memerlukan pengkajian dan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan karena alokasi APBN-nya harus disetujui," tuturnya.

Forum Koordinasi Nasional Percepatan Pembentukan Daerah Otonomi Baru (Forkornas PP DOB)—lembaga non-pemerintah yang dibentuk masyarakat pro-pemekaran wilayah—mendorong pemerintah mencabut moratorium pemekaran daerah. Ketua Umum Forkornas PP DOB Syaiful Huda mengatakan fakta dan kondisi di lapanganlah yang membuat pemekaran wilayah tidak bisa dihindari.

"Karena itu, kami mendorong pembukaan moratorium terbatas," ujar Syaiful, Ahad, 22 Desember 2024. Dalam moratorium terbatas tersebut, kata dia, pemerintah akan mengkaji dan menganalisis wilayah yang perlu dimekarkan.

Pakar otonomi daerah, Djohermansyah Djohan, mengatakan pemerintah memang membutuhkan peraturan pemerintah sebagai aturan teknis Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Selain itu, mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri ini menyatakan sejumlah wilayah memang membutuhkan status DOB, tapi jumlahnya tidak sebanyak usulan saat ini.

Ia mencontohkan pemekaran Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penduduk Kabupaten Bogor sebanyak 5,6 juta jiwa dan luas wilayahnya mencapai 2.991,78 kilometer persegi. Saat ini muncul usulan untuk memekarkan Kabupaten Bogor menjadi tiga daerah otonomi, yaitu Bogor Barat, Bogor Timur, dan Bogor.

Djohan menyebutkan wilayah yang terisolasi dan jauh dari akses pemerintah daerah juga perlu dimekarkan. Ia mencontohkan Kabupaten Sukabumi dan Tasikmalaya.

Dia berpendapat, jika mencabut moratorium pemekaran wilayah, pemerintah harus menyeleksi daerah yang diprioritaskan untuk dimekarkan. Dasar seleksi tersebut adalah daerah itu tak membebani APBN dan memenuhi syarat teknis pembentukan DOB. Syarat itu di antaranya jumlah penduduk, luas wilayah, kelengkapan sarana-prasarana, sumber daya aparatur, sumber keuangan daerah, dan potensi ekonomi daerah. Daerah tersebut harus juga menjalani persiapan administratif selama tiga tahun, lalu dievaluasi.

"Bukan karena faktor politis. Kalau pakai faktor politis, akan memaksa sehingga mengganggu kapasitas daerah itu ketika menjadi DOB," kata Djohan.

Direktur Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Herman N. Suparman. Kppod.org

Direktur Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Herman Nurcahyadi Suparman menyarankan pemerintah dan DPR tidak hanya berfokus pada pemekaran wilayah ketika mencabut moratorium. Sebab, Undang-Undang Pemerintahan Daerah mengatur pemekaran ataupun penggabungan daerah. Karena itu, pemerintah seharusnya menggabungkan DOB yang dianggap gagal berkembang.

"Penggabungan dilakukan, misalnya, terhadap daerah yang sudah dimekarkan tapi dinilai gagal. Daerah itu digabungkan kembali ke daerah induknya," ujar Herman.

Ia berpendapat pemerintah semestinya menerbitkan peraturan yang mengatur desain penataan daerah sebelum mencabut moratorium pemekaran wilayah. Tujuannya, wilayah yang dimekarkan memiliki target jangka panjang untuk memenuhi kelayakan DOB. "Jadi publik punya gambaran, dalam satu periode tertentu ke depan, provinsi itu punya jawaban atas jumlah daerahnya," ucapnya. ●

Daniel Ahmad Fajri dan Annisa Febiola berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Sentimen: positif (97%)