Dampak terhadap Indonesia dan Prospek Energi Nuklir
20 Nov 2024 : 10.41
Views 3
Medcom.id Jenis Media: Ekonomi
Jakarta: Di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, lanskap energi global diprediksi akan mengalami pergeseran besar. Fokus pada dominasi energi fosil dan kemandirian energi nasional AS menjadi prioritas utama, yang dapat membawa dampak signifikan bagi negara berkembang, termasuk Indonesia.
Trump diperkirakan akan mempercepat eksploitasi minyak, gas, dan batu bara, menjadikan AS sebagai pemimpin pasar energi dunia. Namun, kebijakan ini diiringi dengan pengurangan dukungan untuk energi terbarukan, termasuk pemangkasan insentif federal yang berpotensi memperlambat investasi global di sektor energi bersih.
Baca juga: Trump Tunjuk Chris Wright Jadi Menteri Energi: Pemain Industri Nuklir hingga Panas Bumi
Meski begitu, ada peluang baru yang muncul, terutama di sektor energi nuklir. Trump mendukung pengembangan teknologi nuklir modern, seperti Small Modular Reactor (SMR), yang berpotensi membuka jalan bagi kolaborasi teknologi dengan Indonesia. Langkah ini relevan dengan rencana Indonesia membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pertama sebagai bagian dari transisi menuju energi rendah emisi.
AS berinvestasi dalam pengembangan teknologi nuklir modern, termasuk reaktor Generasi IV dan Small Modular Reactor (SMR). Pada tahun 2020, AS meluncurkan inisiatif untuk mendukung ekspor teknologi nuklir ke negara-negara mitra, khususnya di ASEAN, guna memperkuat kolaborasi energi.
"Kebijakan ini membuka peluang bagi Indonesia, yang berencana mengembangkan PLTN pertama melalui konsep PLTN Merah Putih. Kolaborasi dengan AS dapat membantu transfer teknologi dan pengembangan sumber daya manusia, yang sangat penting untuk meningkatkan kapabilitas nuklir Indonesia dan mendorong kemandirian energi," jelas Bob, Selasa 19 September 2024.
Bob menambahkan, Indonesia perlu mengambil langkah strategis untuk menyesuaikan diri dengan dinamika pasar energi global. Selain memanfaatkan peluang di sektor nuklir, Indonesia juga harus mengembangkan sumber pembiayaan alternatif untuk mendukung transisi energi bersih.
“Ini saatnya Indonesia mengevaluasi ulang strategi energinya, memaksimalkan kolaborasi internasional, dan memperkuat kemandirian di tengah perubahan besar di sektor energi global," tegas Bob.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
Trump diperkirakan akan mempercepat eksploitasi minyak, gas, dan batu bara, menjadikan AS sebagai pemimpin pasar energi dunia. Namun, kebijakan ini diiringi dengan pengurangan dukungan untuk energi terbarukan, termasuk pemangkasan insentif federal yang berpotensi memperlambat investasi global di sektor energi bersih.
Baca juga: Trump Tunjuk Chris Wright Jadi Menteri Energi: Pemain Industri Nuklir hingga Panas Bumi
Meski begitu, ada peluang baru yang muncul, terutama di sektor energi nuklir. Trump mendukung pengembangan teknologi nuklir modern, seperti Small Modular Reactor (SMR), yang berpotensi membuka jalan bagi kolaborasi teknologi dengan Indonesia. Langkah ini relevan dengan rencana Indonesia membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pertama sebagai bagian dari transisi menuju energi rendah emisi.
Dampak terhadap Indonesia
Menurut Bob S Effendi, Chief Operating Officer PT Thorcon Power Indonesia, kebijakan energi Trump membawa tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia. Ia menjelaskan Trump mendukung energi nuklir sebagai sumber energi rendah emisi yang strategis bagi kemandirian energi AS.AS berinvestasi dalam pengembangan teknologi nuklir modern, termasuk reaktor Generasi IV dan Small Modular Reactor (SMR). Pada tahun 2020, AS meluncurkan inisiatif untuk mendukung ekspor teknologi nuklir ke negara-negara mitra, khususnya di ASEAN, guna memperkuat kolaborasi energi.
"Kebijakan ini membuka peluang bagi Indonesia, yang berencana mengembangkan PLTN pertama melalui konsep PLTN Merah Putih. Kolaborasi dengan AS dapat membantu transfer teknologi dan pengembangan sumber daya manusia, yang sangat penting untuk meningkatkan kapabilitas nuklir Indonesia dan mendorong kemandirian energi," jelas Bob, Selasa 19 September 2024.
Bob menambahkan, Indonesia perlu mengambil langkah strategis untuk menyesuaikan diri dengan dinamika pasar energi global. Selain memanfaatkan peluang di sektor nuklir, Indonesia juga harus mengembangkan sumber pembiayaan alternatif untuk mendukung transisi energi bersih.
“Ini saatnya Indonesia mengevaluasi ulang strategi energinya, memaksimalkan kolaborasi internasional, dan memperkuat kemandirian di tengah perubahan besar di sektor energi global," tegas Bob.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan follow Channel WhatsApp Medcom.id
(DHI)
Sentimen: positif (100%)