Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Karanganyar
Kasus: PHK
Keputusan Kenaikan UMK Sebesar 6,5 Persen Tuai Pro Kontra di Karanganyar
Espos.id Jenis Media: Solopos
Esposin, KARANGANYAR-Keputusan Presiden Prabowo Subianto menaikkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) pada 2025 sebesar 6,5 persen menuai pro kontra di Kabupaten Karanganyar.
Bagi kalangan pekerja kenaikan UMK sebesar 6,5 persen membawa angin segar. Mereka pun menyambut sangat baik kenaikan itu. Namun disisi lain pengusaha menjerit dan menolak atas kenaikan UMK 6,5 persen.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Karanganyar Haryanto mengatakan hingga kini belum ada keputusan besaran usulan UMK Karanganyar 2025, meski Presiden Prabowo telah menetapkan keputusan kenaikan UMK sebesar 6,5 persen.
"Sampai saat ini belum ada kejelasan besaran UMK," kata dia kepada Espos, Senin (2/12/2024).
Menurutnya, jika merujuk terhadap keputusan Presiden kenaikan UMK 2025 sebesar 6,5 persen, maka UMK Karanganyar naik Rp148.743,79 atau ditetapkan sebesar Rp2.437.109,79 dari UMK 2024 Rp2.288.366. UMK Karanganyar 2024 sebesar Rp 2.288.366 ini mengalami kenaikan sebesar 3,66 persen, apabila dibandingkan dengan upah minimum pada tahun 2023 yang tercatat sebesar Rp2.207.383.
"Kalau kami yang paling penting bisa tetap kerja dan aturan dipenuhi. Kalau UMK naik, ya dipenuhi bayar sesuai ketetapan," katanya.
Dia mengatakan penetapan UMK kini tinggal menunggu regulasi atas keputusan Presiden tentang kenaikan UMK. Sebab hingga kini pemerintah belum menerbitkan regulasi resmi terkait keputusan Presiden tersebut. Pihaknya berharap dalam keputusan Dewan Pengupahan untuk pengusulan UMK 2025 dapat disepakati secara tripartid, terutama disepakati kalangan pengusaha.
"Kami sangat menyambut baik kenaikan 6,5 persen UMK 2025. Artinya pemerintah sudah keluar dari regulasi lama PP 51 tahun 2023 yang sangat menjerat leher kami," katanya.
Dia menilai kenaikan UMK sebesar 6,5 persen cukup realistis meski ditengah kondisi ekonomi saat ini. Terutama industri tekstil yang sedang tidak baik-baik saja. Menurutnya dengan kenaikan 6,5 persen, akan meningkatkan daya beli pekerja atau masyarakat sehingga ekonomi berputar. Pemerintah juga harus membatasi aturan impor serta tidak menaikkan pajak sebagai solusi agar perusahaan tetap berjalan.
Sementara di sisi lain, kalangan pengusaha yang tergabung dalam Assosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Karanganyar keberatan atas keputusan Presiden menaikan UMK sebesar 6,5 persen. Ketua Apindo Karanganyar Edy Dharmawan mempertanyakan dasar Presiden menetapkan kenaikan UMK sebesar 6,5 persen.
Kenaikan ini akan membuat dunia usaha khususnya di Kabupaten Karanganyar makin terpuruk. Saat ini saja kondisi industri usaha seperti tekstil sedang tidak baik-baik saja. Di Karanganyar ribuan karyawan pabrik tekstil telah dirumahkan, bahkan di PHK.
"Kami sangat kaget saat Presiden makbeduduk menaikkan UMK 6,5 persen. Itu dasarnya apa?" ungkapnya.
Dia mengatakan bahwa pengusaha tidak menutup mata dengan kenaikan. Kalangan pengusaha sepakat ada kenaikan UMK secara bertahap. Pihaknya berharap pemerintah tetap menggunakan PP 51 Tahun 2023 dalam menetapkan UMK. Kenaikan UMK 6,5 sangat tidak realistis dengan kondisi saat ini. Kenaikan ini akan berdampak pada meningkatnya pengeluaran dan biaya operasional perusahaan, termasuk kenaikan biaya BPJS tenaga kerja, BPJS Kesehatan, upah sundulan, selisih upah minimum kabupaten/kota (UMK), dan program Tapera 2027. Selain itu, pengeluaran untuk Tunjangan Hari Raya (THR), biaya kompensasi bagi pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan, pensiun, serta kompensasi untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) juga akan meningkat.
Sentimen: neutral (0%)