Sentimen
Undefined (0%)
29 Nov 2024 : 14.35
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Surabaya

Kasus: KKN, korupsi, nepotisme, penganiayaan, Tipikor

Hukum (Masih) Bisa Dibeli di Negeri Ini

29 Nov 2024 : 14.35 Views 3

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Hukum (Masih) Bisa Dibeli di Negeri Ini

Seorang ibu di Surabaya, Jawa Timur, menyuap majelis hakim agar anak kesayangannya divonis bebas dalam perkara penganiayaan yang mengakibatkan kematian.

Kasus penyuapan itu menyeret tiga hakim, seorang pengacara, dan eks pejabat Mahkamah Agung (MA). Sang anak semula divonis bebas dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (24/7/2024). 

MA mengabulkan permohonan kasasi jaksa pada 22 Oktober 2024. Sang anak dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Itulah kasus Ronald Tannur yang menyedot perhatian banyak orang.

Kasus itu menyeret eks pegawai MA Zarof Ricar. Penyidik Kejaksaan Agung menemukan uang senilai Rp920.912.303.714 di rumah dan 51 kilogram emas batangan. 

Zarof menaku itu hasil "mengurus" perkara saat masih aktif berdinas pada 2012 hingga 2022. Main-main aturan main seperti ini akan terus berlanjut jika tak ada penegakan supremasi hukum yang serius.

Upaya "membeli" hukum dalam kasus Ronald Tannur bukanlah yang pertama terjadi di negeri ini. Aparat penegak hukum yang mestinya menjadi garda terdepan dalam menegakkan peraturan justru mengangkangi peraturan.

Kasus sejenis adalah mafia judi online yang melibatkan 10 pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital. Mereka yang diberi kewenangan memblokir situs judi justru "bermain api" turut mengelola situs tersebut agar tidak diblokir. 

Melihat dari polanya, fenomena main-main aturan main sering kali dilakukan atau melibatkan orang-orang yang tahu peraturan. Lantaran tahu itulah mereka mengetahui celah untuk mengakali.

Pada era sekarang sering juga terdengar anggapan hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Hukum harus ditegakkan seadil-adilnya. Hukum boleh saja tajam ke bawah, tapi itu juga harus dilakukan ke atas agar dapat memenuhi prinsip keadilan.

Di negeri ini, aturan main memang masih mudah dikangkangi karena penegak keadilan gampang dibeli. Memainkan peraturan bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Menegakkan keadilan di negeri ini sangat sulit dilakukan. 

Itu tetap harus dilakukan. Guna mempermulus jalan tersebut, seluruh elemen bangsa perlu terlibat aktif menyadari pentingnya supremasi hukum. Bahwa supremasi hukum harus dijunjung tinggi. 

Benar katakan benar, salah katakan salah. Usulan pemiskinan pejabat atau siapa pun yang terlibat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) perlu didukung penuh. Setiap ada kasus hukum harus diusut tuntas sampai akar-akarnya. 

Negara perlu segera membahas secara serius dan mengesahkan regulasi perampasan aset hasil korupsi. Ini sebagai pembangun efek jera bagi yang melakukan tindak pidana korupsi dan peringatan bagi yang tidak melakukan. 

Jika berani korupsi, akibatnya akan diterapkan pasal perampasan aset hasil korupsi. Bangsa ini harus memiliki nyali menerapkan regulasi perampasan aset hasil korupsi. Upaya seperti itu akan ditentang mereka yang sudah melakukan tindak KKN, tapi kejahatan harus segera dilawan agar kerusakan tidak semakin menjadi-jadi.Tak ada cara lain kecuali miskinkan setiap pelaku KKN. 

Peraturan dibikin untuk ditaati dan dilaksanakan. Bangsa ini tak butuh pemimpin tangan besi. Bangsa ini butuh contoh kebaikan dengan peduli memberantas KKN. Menegakkan peraturan memiskinkan pelaku KKN. 

Harapannya mereka yang takut miskin akan berpikir seribu kali untuk melakukan KKN. Menjadi seorang pemimpin/pejabat/abdi negara tentu diawali dengan ucapan sumpah dan janji.

Ketika ada pejabat yang nekat KKN, sama saja mengkhianati janji. Jika demikian, orang ia tak layak jadi pemimpin. Mestinya segera sadar diri dan mundur sebagai bentuk mempertanggungjawabkan perbuatan.

Masalahnya sangat sulit mencari dan menemukan pemimpin berjiwa kesatria seperti itu. Berjanji dan mengkhianati janji menjadi hal biasa. Janji dianggap sebatas permainan di panggung. Saat turun panggung, semuanya mudah dilupakan.

Kejujuran menjadi fondasi awal menegakkan keadilan. Ihwal supremasi hukum, masyarakat akan memercayakan hal itu kepada siapa lagi kecuali kepada negara? Jika negara tak hadir dalam penegakan hukum yang menyentuh semua lapisan masyarakat, muncul fenomena warga tak percaya kepada hukum dan negara.

Negara perlu menggiatkan lagi pentingnya budi pekerti sejak dini kepada generasi muda. Indonesia mempunyai Pancasila yang adiluhung karena digali dari akar budaya sehingga menjadi identitas orisinal bangsa. 

Mari bersama-sama mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Jangan main-main dengan aturan main, apalagi jika yang memainkan itu aparat penegak hukum. Peraturan bukanlah mainan. Peraturan harus ditegakkan untuk memenuhi prinsip keadilan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 28 November 2024. Penulis adalah Manajer Program Solopos Media Group)

Sentimen: neutral (0%)