Sentimen
Positif (99%)
24 Nov 2024 : 00.15
Tokoh Terkait

Mereduksi Krisis Iklim Seharusnya Fokus pada Pendekatan Non Pasar

24 Nov 2024 : 07.15 Views 2

Fajar.co.id Fajar.co.id Jenis Media: Nasional

Mereduksi Krisis Iklim Seharusnya Fokus pada Pendekatan Non Pasar

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Dari banyak kajian mengungkapkan, pemerintah Indonesia dapat memperoleh potensi penerimaan pajak dari sektor energi senilai Rp23,651 triliun pada tahun 2025 dari pajak karbon yang dikenakan. Sedangkan kajian lain menyebut potensi pendapatan minimal bisa mencapai Rp51 triliun untuk pajak karbon dan Rp145 triliun dari izin karbon per tahunnya.

“Sudah saatnya Presiden Prabowo membalikan kebijakan-kebijakan yang merusak lingkungan dan bertindak melindungi warga yang semakin rentan melalui pemungutan pajak dari industri penghasil emisi penyebab cuaca ekstrim dan pemanasan global,” ujar Beyrra Triasdian, Pengampanye Energi Terbarukan Trend Asia dalam keterangannya, Jumat (22/11/2024).

Menurut Beyrra, perdagangan karbon yang didorong melalui mekanisme pasar hanya akan menjadikan masyarakat lokal sebagai penanggung pajak karbon.

"Terlebih regulasi kita telah memfasilitasi pengenaan pajak karbon yang potensinya jauh lebih besar dari yang ditargetkan melalui pasar. Alih-alih mendorong energi terbarukan untuk mengatasi emisi karbon, pilihan solusi palsu yang ditawarkan malah akan menjebak Indonesia dalam praktik greenwashing saja. Padahal pengenaan pajak karbon terbukti cukup efektif untuk mendorong perusahaan pencemar mengubah bisnisnya menjadi lebih efisien dan ramah lingkungan,” sambung Beyrra.

Amalya Reza, Manager Kampanye Bioenergi Trend Asia mengemukakan, penjualan karbon dikampanyekan di saat pemerintah tidak bertindak apa-apa ketika hutan-hutan alam dihancurkan baik untuk pencapaian target program transisi energi palsu melalui co-firing biomassa maupun proyek strategis nasional seperti food estate di Papua dan kawasan industri hilirisasi di timur Indonesia.

Menurutnya, pemerintah Indonesia juga acapkali menggunakan solusi palsu transisi energi. Sebagai contoh, pemerintah menjauhi deforestasi tapi dengan mendorong pembakaran kayu (co-firing biomassa) melalui Hutan Tanaman Industri (HTI) atau Hutan Tanaman Energi (HTE).

Padahal keduanya merupakan jenis hutan yang rakus lahan dan merusak ekosistem di sekitarnya. Riset Trend Asia (2022) juga menemukan bahwa keberadaan HTE tidak mampu menekan sampai nol emisi akibat deforestasi yang dihasilkan.

“Upaya untuk mereduksi krisis iklim seharusnya fokus pada pendekatan non pasar yang memperhatikan keberlanjutan ekosistem di sekitarnya, misalnya pemulihan menyeluruh hutan yang dibabat dan melakukan pemulihan ekonomi bagi masyarakat terdampak. Pemulihan ekonomi bukan hanya dinilai dengan uang, tapi sistem ekonomi berkeadilan dan berkelanjutan,” tutup Amalya. (Pram/fajar)

Sentimen: positif (99.2%)