Sentimen
Undefined (0%)
23 Nov 2024 : 10.40

Ganti Kurikulum, Siapa Takut?

23 Nov 2024 : 10.40 Views 3

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Ganti Kurikulum, Siapa Takut?

"Ganti menteri, ganti kurikulum" adalah kalimat yang selalu mengemuka setiap kali terjadi pergantian pemerintahan, khususnya saat pemegang jabatan menteri urusan pendidikan berganti.

Hal itu dianggap lumrah karena setiap menteri sering kali membawa visi, misi, dan pendekatan baru yang dinilai lebih relevan dengan kebijakan pemerintahan saat itu. 

Perubahan biasanya diwujudkan melalui revisi atau penggantian kurikulum yang digadang-gadang dapat meningkatkan kualitas pendidikan.

Oleh karena itu, ketika Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti baru-baru ini menyatakan akan mengkaji ulang beberapa kebijakan, salah satunya tentang penerapan Kurikulum Merdeka—yang baru resmi diterapkan sebagai kurikulum nasional mulai tahun ajaran baru 2024/2025—saya tidak terkejut.

Selama 79 tahun kemerdekaan Indonesia, dunia pendidikan Indonesia setidaknya telah mengalami 11 pergantian kurikulum. 

Dimulai dengan Rentjana Pelajaran 1947 (diberlakukan mulai 1950) yang fokus pada pembentukan karakter manusia yang merdeka.

Kurikulum pada awal kemerdekaan itu kemudian digantikan Rentjana Pelajaran Terurai 1952 yang mengutamakan topik tiap mata pelajaran dengan kehidupan masyarakat harus berkaitan.

Selanjutnya diberlakukan Rentjana Pendidikan 1964 yang berfokus pada pengembangan moral, kecerdasan, emosional atau artistik, keterampilan, dan jasmani.

Berikutnya, pemerintah Orde Baru memberlakukan Kurikulum 1968 dengan fokus membentuk manusia Pancasila sejati. 

Lalu muncul Kurikulum 1975 yang menekankan pendidikan lebih efektif dan efisien sehingga muncul istilah satuan pelajaran.

Kemudian diberlakukan Kurikulum 1984 dengan metode cara belajar siswa aktif atau CBSA dan terdapat mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).

Setelah itu diberlakukan Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 yang menambahkan mata pelajaran muatan lokal, seperti bahasa daerah, kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.

Disusul Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 dengan penekanan tiga unsur pokok kompetensi, yaitu pemilihan kompetensi, indikator-indikator evaluasi dalam penentuan keberhasilan pencapaian, serta pengembangan pembelajaran bagi peserta didik dan tenaga pengajar.

Setelah itu, berlaku Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Pemerintah hanya menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar.

Tenaga pengajar atau guru bisa mengembangkan silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah serta kebutuhan peserta didik.

KTSP kemudian digantikan dengan Kurikulum 2013 (K-13) yang menekankan pada pembelajaran berbasis kompetensi dan pendekatan saintifik. 

Setelah itu, hingga saat ini, berlaku Kurikulum Merdeka yang diperkenalkan pada Februari 2022. Kurikulum ini berfokus mengasah minat dan bakat anak sedini mungkin.

Berdasar kurikulum ini peserta didik memiliki waktu untuk memahami konsep dan menguatkan kompetensi. Perlu disadari, perubahan kurikulum di Indonesia merupakan cerminan dari dinamika dan evolusi pendidikan.

Tentu itu keniscayaan dalam menghadapi berbagai perubahan zaman dan tuntutan global. Pemutakhiran kurikulum diperlukan untuk menjaga kualitas pendidikan tetap relevan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten pada masa depan.

Perubahan kurikulum yang terlalu cepat dan tanpa persiapan matang bisa menimbulkan kebingungan dan beban tambahan bagi masyarakat, terutama guru, siswa, dan orang tua. 

Pergantian kurikulum haruslah memberikan waktu yang cukup untuk persiapan serta evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan.

Belum lepas dari ingatan kita keriuhan kontroversi Kurikulum 2013 beberapa tahun silam. Penerapan K-13 dianggap tergesa-gesa, tanpa persiapan yang matang, dan tanpa pertimbangan terukur. 

K-13 diterapkan saat guru belum siap sepenuhnya. Ketidaksiapan guru bepangkal pada karut-marut distribusi buku panduan dan pelatihan yang tidak efektif.

Jangan sampai hal itu terulang pada penyempurnaan atau penerapan kurikulum baru pada masa mendatang, termasuk evaluasi terhadap Kurikulum Merdeka. 

Pengambilan keputusan tentang kurikulum harus melalui proses matang dengan mempertimbangkan kesiapan para pemangku kepentingan, mulai guru, siswa, hingga fasilitas pendukung.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti belum memastikan akan mengganti Kurikulum Merdeka yang diterapkan pada masa Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim. 

Ia menyatakan akan sangat berhati-hati dan mendengarkan terlebih dahulu masukan dan aspirasi dari berbagai kalangan terkait kelebihan dan kekurangan kurikulum tersebut.

Belakangan tersiar kabar Abdul Mu’ti menyatakan kurikulum deep learning sebagai pengganti Kurikulum Merdeka. Ia menyatakan itu dalam sebuah kegiatan. 

Pernyataan itu direkam dan dibagikan di media sosial. Abdul Mu'ti membantah kesimpulan tentang penggantian Kurikulum Merdeka dengan kurikulum bersistem deep learning.

Dia menyatakan metode deep learning adalah pendekatan belajar, bukan kurikulum. Deep learning didasarkan pada tiga pilar, yaitu mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning. 

Tujuannya menciptakan suasana belajar lebih mendalam, bermakna, dan menyenangkan bagi siswa. Sebagai salah satu bagian masyarakat, saya berharap pemerintah, terutama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, lebih fokus pada evaluasi dan penyempurnaan kurikulum yang berlaku ketimbang terus-menerus mengganti kebijakan. 

Dengan konsistensi dan kesinambungan diharapkan pendidikan Indonesia dapat berjalan lebih baik dan memberikan hasil maksimal bagi generasi mendatang.

Publik menantikan kebijakan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah tentang peninjauan ulang Kurikulum Merdeka. Sebagai kurikulum yang baru diterapkan secara nasional, Kurikulum Merdeka membawa inovasi sekaligus memunculkan sejumlah tantangan para tataran aplikasi.

Evaluasi yang mendalam dan seimbang  dibutuhkan untuk memastikan kurikulum ini benar-benar mampu menaikkan kualitas pendidikan di Indonesia.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 22 November 2024. Penulis adalah Manajer Konten Solopos Media Group)

Sentimen: neutral (0%)