Sentimen
Undefined (0%)
22 Nov 2024 : 13.19

Benang Kusut Judi Online

22 Nov 2024 : 13.19 Views 3

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Benang Kusut Judi Online

Judi online alias judol menjadi topik pembicaraan beberapa waktu terakhir. Di sebuah kompleks perumahan di Kabupaten Sukoharjo, suatu sore, seorang ibu pensiunan bercerita kepada saya tentang seorang tokoh senior di desa tak jauh dari kompleks rumahnya.

Tokoh senior yang dikenal religius itu dia ceritakan telah menjual rumah berikut halaman yang luas dan pindah ke rumah kontrakan. Penyebabnya, ternyata sang anak terjerat utang besar akibat merugi saat berjudi online.

Bagi ibu tersebut, kabar ini sungguh mengejutkan. Bagaimana bisa cuma bermain handphone (HP) bisa menderita kerugian ratusan juta rupiah? 

”Kok bisa ya, anak tokoh religius terjerat judi yang jelas-jelas haram,” kata dia tak habis pikir. 

Fenomena judi online bagi masyarakat yang tidak begitu dekat dengan dunia digital memang mengejutkan. Sulit membayangkan bagaimana duit ratusan juta rupiah bisa hilang sekejap mata gegara judi online.

Ibu tersebut makin heran saat saya sodorkan berita tentang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengungkapkan bahwa ada empat juta orang Indonesia yang merupakan para pemain judi online.

Dia makin kaget ketika tahu dari empat juta orang tersebut, sebanyak 12% adalah anak-anak dan remaja berusia hingga 20 tahun. Di luar anak-anak dan remaja, data PPATK juga menunjukkan sebanyak 40% atau 1,64 juta pemain judi online adalah warga berusia 30 tahun hingga 50 tahun alias kalangan produktif.

Lalu ada 34% atau 1,34 juta pemain judi online yang merupakan warga berusia 50 tahun ke atas. Versi ibu tersebut, pada usia itu seharusnya seseorang lebih sumeleh alias berserah diri kepada Tuhan, bukan malah mengejar kepuasan absurd seperti judi online.

PPATK juga mencatat perputaran dana judi online sepanjang 2023 mencapai Rp327 triliun dengan total transaksi menembus 168 juta transaksi. Sebuah angka yang fantastis.

Penasaran dengan fenomena judi online, saya iseng mencari penelitian-penelitian yang secara khusus mengupas tentang judi online. Seperti ibu tadi, saya malah dibikin terkaget-kaget begitu membaca satu demi satu penelitian tersebut.

Skripsi mahasiswa UIN Raden Mas Said tahun 2023 berjudul Regulasi Emosi Remaja Pecandu Judi Online di Kelurahan Mojosongo Surakarta mengungkap sejumlah pemuda berusia 20-an tahun di kelurahan tersebut terjerat judi online.

Seorang pemuda berusia 23 tahun, sebut saja X, mengaku terjerat judi online sejak tahun 2020. Ada tiga hal yang membuat dia memilih berjudi online setiap hari pada waktu senggang: keluarga broken home, pengaruh media sosial, dan pengaruh kawan.

X mengaku kerap melihat iklan judi online berseliweran di media sosial. Sekali melihat karena penasaran, iklan senada menyerbu media sosial tanpa henti. Lama-lama dia tertarik. Kawan sebaya juga menjadi faktor yang mendorong terus bermain judi online. 

”Melihat temen cuma modal Rp50.000 bisa jadi Rp400.000 dengan hitungan menit tanpa ngelakuin apa-apa kan jadi tergiur saya, apalagi dulu itu bener-bener kondisi ekonomi terpuruk, pandemi kan,” kata dia.

Cerita lainnya datang dari pemuda berusia 22 tahun, sebut saja Y, yang mengaku berjudi online sejak 2018. Pemuda ini bukan korban broken home. Dia memiliki hubungan yang baik dengan keluarga. 

Y mengaku mulai mengenal judi online ketika bekerja sebagai ojek online. Saat menunggu orderan, beberapa kawannya membunuh waktu dengan main judi online. Lama-lama,Y pun terpengaruh. 

”Aku judi dari 2018, itu lulus SMK aku udah jadi ojol [ojek online]. Pertama, ya, liat-liat, wah, kok gayeng. Akhirnya coba-coba, tapi malah keterusan sampai sekarang,” kata dia kepada peneliti.

Baik X maupun Y kini sama-sama merasakan efek negatif judi online, namun mereka susah melepaskan kebiasaan tersebut. X mengatakan pernah tidak punya uang, padahal sangat ingin bermain judi online.

Akibatnya X menjual barang-barang di rumah, helm, bahkan sepeda sang adik demi punya modal bermain judi slot. X juga menjadi tidak punya waktu istirahat lantaran kerap begadang sampai jam 03.00 WIB demi bermain judi online.

Pagi sekitar pukul 07.00 WIB dia harus berangkat bekerja. Emosi X juga kerap tersulut ketika dirinya merugi saat bermain judi online. Kisah X dan Y hanyalah secuil dari banyak kasus judi online.

Sebuah artikel hasil penelitian dengan lokus Kabupaten Banyumas berjudul Fenomena Keluarga Bermain Judi Online di Desa Karangpucung Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas mengungkap cerita keluarga yang terjerat judi online.

Tesis tahun 2023 itu menemukan ada lima informan, warga setempat, yang berjudi online karena tuntutan ekonomi. Mereka terjerat judi online sejak masa pandemi Covid-19.

Mereka bertahan melakoni aktivitas itu lantaran tidak merasa dihambat oleh keluarga, khususnya istri dan anak. Membahas judi online memang bak mengurai benang kusut. 

Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang kecanduan judi online, bahkan meski sudah merasakan dampak negatif berjudi online, mereka bertahan dengan berbagai alasan.

Keinginan agar sama dan setara dengan rekan sebaya dan agar tak diledek “cemen” menjadi alasan kuat mengapa para pelaku judi online bertahan. 

Faktor keluarga dan lingkungan sekitar yang mendukung, serta media sosial yang terus saja mempertontonkan iklan judi slot membuat aktivitas negatif ini sulit ditangani.

Kementerian Komunikasi dan Digital kesulitan mencegah platform media sosial dijadikan ajang iklan judi online. Penegak hukum dibuat pusing karena para bandar judi online mudah bersembunyi dengan memanfaatkan kompleksitas dunia maya.

Mengurai benang kusut judi online memang tak mudah. Kementerian Komunikasi dan Digital serta penegak hukum jelas tidak bisa bergerak sendiri memberantas judi online. Butuh peran masyarakat, seperti kita, ikut mengampanyekan dampak negatif judi online.

Pertanyaannya, sudahkah masyarakat benar-benar paham tentang judi online? Jangan-jangan masih ada masyarakat yang tak paham bahaya judi online, apalagi bandar tentu tak akan terang-terangan memakai istilah judi online.

Frasa judi online kerap diganti dengan istilah lain yang terdengar seperti jenis-jenis game online. Frasa “slot online”, “slot gacor”, “situs bola”, “situs slot”, dan “link gacor” kerap dipakai untuk melabeli judi online.

Kementerian Komunikasi dan Digital serta dinas komunikasi di daerah perlu lebih gencar melakukan edukasi mengenai dampak negatif judi online. Edukasi yang dikemas sesederhana mungkin sehingga masyarakat dapat menerima informasi dengan mudah dan jelas.

Edukasi tentang bahaya judi online harus menyasar masyarakat di semua lapisan, tidak hanya mereka yang terdidik. Masyarakat desa, anak-anak, remaja, hingga orang tua perlu disasar agar mereka memiliki pemahaman yang jelas mengenai efek negatif judi online.

Perang melawan judi online tak bisa ditunda lagi. Jangan sampai pada masa depan bangsa ini menangis karena generasi penerus mengalami masalah ekonomi, kesehatan, dan psikis gegara kecanduan judi online.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 21 November 2024. Penulis adalah Manajer Program Solopos Media Group)

Sentimen: neutral (0%)