Sentimen
Undefined (0%)
10 Des 2024 : 13.55

Ber-Pancasila yang Revolusioner

10 Des 2024 : 13.55 Views 9

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Ber-Pancasila yang Revolusioner

Di mana tujuan revolusi itu sekarang? Tujuan revolusi, yaitu masyarakat yang adil dan makmur, kini oleh orang-orang yang bukan putra revolusi diganti dengan politik liberal dan ekonomi liberal. Diganti dengan politik liberal di mana suara rakyat banyak dieksploatir [dieksploitasi], dicatut, dikorup oleh berbagai golongan (Bung Karno, Penemuan Kembali Revolusi Kita, 1959).

Membaca potongan pidato tersebut membuat kita merenung. Bagaimana mungkin 65 tahun pascapidato tersebut dibacakan, kita masih bisa merasakan yang disampaikan Bung Karno tersebut pada saat ini?

Perenungan pribadi saya berlanjut setelah membaca diskursus mengenai Pancasila yang ditulis di Solopos oleh Winarno (Pancasila, Ideologi atau Bukan?, 6 Oktober 2024), Halim H.D. (Dilema Pancasila, 15 Oktober 2024), dan Husnul Fauziyah (Pancasila pada Era Modern, 25 Oktober 2024) serta mengenai revolusi Indonesia oleh Halim H.D. (Yang Hilang dan yang Dicari: Revolusi, 1 Oktober 2024). 

Berbicara Pancasila berarti berbicara mengenai revolusi nasional Indonesia. Mengapa? Karena Pancasila bukan hanya philosofische grondslag (dasar filosofis) Indonesia merdeka. Pancasila ialah juga roh perjuangan bangsa Indonesia, ialah juga pemandu dalam perjuangan revolusi nasional Indonesia.

Kita dapat menelisik kembali dokumen sejarah negara ini, misalnya dokumen Manifesto Politik. Perincian Manifesto Politik yang ditetapkan dalam Keputusan Dewan Pertimbangan Agung Nomor 3/Kpts/Sd/II/59 menjelaskan bahwa revolusi Indonesia bersifat nasional dan demokratis.

Nasional berarti terlibatnya semua kelas dan golongan masyarakat menentang penindasan. Demokratis berarti mendirikan kekuasaan gotong royong yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.

Bukankah itu sebenarnya hanyalah penjabaran lebih lanjut dari Pancasila? Pancasila yang ketika diperas menjadi Trisila (sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan Ketuhanan yang Maha Esa) dan kemudian diperas kembali menjadi Ekasila (gotong royong). 

Dengan kata lain, revolusi nasional adalah jalan untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila dan Pancasila adalah kompas yang memandu perjalanan revolusi tersebut. Tanpa revolusi nasional, Pancasila hanya menjadi slogan tanpa implementasi.

Saat ini, setiap kita yang mengaku rakyat Indonesia perlu kembali menggelorakan semangat revolusioner tersebut, menghadirkan kembali romantisme revolusioner, dan pada akhirnya terus melanjutkan tujuan revolusi nasional yang dicanangkan oleh para pendiri negara ini.

Revolusi adalah to build tomorrow dan to reject yesterday. Menghadirkan revolusi berarti harus siap menjebol (to destruct) dan membangun (to construct). 

Menjebol adat dan paham tua yang menghadirkan kembali feodalisme, kolonialisme, dan kapitalisme yang berujung pada melebarnya kesenjangan sosial-politik-ekonomi di masyarakat, sambil membangun kembali tatanan masyarakat dengan prinsip gotong royong tanpa penindasan untuk mewujudkan masyarakat adil makmur.

Lalu, bagaimana cara menggerakkan semangat revolusioner tersebut? Melalui machtsvorming atau penggalangan kekuatan dan/atau kekuasaan dan machtsaanwending atau pendayagunaan kekuatan dan/atau kekuasaan.

Tiap-tiap anggota masyarakat harus bersekutu, berkumpul, dan berorganisasi dengan mereka yang juga memiliki cita-cita dan semangat revolusioner, sambil menghadirkan mimpi revolusioner kepada mereka yang saat ini mungkin melupakan apa itu revolusi nasional Indonesia. 

Perkumpulan ini bisa bermacam-macam bentuknya, baik melalui komunitas, lembaga swadaya masyarakat, nongovernmental organization (NGO), bahkan partai politik. Mengapa berserikat dan berorganisasi menjadi hal wajib? 

Karena tanpa itu perjalanan dan perjuangan menuju cita-cita revolusi nasional Indonesia sekadar angan-angan, tidak dapat tergapai tanpa suatu pergerakan yang masif, pergerakan yang sendiri-sendiri, pun pergerakan yang tidak terkoordinasi. 

Komponen masyarakat harus berkumpul dan bersatu padu dalam suatu barisan besar untuk mencapainya. Kekuatan massa inilah yang kemudian dapat menjelma menjadi kekuasaan politik yang kemudian didayagunakan untuk menghadirkan kebijakan-kebijakan yang mendukung terwujudnya revolusi nasional Indonesia. 

Ini menjadi penting karena tanpa kekuasaan gagasan dan aspirasi rakyat yang terbentuk melalui machtsvorming hanya akan menjadi utopia. Untuk itu, membahas Pancasila pada era modern ini tidak cukup hanya dengan hal-hal teknis (mata pelajaran khusus, pengenalan dan praktik nilai hidup Pancasila, dan lain sebagainya). 

Membahas Pancasila berarti membahas mimpi dan cita-cita terwujudnya suatu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tanpa penindasan. Membahas Pancasila berarti membahas revolusi nasional Indonesia.

Ini yang harus ditanamkan di pikiran tiap-tiap generasi penerus bangsa ini, bahwa mereka bisa hidup di dunia yang tidak saling menindas, hidup di dunia yang adil dan makmur, dan hidup di dunia yang saling membantu bergotong royong.

Bahwa mereka, dengan bersama-sama membangun kekuatan massa, bisa melawan ketidakadilan yang ada di sekitar mereka untuk mewujudkan hal-hal tersebut. Bangkitkan semangat revolusioner, hadirkan romantisme revolusioner. 

Jadilah rakyat yang progresif dan revolusioner. Dengan demikian, niscaya revolusi nasional kita akan segera sampai pada akhir yang berbahagia.

Ayo bangsa Indonesia, dengan jiwa yang berseri-seri mari berjalan terus! Jangan berhenti, Revolusimu belum selesai! Jangan berhenti, sebab siapa yang berhenti akan diseret oleh sejarah, dan siapa yang menentang corak dan arahnya sejarah, tidak peduli ia dari bangsa apa pun, ia akan digiling-digilas oleh sejarah itu sama sekali (Bung Karno, Jadilah Alat Sejarah, 1953).

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 9 Desember 2024. Penulis adalah Wakil Ketua DPP Pemuda Marhaenis)

Sentimen: neutral (0%)