Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Demak, Jepara, Semarang, Sragen
Kasus: pelecehan seksual
Miris! Ratusan Perempuan Korban Kekerasan di Jateng Tidak Terima Restitusi
Espos.id
Jenis Media: Jateng
![Miris! Ratusan Perempuan Korban Kekerasan di Jateng Tidak Terima Restitusi](https://imgcdn.espos.id/@espos/images/2024/12/20241210190909-kekerasan-terhadap-perempuan-di-jateng.jpg?quality=60)
Espos.id, SEMARANG – Tahun 2024, LRC-KJHAM mencatat ada 102 kasus kekerasan terhadap perempuan di Jawa Tengah (Jateng), namun ironisnya, tidak ada satu pun korban yang berhasil mendapatkan restitusi, atau penggantian kerugian yang dialami korban baik secara fisik maupun mental.
Direktur LRC-KJHAM, Nur Laila Hafidhoh, mengungkapkan bahwa meskipun banyak korban yang melaporkan kasusnya, pelaku kekerasan tidak memenuhi kewajiban untuk memberikan ganti rugi. Kasus kekerasan ini mayoritas berupa pelecehan seksual, pemerkosaan, dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dengan Kota Semarang mendominasi kasus terbanyak di wilayah ini.
“Dari 102 kasus yang kami terima, 46 kasus berasal dari Semarang, dengan sejumlah daerah lain seperti Demak [4 kasus], Surakarta [4 kasus], Sragen [4 kasus], dan Jepara [3 kasus] juga tercatat,” ungkap Laila pada Espos, Selasa (10/12/2024).
Hambatan untuk Melapor
Meski jumlah aduan yang diterima cukup tinggi, Laila menyatakan hanya 18 kasus yang diteruskan ke ranah hukum. Sisanya, banyak korban yang tidak berani melanjutkan proses hukum karena takut stigmatisasi sosial dan sistem hukum yang rumit.
“Banyak korban yang takut melapor ke polisi karena khawatir stigma masyarakat dan proses hukum yang berbelit. Ditambah, sistem hukum kita seringkali mempersulit korban untuk mendapatkan hak-haknya,” terang Laila.
Tanpa Restitusi, Korban Tetap Tak Mendapatkan Keadilan
Satu hal yang sangat disayangkan adalah, meski 18 kasus yang dilaporkan ke pihak berwajib, tidak ada korban yang berhasil mendapatkan restitusi atau ganti rugi. Beberapa kasus memang sudah memasukkan restitusi dalam putusan, namun eksekusinya terbentur pada kenyataan bahwa pelaku memilih untuk menjalani hukuman penjara ketimbang membayar kompensasi.
“Meski korban berhak atas pemulihan, namun hingga akhir tahun ini tidak ada satu pun yang mendapat restitusi. Ini tentu menjadi masalah besar dalam upaya pemulihan hak korban,” jelas Laila.
Sentimen: neutral (0%)