Sentimen
Di Balik Skincare Terlalu Indah
Espos.id Jenis Media: Kolom
Belakangan ini fenomena skincare yang overclaim menjadi sorotan utama dalam dunia kecantikan dan teknologi kulit. Istilah overclaim merujuk pada klaim berlebihan yang dibuat produsen skincare untuk menarik minat konsumen, sering kali tanpa bukti klinis yang mendukung.
Fenomena ini menyebar luas di media sosial, terutama Tiktok, setelah seorang dokter membongkar sejumlah produk kecantikan yang mengklaim hasil berlebihan. Contoh umum dari overclaim ini meliputi janji produk dapat menghilangkan kerutan dalam semalam, memutihkan kulit dalam beberapa hari, atau menyembuhkan jerawat secara permanen.
Klaim seperti ini sering kali tidak realistis dan dapat menimbulkan harapan palsu. Produk skincare overclaim tidak hanya mengecoh konsumen, tapi juga berpotensi membahayakan kesehatan kulit.
Beberapa contoh dampak membeli produk yang dipasarkan secara overclaim adalah iritasi kulit. Produk overclaim sering mengandung bahan kimia keras yang dapat memicu reaksi alergi atau iritasi pada kulit, seperti kemerahan, gatal, bahkan ruam.
Penggunaan bahan-bahan aktif berlebihan atau takaran yang tidak jelas bisa menyebabkan kulit mengelupas, kering, atau menjadi lebih sensitif. Selain dampak fisik, penggunaan produk skincare overclaim juga dapat menyebabkan kerugian finansial.
Biaya yang dikeluarkan untuk produk yang tidak sesuai dengan klaim justru bisa menyebabkan pasien harus menjalani tindakan medis apabila kondisi kulit rusak. Ini berarti uang konsumen sia-sia karena tidak mendapat hasil yang diharapkan.
Penggunaan skincare overclaim juga bisa memengaruhi kesehatan mental. Banyak yang berharap lebih pada suatu produk, namun tidak mendapat kepuasan. Mereka jadi rendah diri dan bisa mengalami body dysmorphic disorder (BDD) atau seseorang terobsesi secara tidak wajar dengan kekurangan fisik.
Harapan palsu dapat melemahkan keyakinan diri seseorang dan membuat mereka lebih rentan terhadap kritik atau ketidakpuasan. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memiliki regulasi ketat terkait klaim produk kosmetik.
Pasal 5 Peraturan BPOM Nomor 18 Tahun 2015 tentang Label dan Iklan Produk Kosmetika menyatakan semua klaim produk kosmetik harus didukung bukti ilmiah. Masih banyak kasus produk skincare overclaim berhasil lolos inspeksi karena kurangnya pemantauan yang efektif.
Produsen skincare yang baik harus jujur dan transparan dalam memberikan informasi kepada konsumen. Klaim yang dibuat harus sesuai hasil uji klinis dan penelitian ilmiah. Pemasaran yang baik melibatkan edukasi konsumen tentang bagaimana cara menggunakan produk dengan benar dan apa hasil realistis yang bisa dicapai.
Penggunaan label ”organik,” ”alami,” atau ”dermatologically tested” harus disertai bukti yang jelas agar tidak disalahgunakan. Salah satu contoh yang viral adalah produk yang diklaim produsen dapat memutihkan kulit dalam waktu singkat dengan persentase yang tinggi tanpa memberikan penjelasan ilmiah yang mendukung.
Akun Tiktok yang populer, Doktor Detektif, membongkar beberapa merek skincare lokal yang tidak memenuhi klaim yang mereka tawarkan. Serum retinol yang diklaim memiliki kandungan sebesar 2%, tapi ternyata hanya 0,0017%.
Demikian pula dengan bibit ekstra whitening yang diklaim mengandung vitamin B3 dengan kandungan niacinamide hanya 0,00045%. Sebagai konsumen, kita memiliki tanggung jawab untuk kritis terhadap apa yang kita konsumsi.
Meskipun sulit menahan godaan dari klaim yang menggiurkan, kita harus belajar lebih skeptis dan melakukan riset sebelum memutuskan membeli produk tertentu. Mengembangkan kebiasaan ini tidak hanya menghemat uang, tetapi juga melindungi kesehatan kulit dalam jangka panjang.
Memahami apa yang kita oleskan di wajah dan kulit adalah langkah awal menuju perawatan kulit yang lebih baik. Skincare overclaim adalah masalah serius yang tidak hanya mengecoh konsumen, tetapi juga berpotensi membahayakan kesehatan kulit secara langsung maupun psikologis.
Penting bagi kita sebagai konsumen lebih kritis dalam memilih produk dan selalu memeriksa kandungan serta klaim produk tersebut. Pastikan produk yang digunakan telah terdaftar di BPOM dan klaim khasiat didukung bukti ilmiah. Dengan demikian, kita dapat menghindari produk yang tidak aman dan mendapatkan hasil yang sesuai harapan.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 19 November 2024. Penulis mahasiswa Jurusan Farmasi Universitas Sebelas Maret)
Sentimen: neutral (0%)