Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: korupsi
Tokoh Terkait
Pelemahan Kedua KPK
Espos.id
Jenis Media: Kolom
![Pelemahan Kedua KPK](https://imgcdn.espos.id/@espos/images/2024/11/20241121194339-voting-capim-kpk-3.jpg?quality=60)
DPR telah menetapkan lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPR Puan Maharani di Gedung Nusantara II, kompleks parlemen, Jakarta, pada Kamis (5/12/2024).
Dalam rapat tersebut, empat pimpinan KPK terpilih hadir, yaitu Setyo Budiyanto, Fitroh Rohcahyanto, Ibnu Basuki Widodo, dan Agus Joko Pramono. Seorang pimpinan KPK terpilih, Johanis Tanak, tidak dapat hadir karena sedang menjalankan tugas sebagai petahana (incumbent).
Pemilihan pimpinan KPK ini jauh dari ekspektasi masyarakat. Kontestasi pemilihan pimpinan KPK 2024-2029 berujung antiklimaks dan mengecewakan. Lima orang yang dipilih menjadi pimpinan KPK memiliki rekam jejak yang patut dipertanyakan.
Setyo Budiyanto yang terpilih sebagai ketua merupakan perwira tinggi Polri berpangkat Komisaris Jenderal, sementara Fitroh Rohcahyanto adalah jaksa aktif, Johanis Tanak pensiunan jaksa/petahana, Ibnu Basuki Widodo adalah hakim, dan Agus Joko Pramono adalah mantan Wakil Ketua BPK.
Konfigurasi pimpinan KPK yang dipilih Komisi III DPR ini sangat mengecewakan karena tidak ada unsur masyarakat sipil, bahkan tidak ada perwakilan perempuan. Pimpinan KPK yang berasal dari aparat penegak hukum dan auditor ini layak dipertanyakan akankah mampu menangani korupsi di institusi-institusi asal mereka yang belum bebas dari rasuah?
KPK episode 2024-2029 ini layak disebut sebagai pelemahan KPK jilid kedua. Pelemahan jilid pertama terjadi saat pemerintah merevisi UU KPK atau mengesahkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Proses pemilihan pimpinan KPK kali ini layak dianggap tidak mewujudkan harapan bagi perbaikan tata kelola kelembagaan untuk mengembalikan kepercayaan publik, namun justru layak diyakini sebaliknya, bahkan berpotensi kian berdampak buruk bagi KPK.
Pemilihan figur pimpinan KPK 2024-2029 tidak didasarkan pada aspek kompetensi dan rekam jejak kandidat, melainkan sekadar penilaian dan selera subjektif anggota komisi hukum DPR. Sinyal ini mengemuka saat proses uji kelayakan.
Mayoritas pertanyaan untuk melihat pandangan kandidat mengenai revisi UU KPK pada 2019 dan mekanisme penindakan yang dilakukan oleh KPK melalui metode operasi tangkap tangan (OTT).
Pimpinan KPK yang terpilih untuk periode 2024-2029 adalah kandidat yang memberikan jawaban kontraproduktif dengan semangat pemberantasan korupsi, misalnya, Setyo dan Agus menyebut KPK masih perlu menerapkan OTT, namun perlu dibatasi dan selektif.
Tanak berjanji menghapus OTT ketika dirinya terpilih kembali menjadi pimpinan KPK. Pernyataan tersebut mendapatkan apresiasi dari anggota Komisi III DPR. Momen itu menggambarkan kesesatan pikir anggota DPR dalam melihat penindakan pemberantasan korupsi.
Komposisi pimpinan KPK terpilih mayoritas dari klaster aparat penegak hukum. Empat dari lima pimpinan KPK 2024-2029 adalah penegak hukum, aktif maupun purnatugas.
Setiap tindakan yang nanti mereka ambil bisa dipastikan bias dengan kepentingan institusi asal. Oleh karena itu, ini layak disebut pelemahan kedua KPK. Hanya mereka yang bisa membantah dengan kerja nyata menguatkan lagi KPK. Mungkinkah?
Sentimen: neutral (0%)