Sentimen
Positif (78%)
18 Nov 2024 : 00.00
Informasi Tambahan

Agama: Hindu, Islam

Event: Hari Raya Galungan

Hewan: Ayam, Babi, Kambing, Sapi

Kab/Kota: Klungkung

Mengenal Ragam Tradisi di Klungkung Bali

18 Nov 2024 : 07.00 Views 2

Liputan6.com Liputan6.com Jenis Media: Regional

Mengenal Ragam Tradisi di Klungkung Bali

3. Megibung

Megibung adalah tradisi makan bersama di Kabupaten Klungkung yang masih dilestarikan hingga sekarang. Nama tradisi ini berasal dari kata gibung yang dalam bahasa Bali berarti berbagi satu sama lain.

Dalam pelaksanaannya, masyarakat akan duduk bersama-sama dan menyantap aneka lauk dalam satu wadah. Tradisi ini menonjolkan suasana kekeluargaan dan solidaritas antarwarga setempat.

Adapun makanan yang dihidangkan pun bervariasi, mulai dari olahan daging babi, ayam, kambing, hingga sapi. Masyarakat Hindu maupun Islam di Bali juga turut melaksanakan tradisi ini pada upacara atau perayaan tertentu yang sedang mereka laksanakan. 

4. Nyaagang

Tradisi nyaagang merupakan salah satu tradisi warga Klungkung yang dilaksanakan saat Hari Raya Kuningan. Tradisi berbentuk ritual ini merupakan bentuk penghormatan yang diyakini akan mengantar roh leluhur kembali ke nirwana.

Sarana yang digunakan dalam tradisi ini adalah sesajen dari jajanan matang dan mentah. Sesajen tersebut menjadi wujud perpisahan roh leluhur dengan kerabatnya yang masih ada di alam fana.

Masyarakat setempat percaya, para roh datang saat Hari Raya Galungan dan mengunjungi keluarganya selama 16 hari. Selanjutnya, mereka akan berpisah untuk melanjutkan kehidupan mereka di alamnya masing-masing saat Hari Raya Kuningan.

5. Tarian Baris Jangkang 

Salah satu tradisi sakral di Klungkung adalah tarian baris jangkang. Tarian yang berada di Dusun Pelilit, Desa Pejukutan, Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, ini didasarkan pada cerita turun menurun.

Diperkirakan, tarian ini sudah ada sejak tujuh abad lalu. Tarian ini biasanya ditarikan pada masa Kerajaan Klungkung. 

Meski memiliki gerakan sederhana, tetapi setiap gerakan tarian ini memiliki makna filosofis masyarakat Bali tentang pelemahan, yakni hubungan manusia dan alam. Saat ini, tarian ini dipentaskan pada upacara keagamaan dan saat ada wabah penyakit.

 

Penulis: Resla

Sentimen: positif (78%)