Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: Teroris
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Netanyahu Sebut Diskusikan soal Gaza hingga Suriah dengan Trump
CNNindonesia.com Jenis Media: Internasional
Jakarta, CNN Indonesia --
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbincang dengan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump soal perkembangan di Gaza, Palestina, dan Suriah, Sabtu (15/12).
Netanyahu mengaku berbicara dengan Trump soal upaya pembebasan sandera dari tangan milisi Hamas di Gaza. Dia juga membicarakan soal kemenangan Israel.
"Kami membahas perlunya menyelesaikan kemenangan Israel dan kami berbicara panjang lebar tentang upaya yang kami lakukan untuk membebaskan sandera kami," katanya, Minggu (15/12) seperti dikutip dari Reuters.
Sebelumnya, pemerintahan AS yang kini masih dipimpin Presiden Joe Biden melalui penasihat keamanan nasional Jake Sullivan pada pekan lalu meyakini akan ada kesepakatan gencatan senjata di Gaza hingga pembebasan sandera.
Netanyahu mengatakan dia dan Trump juga membahas situasi di Suriah setelah penggulingan Presiden Bashar al-Assad.
Israel telah melakukan ratusan serangan terhadap persediaan senjata strategis Suriah beberapa hari sejak penggulingan Assad dan memindahkan pasukan ke zona demiliterisasi di Suriah.
"Kami tidak tertarik pada konflik dengan Suriah," klaim Netanyahu.
Tindakan Israel di Suriah, katanya, adalah untuk, "menggagalkan potensi ancaman dari Suriah dan mencegah pengambilalihan elemen teroris di dekat perbatasan."
Trump akan mengucap sumpah sebagai Presiden AS pada 20 Januari mendatang. Juru bicara Trump menolak mengonfirmasi soal isi perbincangan dengan Netanyahu.
Utusan Trump untuk urusan Timur Tengah, Steve Witkoff pada pekan lalu mengatakan jika para sandera Israel tak dibebaskan Hamas pada hari pelantikannya, maka itu bakal menjadi 'sebuah hari yang tak indah'.
Sementara itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengesahkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera dan tanpa syarat di Jalur Gaza, Palestina, Rabu (11/12). Resolusi itu didukung oleh 158 negara, dengan sembilan lainnya menolak dan 13 memilih abstain.
Resolusi ini berisi desakan untuk "gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen" serta "pembebasan segara dan tanpa syarat semua sandera".
Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour menyambut baik resolusi Majelis Umum PBB ini. Ia berterima kasih atas dukungan luar biasa negara-negara terhadap resolusi ini dan mengatakan bahwa suara tersebut "mencerminkan tekad dan kebulatan tekad masyarakat internasional."
"Kami akan terus mengetuk pintu Dewan Keamanan dan Majelis Umum hingga kami melihat gencatan senjata segera dan tanpa syarat diberlakukan dan hingga kami melihat bantuan kemanusiaan didistribusikan secara besar-besaran di seluruh penjuru Jalur Gaza," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Duta Besar Amerika Serikat Robert Wood, selaku penentang resolusi, mengatakan bahwa pengesahan resolusi ini merupakan hal yang "memalukan dan salah."
Utusan Israel untuk PBB Danny Danon juga mengatakan menjelang pemungutan suara bahwa resolusi tersebut "di luar logika."
"Pemungutan suara hari ini bukanlah pemungutan suara untuk belas kasih. Ini adalah pemungutan suara untuk keterlibatan," kata Danon.
Majelis Umum PBB telah beberapa kali mengadopsi resolusi mengenai situasi di Jalur Gaza, Palestina. Kendati begitu, resolusi Majelis Umum tak bisa melewati Dewan Keamanan PBB, yang telah lumpuh pada isu-isu panas seperti Gaza dan Ukraina buntut politik internal.
Resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat secara hukum. Artinya, desakan ini bisa saja diabaikan tanpa konsekuensi apa pun.
(Reuters/kid)
[Gambas:Video CNN]
Sentimen: positif (88.9%)