Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Tokoh Terkait
Perludem Nilai Gubernur Dipilih DPRD Bikin Rakyat Tersandera
Detik.com Jenis Media: News
Jakarta -
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menilai wacana pemilihan gubernur oleh DPRD akan membuat rakyat menjadi tersandera. Rakyat bisa kehilangan posisi tawar sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi di Indonesia.
"Hal tersebut bisa semakin buruk apabila pemilihan benar-benar sepenuhnya dilakukan tidak langsung melalui wakil-wakil partai di DPRD. Kedaulatan rakyat makin tersandera dan masyarakat makin tidak punya posisi tawar sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam bernegara," kata Titi kepada wartawan, Jumat (13/12/2024).
Titi mewanti soal adanya jual beli dukungan di tingkat partai politik dalam penentuan kepala daerah. Ia menilai pemberlakukan aturan itu tak menjamin praktik money politics di Indonesia akan terhapuskan.
"Semua pihak tidak boleh lupa bahwa perubahan sistem pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dari pemilihan oleh DPRD menjadi pemilihan langsung melalui UU Nomor 32 Tahun 2004 dilatarbelakangi oleh praktik politik uang yang tinggi di mana terjadi jual beli dukungan atau jual beli kursi dan suara dari para anggota DPRD demi keterpilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh para anggota DPRD (candidacy buying)," kata Titi.
Akar masalahnya bukan di 'langsung-tak langsung'
Menurut Titi, akar masalah politik uang di pilkada bukanlah terletak pada metode pemilihan langsung atau pemilihan tidak langsung, melainkan akar masalahnya terletak pada penegakan hukum terhadap politik uang itu sendiri.
"Apabila pemilihan dikembalikan ke DPRD mungkin saja biayanya menjadi lebih murah, tapi tidak serta-merta menghilangkan praktik politik uang dan juga politik biaya tinggi dalam proses pemilihannya. Karena yang menjadi akar persoalannya, yaitu buruknya penegakan hukum dan demokrasi di internal partai tidak pernah benar-benar dibenahi dan diperbaiki," tambahnya.
"Perlu diingat sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi No.55/PUU-XXII/2019 yang menyatakan bahwa pembentuk undang-undang jangan acap kali mengubah mekanisme pemilihan langsung yang ada di Indonesia," ujar Titi.
"Serta yang terakhir ada pula Putusan MK No.85/PUU-XX/2022 di mana Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Pilkada adalah Pemilu sehingga harus diselenggarakan sesuai dengan asas dan prinsip Pemilu yaitu luber dan jurdil. Serta pelaksanaannya dilakukan oleh penyelenggara pemilu yang juga menyelenggarakan pemilu legislatif dan pemilu presiden, yakni KPU, Bawaslu, dan DKPP," sambungnya.
"Dalam pandangan saya lebih baik pemerintah fokus menata konsolidasi demokrasi di Indonesia tanpa harus banyak membuat narasi yang bisa menimbulkan kontroversi karena mempreteli hak rakyat dalam berdemokrasi. Terlalu banyak kontroversi bisa mengganggu konsentrasi pemerintahan Prabowo dalam melaksanakan program pembangunan dan pemenuhan janji-janji politiknya. Itu sangat kontradiktif," ungkapnya.
(dwr/dnu)Sentimen: netral (96.6%)