Sentimen
Negatif (100%)
11 Des 2024 : 01.01
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Bantul

Kasus Bunuh Diri di Bantul 2024 Meningkat Hampir 3 Kali Lipat, Dinkes Kekurangan Psikolog Klinis

11 Des 2024 : 01.01 Views 18

Harianjogja.com Harianjogja.com Jenis Media: News

Kasus Bunuh Diri di Bantul 2024 Meningkat Hampir 3 Kali Lipat, Dinkes Kekurangan Psikolog Klinis

Harianjogja.com, BANTUL--Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bantul mengakui ada peningkatan kasus bunuh diri di Bumi Projotamansari yang cukup pesat pada 2024.

Hingga 5 Desember 2024,  Dinkes Bantul mencatat ada 22 kasus bunuh diri yang terjadi di Bantul. Jumlah ini meningkat hampir 3 kali lipat dibandingkan 2023 yang hanya ada 8 kasus. Sementara pada 2022, tercatat ada 14 kasus bunuh diri di Kabupaten Bantul.

Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi, Dinkes Bantul, Siti Marlina mengungkapkan, ada beragam penyebab kasus bunuh diri yang terjadi di Kabupaten Bantul. Mulai dari persoalan ekonomi hingga penyakit kronis dan penyakit fisik.

"Ini yang akhirnya membuat seseorang mengalami depresi dan memicu bunuh diri," kata Siti, Selasa (10/12/2024).
Disinggung mengenai usia korban bunuh diri, menurut Marlina, banyak ditemukan tidak hanya untuk usia lebih dari 50 tahun, tapi juga di usia produktif yakni 20-50 tahun.

Menurut Marlina, kasus bunuh diri yang terjadi, tidak bisa terjadi secara tiba-tiba. Sebab, biasanya korban bunuh diri telah menunjukkan beberapa gejala depresi berat, hingga halusinasi untuk melakukan bunuh diri.

"Nah, gejala ini yang perlu diwaspadai oleh keluarga dan orang terdekat korban, antara lain korban yang menarik diri dari lingkungan. Jika sampai ada halusinasi, mereka harus segera menjalani rawat inap dan dipantau oleh tenaga medis dan keluarga," jelasnya.

Selain itu, Marlina mengatakan,  saat ini Dinkes terus meminta kepada keluarga dan orang terdekat  merangkul anggota keluarga yang mengalami depresi berat, sehingga kasus tersebut tidak berakhir dengan bunuh diri.

Kekurangan Petugas Psikolog Klinis

Di sisi lain, diakui oleh Marlina, saat ini pihaknya memang dihadapkan kepada keterbatasan jumlah psikolog klinis. Sebab, dari 16 puskesmas yang ada, Dinkes baru memiliki 8 petugas psikologi klinis.

Meski demikian, kata Marlina hal ini tidak akan berdampak kepada upaya dari Dinkes Bantul menekan angka bunuh diri. Sebab,  saat ini Dinkes juga telah menggandeng bidan dan dokter untuk mengenali kasus kejiwaan yang dialami oleh warga, utamanya ibu hamil.
"Kader juga telah kami latih untuk ikut membantu," paparnya.

Soal fenomena Baby Blues, ungkap Marlina untuk ibu yang baru saja melahirkan,memang tidak terlalu banyak dilaporkan. Tapi, kami telah berusaha mencegah dan mengatasinya, salah satunya adalah meminta mereka yang baru saja menjalani persalinan untuk menjalani pemeriksaan.

"Termasuk meminta keluarga untuk terus mendampingi mereka," jelasnya.
Sementara Polres Bantul, tercatat sudah ada 25 orang nekat bunuh diri selama tahun 2024.

Terbaru, peristiwa bunuh diri terjadi di Ngestiharjo, Kasihan, Bantul pada Kamis (5/12/2024) pagi. Seorang laki-laki, RH (46) warga setempat bunuh diri
Kapolres Bantul, AKBP Michael R Risakotta mengimbau kepada seluruh masyarakat Kabupaten Bantul agar saling mengingatkan satu sama lain bila sedang mengalami masalah agar tidak memilih jalan bunuh diri.

"Kami sebagai aparat kepolisian tidak henti-hentinya memberikan imbauan kepada masyarakat untuk saling mengingatkan. Mungkin banyak sanak saudara atau keluarga yang sedang frustrasi, kadang-kadang masalah ekonomi. Maka dari itu marilah kita sama-sama untuk saling mengingatkan dan membantu mereka yang sedang mengalami depresi," katanya.

Michael mengatakan kasus bunuh diri di Bantul kebanyakan lantaran depresi berlebihan akibat masalah ekonomi maupun masalah kesehatan. Dan masih kebanyakan masyarakat menganggap remeh tentang masalah depresi.

"Jika mengalami depresi, jangan ragu untuk menghubungi psikolog agar perasaan depresi yang dialami membaik. Berkonsultasi dengan psikolog dapat mencegah kemungkinan-kemungkinan yang dapat membahayakan," ungkapnya.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak menyebarkan video atau konten yang berisi tentang kasus bunuh diri.

“Bunuh diri bukan hal yang seharusnya disebarluaskan. Tidak ada alasan untuk menyebarluaskan penderitaan orang lain,” kata dia.

Sekali tersebar, konten tersebut akan sulit untuk dihapus. Dan hal ini hanya akan memicu dampak negatif pada masyarakat, khususnya bagi keluarga dan teman-teman korban.

Polres Bantul juga meminta kerjasama dari seluruh komponen masyarakat, termasuk pengguna media sosial, untuk lebih sensitif dan bijaksana dalam menggunakan dan memviralkan konten.
Menurut Michael, ketertiban dan etika dalam bermedia sosial perlu ditekankan, dengan tidak menyebarkan foto dan video yang mengandung adegan bunuh diri ataupun kekerasan lainnya.

“Mari membangun lingkungan dengan meningkatkan kepedulian di dalam keluarga dan selalu memberi dukungan kepada setiap anggota keluarga, sehingga kejadian bunuh diri bisa terhindarkan,” tandas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sentimen: negatif (100%)