Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Kab/Kota: Dukuh, Gunungkidul
Tokoh Terkait
Dua Laporan Dugaan Politik Uang, Tak Ada yang Jadi Temuan Pelanggaran
Harianjogja.com Jenis Media: News
Harianjogja.com, JOGJA—Setidaknya terdapat dua laporan awal dugaan praktek politik uang pada masa kampanye Pilkada Kota Jogja 2024. Namun dari hasil penelusuran Bawaslu Kota Jogja, tidak ada yang menjadi temuan politik uang. Berikut laporan reporter Harian Jogja, Lugas Subarkah.
Masa kampanye pilkada Kota Jogja berakhir pada Sabtu (23/11/2024) dan pencoblosan telah tuntas. Ratusan agenda kampanye dengan berbagai jenis kegiatan telah digelar ketiga paslon selama sekitar dua bulan lalu. Hingga memasuki proses pemungutan dan penghitungan suara, Bawaslu Kota Jogja tidak menetapkan adanya temuan pelanggaran pidana pemilu. Bahkan saat ini sudah muncul hasil hitung cepatnya.
Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu Kota Jogja, Siti Nurhayati, menjelaskan Bawaslu Kota Jogja telah memantau berbagai kegiatan kampanye dan monitoring yang menyasar ke TPS dengan kategori rawan terjadinya pelanggaran yang sudah dipetakan oleh Bawaslu Kota Jogja.
BACA JUGA : Raih Suara Terbanyak Pilkada Jogja, Ini Program Prioritas Hasto-Wawan di 100 Hari Pertama
Berdasarkan hasil monitoring dan informasi dari jajaran pengawas, beberapa permasalahan yabg ditemukan diantaranya masih ditemukannya TPS yang tidak ramah disabilitas, kekurangan kelengkapan formulir pemungutan dan penghitungan suara dan minimnya waktu yang digunakan untuk bisa memfasilitasi pemilih yang sakit di rumah sementara jumlah pemilih yang harus didatangi cukup banyak.
“Meskipun ditemukan beberapa catatan di beberapa TPS, namun secara umum tidak ada temuan maupun laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran pada proses pemungutan penghitungan suara. Kami tidak menemukan bentuk kecurangan maupun pelanggaran di TPS,” ujarnya, Jumat (29/11/2024).
Nurhayati menambahkan Bawaslu Kota Jogja telah menyiapkan mitigasi terhadap potensi terjadinya pelanggaran melalui proses pencegahan dan imbauan, yang dilaksanakan oleh petugas pengawas hingga tingkat TPS atau Pengawas TPS (PTPS).
“Kami juga menginstruksikan kepada jajaran pengawas hingga PTPS untuk melakukan pengawasan melekat pada saat pemungutan dan penghitungan suara di TPS maupun ketika rekapitulasi,” paparnya.
Dua Laporan Dugaan Politik Uang
Dari catatan Harian Jogja, setidaknya terdapat dua laporan awal dugaan politik uang yang sempat ditelusuri Bawaslu Kota Jogja pada masa kampanye. Pertama yakni terjadi di awal masa kampanye, yakni adanya dugaan pemberian mesin pencacah sampah oleh salah satu paslon di wilayah Tegalrejo.
Setelah ditelusuri, mesin pencacah tersebut ternyata tidak diberikan oleh paslon kepada warga, melainkan sebatas untuk demo edukasi pengelolaan sampah. “Kalau dari warga seperti itu [tidak diberikan], dari yang melakukan demo hanya dititipkan di sana. Memang ada label nama paslon,” kata Andie Kartala Selasa (15/10/2024).
Karena tidak ada pemberian mesin pencacah, maka kegiatan tersebut tidak masuk dalam kategori politik uang. “Kalau memang memberi dan mengajak memilih itu money politic. Tapi dari hasil penelusuran kami itu untuk demo, terkait bagaimana menanggulangi sampah dengan mesin pencacah,” katanya.
Karena tidak memenuhi unsur pelanggaran pidana pemilu, maka laporan itu pun tidak dilanjutkan proses hukumnya. Kemudian laporan dugaan pelanggaran berikutnya masuk pada Rabu (6/11/2024) oleh salah satu warga Umbulharjo.
Dalam laporan itu disebutkan paslon nomor urut 03, Afnan Hadikusumo-Singgih Raharjo diduga melakukan politik uang karena memberi sembako berupa minyak goreng kepada warga di Kelurahan Warungboto, Umbulharjo. Laporan ini kemudian juga tidak dilanjutkan proses hukumnya karena dinilai tidak terpenuhi unsur pidana pemilunya.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Jogja Jantan Putra Bangsa, menjelaskan tidak terpenuhinya unsur pidana pemilu yakni pada poin sumber atau pemberi barang. Ia menceritakan dugaan politik uang tersebut terjadi dalam sebuah kegiatan pelatihan pembuatan bakpia, yang dihadiri oleh istri Singgih Raharjo, Atik Wulandari.
“Ada pertemuan yang kemudian dihadiri oleh paslon 03, pelatihan pembuatan bakpia. Kemudian di akhir acara, selain pembagian leaflet atau bahan kampanye, ternyata terdapat pembagian minyak goreng. Setiap peserta dapat satu minyak goreng,” katanya, Selasa (26/11/2024).
Namun pihak mana yang memberikan minyak goreng tersebut belum bisa dikonfirmasi, apakah dari tim paslon atau dari panitia warga setempat. “Subjek hukumnya masih perdebatan terpenuhi atau tidak. Pemberinya itu belum bisa terkonfirmasi,” ungkapnya.
Selain subjek hukum, ada dua unsur lainnya yang harus dipenuhi, yakni pemberian dan mempengaruhi. Pada unsur pemberian sudah terpenuhi karena memang ada buktinya. Sedangkan pada unsur ajakan tidak terpenuhi karena di minyak goreng tersebut tidak terdapat stiker ajakan dan sebagainya.
Ia tidak berhasil mengkonfirmasi hal ini karena batas waktu penelusuran yang hanya tiga hari sudah habis. “Pemberinya belum bisa terkonfirmasi karena kita penanganan hanya tiga hari [batas waktu]. Kalau unsur kedua, pembagian minyak goreng itu terpenuhi. Lalu unsur menjanjikan atau mempengaruhi juga tidak terpenuhi,” ujarnya.
Klarifikasi Tim Afnan-Singgih
Tim Pemenangan Afnan-Singgih, Saleh Tjan, menyangkal jika paslon nomor urut 03 ini melakukan pelanggaran politik uang. “Kami tidak pernah melakukan kegiatan yang sifatnya melanggar aturan apalagi terkait masalah politik uang. Kami tidak melakukan politik uang,” ungkapnya.
Ia menceritakan apa yang terjadi di lapangan bukan merupakan politik uang. Kegiatan yang juga disertai dengan senam tersebut menurutnya merupakan kegiatan yang diinisiasi oleh warga setempat, di luar agenda kampanye Afnan-Singgih.
BACA JUGA : Gelar Pleno, KPU Resmi Tetapkan Endah Subekti-Joko Parwoto Pemenang Pilkada Gunungkidul
Bahwa kemudian Atik Wulandari menghadiri kegiatan tersebut karena sekadar memenuhi undangan. Kemudian pemberi minyak goreng pun bukan dari tim paslon, melainkan dari warga sendiri, yang dibagikan setelah Atik Wulandari meninggalkan lokasi.
“Itu kan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat yang bersimpati, kemudian mengundang bu Singgih hadir. Ketika bu Singgih hadir, selesai itu bu Singgih pulang. Mereka kemudian itu kan kegiatan rutin, setiap ada kegiatan itu peserta dikasih bingkisan. Nah saat itu bu Singgih sudah pulang, mereka kemudian memberikan bingkisan kepada peserta,” paparnya.
Bingkisan berupa minyak goreng tersebut yang kemudian dianggap sebagai bentuk politik uang. Ia menegaskan sumber barang tersebut bukan dari tim paslon 03. “Sumber barang bukan dari kita, dan yang memberi juga bukan tim. Itu dari warga,” kata dia.
Ia memastikan setiap kegiatan paslon 03 selalu dilaporkan kepada panwaslucam dan kepolisian, sehingga petugas pengawas pun selalu hadir dalam setiap kegiatan. Namun dalam kegiatan yang kemudian ada pembagian minyak goreng tersebut ia akui kemungkinan tidak dihadiri pengawas. “kegiatan itu kan bukan kegiatan yang kita lakukan [terjadwal], jadi kita ga ngerti. Kegiatan itu tidak terdaftar dalam agenda kita. Itu kegiatan senam, biasa warga Jogja setiap sabtu-ahad banyak yang bikin kegiatan senam,” katanya.
Hadiah dan Tebus Murah
Walau tidak ditemukan praktek politik uang secara langsung, namun beberapa kegiatan paslon selama kampanye berpotensi menjadi politik uang jika melebihi batasan yang ditentukan. Beberapa kegiatan tersebut diantaranya pemberian hadiah dan tebus murah.
Anggota Bawaslu DIY, Bayu Mardina Kurniawan, menjelaskan metode kampanye pasar murah atau tebus murah belum diatur dalam regulasi pemilukada. “Itu tidak ada regulasi yang mengatur. Hanya ada batasan, yang jika dilanggar secara administrasi bisa dijadikan dugaan pelanggaran administrasi,” katanya, Selasa (15/10/2024).
Metode ini meurutnya dilakukan oleh banyak kontestan baik paslon dalam pilkada maupun caleg yang mengikuti pemilu pada Februari lalu. “Dalam prosesnya dilakukan dengan masif, sehingga kami cukup kerepotan [dalam pengawasan],” ungkapnya.
Andie Kartala menuturkan untuk kampanye dengan pasar mudah atau tebus murah memang belum ada regulasinya. Namun untuk merespon hal ini, Bawaslu bersama Sentra Gakumdu membuat kesepakatan adanya batasan kewajaran.
“Kami tetap melakukan imbauan. Memang tebus murah itu di regulasi tidak ada. Tapi kami ya memberi batas kewajaran. Misalnya Rp100.000 ditebusnya 50 persen. Ini hasil diskusi kami di Gakumdu, memberi batasan sendiri,” kata dia.
Potongan harga sebesar 50% menurut hasil kesepakatan tersebut masih dalam batas kewajaran. Jika potongan harga lebih dari 50% maka akan dikenakan sanksi. “Karena transaksi keuangan ini sudah tidak wajar lagi,” ujarnya.
Dari pemantauan Bawaslu Kota Jogja, beberapa paslon sudah menggelar pasar murah, yang dibalut dengan kegiatan senam atau jalan sehat. Namun harga yang diberikan menurutnya masih dalam batas aman “Ada pasar murah tebus sembako harganya 50 persen. Rp100.000 dibeli Rp50.000,” ungkapnya.
Kemudian pada pemberian hadiah, ini juga dilakukan oleh ketiga paslon dalam kegiatan besar. Untuk pemberian hadiah ini, dalam Peraturan KPU (PKPU) sudah diatur, diperbolehkan dengan batasan maksimal satu hadiah seharga Rp1 juta.
Salah satunya yang dilakukan oleh paslon 01, Heroe Poerwadi-Sri Widya Supena. Dalam kampanye akbar pada Sabtu (23/11/2024) lalu di stadion Mandala Krida, mereka membagikan sejumlah hadiah berupa barang elektronik seperti mesin cuci juga sepeda.
Terkait hal ini, Jantan menyebutkan jika kegiatan tersebut sudah dalam pemantauan Bawaslu Kota Jogja dan dipastikan tidak ada yang bernilai lebih dari Rp1 juta. “Jadi semua yang dalam acara itu sudah terkonfirmasi di harga tidak lebih dari Rp1 juta,” katanya.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik Pratama, mengatakan modus politik uang saat ini semakin variatf, baik dari sisi bentuk uang yang diberikan hingga cara pendistribusiannya.
BACA JUGA : Terbukti Tidak Netral Saat Pilkada, Kepala Dukuh di Wukirsari Terima Surat Teguran dari Lurah
“Ada yang dalam bentuk fresh money, pemberian uang langsung, tapi bisa jadi juga muncul dalam uang digital. Pendistribusiannya biasanya tidak langsung oleh tim pemenangan, tapi memanfaatkan elit-elit lokal atau tokoh setempat,” paparnya.
Kemudian pemberian barang yang melebihi batasan yang diatur PKPU, yang dalam hal ini bisa berupa hadiah atau tebus murah, juga bisa menjadi bentuk politik uang. “Ada juga dalam bentuk barang ataupun hadiah yang melebihi batas ketentuan KPU,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sentimen: negatif (100%)