Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Mataram
Kasus: kekerasan seksual, pelecehan seksual
Viral Penyandang Disabilitas Jadi Tersangka Pelecehan Seksual, Korban 13 Orang
Espos.id Jenis Media: News
Esposin, MATARAM — Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) menetapkan seorang penyandang disabilitas tunadaksa berinisial IWAS sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual.
Kejadian tersebut viral dan ramai diperbincangkan di media sosial karena mereka merasa penetapan seorang penyandang disabilitas tanpa dua lengan menjadi tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual tak masuk akal. Namun, polisi memastikan seluruh proses penyelidikan telah dijalani dan dasar bukti juga kuat untuk ditetapkan sebagai tersangka.
Tim Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mendatangi Polda NTB guna mengecek penanganan kasus tersebut. Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat di Mataram, Selasa (3/12/2024), membenarkan pihaknya kedatangan tim dari Bareskrim Polri untuk melihat penanganan kasus tersebut.
"Iya, benar. Kami kedatangan tamu dari Bareskrim Polri. Kami menerima baik dan kami jelaskan fakta kegiatan yang sudah kami lakukan," kata Syarif, dilansir Antara.
Dia mengatakan pihaknya menjelaskan proses penanganan kasus itu kepada Tim Bareskrim Polri mulai dari tahap penyelidikan hingga penyidikan yang sudah menetapkan IWAS sebagai tersangka dan berkas kini telah masuk ke proses pelimpahan ke jaksa peneliti.
“Penanganan yang kami lakukan apakah sudah sesuai aturan dan sudah dilaksanakan? Apa saja langkah-langkahnya? Itu yang jadi poin pertanyaan tim Bareskrim datang," ujarnya.
Kerja Sama dengan Berbagai Pihak
Syarif menyampaikan bahwa dalam penanganan kasus ini pihaknya terbuka kepada publik maupun lembaga pengawas kinerja penegak hukum internal maupun eksternal.
Bahkan, pada proses penyelidikan pihak kepolisian menjalin koordinasi dan meminta pendampingan dari komite disabilitas daerah (KDD), mengingat terduga pelaku dalam kasus ini seorang penyandang disabilitas.
Ia memastikan bahwa pihaknya mendukung adanya pengawasan ini dengan melihat hal tersebut sebagai bentuk transparansi penanganan hukum yang sudah berjalan sesuai prosedur.
"Jadi, kami di sini enggak mencari-cari, karena ini memang ada laporan, yang dilaporkan korban dan perempuan yang menjadi korban ini dilindungi secara haknya, itu ada diatur dalam undang-undang juga," ucap dia.
Syarif melihat komentar tersebut sebagai bahan koreksi kinerja pihak kepolisian, khususnya dalam penanganan kasus IWAS yang terkesan baru terjadi di Indonesia.
“Kami melihat itu (komentar) sebagai koreksi bagi kami, sebagai masukan dan semangat bagi kami," katanya.
Menurut dia, pihak kepolisian harus menarik pembelajaran dari kasus ini dengan memberikan informasi penanganan yang lebih mudah dipahami publik.
Pelaku Manipulatif
IWAS yang kini tercatat sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Mataram menjadi tersangka kasus dugaan pelecehan seksual berdasarkan hasil gelar perkara yang telah menemukan sedikitnya dua alat bukti.
Alat bukti tersebut didapatkan dari hasil pemeriksaan dua korban, saksi, hasil visum korban, dan keterangan ahli psikologi dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).
Penyidik dalam berkas menyatakan tersangka IWAS sebagai penyandang disabilitas tunadaksa telah melakukan perbuatan pidana asusila dengan modus komunikasi verbal yang mampu mempengaruhi sikap dan psikologi korban.
Sehingga dalam berkas, penyidik menerapkan sangkaan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Polisi kemudian memperpanjang masa penahanan tersangka. “Jadi, tersangka IWAS ini berstatus tahanan rumah, habis hari ini, nanti kami perpanjang," kata Syarif.
Dengan menyampaikan hal tersebut, penyidik akan memperpanjang penahanan tersangka IWAS yang berstatus tahanan rumah untuk jangka waktu 40 hari ke depan.
Perihal perkembangan penanganan kasus, Syarif menyampaikan bahwa pihaknya masih menunggu hasil penelitian berkas oleh jaksa.
Apabila berkas telah dinyatakan lengkap, dia memastikan penyidikan akan segera menindaklanjuti dengan melimpahkan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.
"Jadi, sekarang kami tinggal menunggu kelengkapan dari jaksa (hasil penelitian berkas). Kalau jaksa oke, P-21 (berkas dinyatakan lengkap), sesegera mungkin kami akan limpahkan tersangka dan barang bukti," kata dia.
Dengan menyampaikan perkembangan tersebut, ia berharap penanganan kasus milik tersangka IWAS ini bisa masuk dalam penyelesaian kasus dalam 2024.
Korban 13 Orang
Sementara, Komisi Disabilitas Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat mengungkapkan korban tindak pidana asusila dari tersangka berinisial IWAS yang merupakan seorang penyandang disabilitas tunadaksa berjumlah 13 orang.
"Dari yang sudah di-BAP (berita acara pemeriksaan) di penyidikan kepolisian itu tiga orang, ditambah yang baru sampaikan ke kami itu 10 orang, jadi totalnya 13 orang," kata Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB Joko Jumadi.
Dari 10 orang yang baru masuk pelaporan ke KDD NTB tersebut, terdiri atas tujuh orang usia dewasa dan sisanya masih usia anak.
"Apakah nanti ini akan masuk satu perkara atau laporan baru, ini yang masih jadi persoalan. Kalau yang berstatus anak-anak, kemungkinan akan ada laporan baru karena pasal yang diancamkan berbeda," ujarnya.
Untuk korban usia anak, Joko memastikan bahwa KDD telah menyerahkan penanganan laporan kepada Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram.
"Kalau memang nantinya (korban usia anak) sudah siap (melaporkan), kami akan bantu koordinasikan dengan Polda NTB," ucap dia.
Mengenai rentang waktu kejadian, Joko mengatakan paling lama itu terjadi pada tahun 2022 dengan korban satu orang usia anak. Sisanya terjadi pada 2024.
”Jadi, dari 13 korban ini, hanya satu orang yang kejadiannya 2022, sisanya 2024," kata Joko. Untuk modus tersangka yang dilaporkan korban, ia menegaskan masih sama dengan keterangan yang lain, IWAS mengandalkan komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi psikologi korban.
"Untuk yang anak-anak tiga orang, itu modusnya dipacarin. Apakah sudah disetubuhi atau tidak? Wallahualam (hanya Allah yang mengetahui)," ujarnya.
KDD Provinsi NTB dalam kasus ini memberikan bantuan hukum kepada IWAS. Meskipun dalam posisi tersebut, KDD NTB menunjukkan sikap objektivitas dengan membuka ruang kepada publik terkait kasus ini, termasuk menampung laporan dari masyarakat yang mengaku sebagai korban.
Sentimen: neutral (0%)