Sentimen
Undefined (0%)
18 Des 2024 : 17.36
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Kab/Kota: Boyolali, Kediri, Mataram, Solo, Yogyakarta

Bukan karena Magis, Ini Kata Budayawan Boyolali soal Keris Bisa Tegak Berdiri

18 Des 2024 : 17.36 Views 8

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Bukan karena Magis, Ini Kata Budayawan Boyolali soal Keris Bisa Tegak Berdiri

Esposin, BOYOLALI – Keris dinilai memiliki kekuatan magis karena bisa berdiri tegak tanpa dipegang tangan manusia. 

Namun budayawan Boyolali sekaligus pencinta keris, Yusep Kustono, menjelaskan keris bisa berdiri sendiri bukan karena mistis melainkan karena simetris.

Ia mengatakan proses penciptaan keris sendiri melalui tahapan kajian dengan intelektual tinggi. 
Sehingga, Yusep menyebut keris tak hanya produk local wisdom tapi juga local genius. 

Saat itu, kajian tersebut disebut sebagai ilmu titen atau niteni (menandai). Sehingga, terciptalah keris yang simetris bahkan bisa berdiri tanpa dipegang tangan.

“Keris yang bisa berdiri tanpa dipegang itu karena simetris bukan karena mistis. Keris yang bagus dari Mpu atau pembuatnya bagus, itu akan simetris,” kata dia kepada Espos saat ditemui dalam pameran keris di Museum R. Hamong Wardoyo Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (17/12/2024).

Menurutnya, keris yang telah dibuat sejak zaman dulu dibuat manual. Sehingga, ilmu pembuatan keris sangat dipelajari.

Selanjutnya, Yusep mengatakan sesuai dengan peradaban di Jawa, keris mulai dikenal sejak Mataram Kuno di abad ke-9. 

Bergeser ke Majapahit, Mataram Islam, masa Pakubuwono X, hingga zaman kemerdekaan atau kamardikan.

Salah satu cara mendeteksi keris buatan lama atau baru, tutur Yusep, yaitu melihat condong leleh atau kemiringan keris. 

Ia mengatakan keris baru cenderung lurus atau tidak ada condong leleh atau kemiringan.

“Yang jelas proses penciptaan keris tidak serta merta seperti membuat alat pertanian yang biasa. Ini melalui beberapa logam seperti titanium, baja, nikel, dan meteorit. Untuk pembuatan juga harus berpuasa dan ditempa ribuan kali. Ini lewat kajian pembuatannya, kalau dulu kan kajiannya lewat ngilmu titen,” kata dia.

Soal cara pandang ada yang melihat keris sebagai hal mistis, ia mengatakan ada dua cara pandang dalam melihat keris yaitu secara esoteris dan eksoteris.

"Esoteris itu orang menganggap keris ada isinya atau energi. Tapi kalau keris sendiri secara fisik, kami akan melihat dari luarnya. Keris punya keindahan dengan luk, lajer, pamor, dan sebagainya," kata dia.

Selanjutnya, minyak dan wewangian sangat penting untuk dioleskan ke keris untuk mencegah korosi, bukan karena hal mistis.

Sementara itu, dosen program studi (Prodi) Keris ISI Solo, Kuntadi WD, mengakui sebagian masyarakat masih menganggap keris menjadi barang mistis. 

Namun, sebagian lagi termasuk anak muda memposisikan sebagai karya seni, tidak lagi sebuah benda yang mistis.

“Keris juga mulai diilmiahkan, salah satunya munculnya prodi keris ISI Surakarta. Di sana dilakukan suatu kajian dan kekaryaan melalui eksperimentasi yang memang lebih mengedepankan aspek estetikanya, bagaimana itu bisa dikaji melalui unsur ilmiah,” kata dia.

Ia menganggap saat ini adalah era kebangkitan keris yang berjaya sebelum kerajaan Kediri hingga kasunanan dan kasultanan Solo-Yogyakarta. 

Namun setelah Indonesia merdeka hingga 1970-an, budaya keris stagnan atau mati suri.

Selanjutnya pada 1990-an hingga sekarang, pencinta keris makin marak berkegiatan. 

Menurutnya, hal tersebut sebagai tanda budaya keris bangkit kembali dengan kemasan atau gaya sesuai masanya.

“Ini akan menarik ketika berbagai elemen, tak lepas dari pemerintah, bahkan Kementerian Kebudayaan, semoga ini menjadi angin segar budaya ini bangkit lagi,” kata dia.

Selanjutnya, Kuntadi mengatakan pembuatan keris zaman dulu dan sekarang memiliki tahapan yang sama, yang berbeda yaitu peralatan.

Ia menyebut karakter alat zaman dulu tentu berbeda dengan saat ini, contohnya sesaji. 

Hal tersebut berbeda dengan kegiatan yang ada di Prodi Keris. Namun, ia mengakui masih ada penggunaan sesaji terlebih untuk kebutuhan foto.

“Sekarang juga sudah ada CNC, mesin hidrolik, itu cukup mendukung dalam proses kekaryaan. Dulu kan manual, dengan alat tangan, kikir, dan sebagainya. Kalau dulu dengan manual menempa, satu bulan hanya menghasilkan satu keris, saat ini mungkin bisa 10 keris [dengan alat],” kata dia.

Ia mengatakan walaupun dengan alat, kualitas dari keris sekarang juga tidak kalah dengan pembuatan zaman dulu. Namun, ia tidak mau membandingkan kualitas keris lama dan baru.

“Teknik garapnya tidak kalah dengan Mpu yang dulu, tapi karena kami adalah penerusnya, tentu kalah secara legend. Empu-empu era kamardikan era sekarang kan butuh waktu ratusan tahun hingga dikenal, melegenda pada masanya,” kata dia. 

Sentimen: neutral (0%)