Sentimen
Positif (79%)
21 Nov 2024 : 18.00
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Institusi: MUI

Kab/Kota: Garut

Kasus: pengangguran, PHK

Tokoh Terkait

Pentingnya Pemahaman Fikih Sosial di Era Medsos guna Menghindari Kesalahan Pemahaman Beragama

22 Nov 2024 : 01.00 Views 3

Liputan6.com Liputan6.com Jenis Media: Regional

Pentingnya Pemahaman Fikih Sosial di Era Medsos guna Menghindari Kesalahan Pemahaman Beragama

Liputan6.com, Garut - Banyaknya informasi yang salah kaprah mengenai pemahaman beragama di media sosial (Medsos), menuntun cendekiawan muda Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Gus Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir, aktif mengkampanyekan fikih sosial di era medsos.

“Selama ini fikih kita itu fikih ibadah, ada orang yang alim secara ritual, tetapi secara sosial bermasalah. Seakan akan semakin dia alim, semakin beragama, semakin jauh dari masyarakat,” ujarnya saat ngaji bareng Gus Nadir ‘Memahami Peran Medsos dan Fiqih Sosial di Era Digital, di Pesantren Fauzan, Garut, Rabu (20/11/2024)

Menurutnya, ajaran islam yang dibawa Rasulullah Muhammad SAW penuh kasih sayang dan perhatian kepada sesama, sehingga dibutuhkan pemahaman keagamaan yang menyeluruh terutama di era medsos saat ini. “Belajar agama itu untuk membersihkan hati kita, orang mau membersihkan hati, karena dia mengakui ada yang kotor di hatinya, sehingga perlu dibersihkan. Kalau sudah merasa suci tidak usah dibersihkan,” ujar dia.

Saat ini ujar dia, medsos kerap dijadikan menjadi sumber utama informasi bagi masyarakat, tanpa penjelasan yang lengkap dan benar sesuai dengan ajaran agama.”Masyarakat harus bijak, harus cerdas. Misalnya soal boikot (produk) ini menjadi fenomena yang luar biasa,” kata dia.

Ia mencontohkan bagaimana emosi masyarakat Indonesia kerap tersulut persoalan perang Palestina dan Israel di wilayah Gaza, yang akhirnya menyebar menjadi isu ekonomi akibat banyaknya produk yang diboikot. “Jangan sampai emosi kita itu menimbulkan kemadaratan, merespons masalah dengan masalah baru, rekan-rekan kita banyak yang di-PHK, tokonya tutup, jangan-jangan terjadi perang dagang dibalut dengan boikot,” kata dia.

Efeknya dari tidak lengkapnya yang disampaikan, ada perusahaan menutup sekian gerai dan memPHK ribuan karyawan, sehingga berdampak pada penurunan kesejahnteraan warga di Indonesia yang bekerja di perusahaan itu.

"Saya bukan tidak setuju dengan boikot, tapi harus boikot yang cerdas sehingga tidak ada efek merugikan bagi saudara-saudara kita," terang Gus Nadir.

Tidak hanya itu, ketika MUI bilang harus boikot, jelas Gus Nadir, akhirnya timbul persoalan baru yang berkembang di masyarakat seiring timbulnya persoalan sosial seperti pengangguran dan kemiskinan baru, akibat persoalan yang tidak jelas itu.

"Apa hukumnya orang yang ikut-ikutan boikot yang efeknya banyak orang yang kena PHK, kita ikut dosa tidak? Ini fenomena sosial dan kita harus hati-hati," jelasnya.

Untuk itu, Gus Nadir meminta semua pihak menahan diri dan tidak terbawa informasi yang tidak jelas sebelum hadirnya verifikasi seluruh produk yang diboikot itu produk zionis Israel, termasuk perusahaan yang membuka  bisnisnya di Israel.

"Jangan sampai salah sasaran boikot karena MUI tidak mengeluarkan daftar list perusahaannya, lalu siapa yang mensuplai data list perusahaan itu?," tandas dia.

Melihat fenomena itu, Gus Nadir meminta masyarakat lebih bijak dan jangan menjadikan informasi di medsos, sebagai pijakan utama dalam menentukan sebuah keputusan. “Seakan-akan disebut benar kalau sharenya banyak, sementara kita diajarkan di pondok tidak seperti itu, harus tabayun (konfirmasi), kekuatan dalil,” ujar salah satu guru besar Fakultas Hukum, Universitas Melbourne, Australian itu.

Kemudian, untuk mengingatkan masyarakat, tercatat dalam beberapa tahun terakhir, sosok muda NU itu, getol mengkampanyekan pentingnya pemahaman fikih sosial dalam menerapkan ajaran islam yang penuh kasih sayang.

“Saya tidak bisa menyelesaikan masalah dengan saya sendiri, saya datang tidak dengan jawaban, tetapi saya mengajak ayo kita pikirkan (solusi dalam menyelsaikan persoalan sosial),” ujar dia.

Sentimen: positif (79.9%)