Anies Sebut Kesenjangan Sosial Tinggi di Kota Besar, Apa Sebabnya?
Detik.com Jenis Media: Ekonomi
Bakal calon presiden (Bacapres) Anies Baswedan bicara soal kesenjangan sosial dalam agenda Rakernas XVI Apeksi di Makassar beberapa hari lalu. Salah satu yang disoroti Anies adalah kesenjangan sosial yang terjadi di perkotaan.
Anies mengatakan, 30 juta penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan justru menempati pemukiman kumuh.
"Kita menyaksikan bahwa 30 juta penduduk di perkotaan itu tinggal di pemukiman yang tidak layak," ungkapnya dalam acara yang dilakukan di Upperhills Convention Hall, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) dikutip dari detikSulsel, Kamis (13/7/2023) lalu.
Anies kemudian bercerita saat mendapatkan tugas menjadi calon gubernur. Saat itu, Anies berkeliling Jakarta dan mendapati fakta masih banyak penduduk di ibu kota yang mengalami kemiskinan ekstrem.
"Pada saat keliling itu, saya justru menemukan bahwa kemiskinan ekstrem itu adanya tidak di pelosok yang jauh sana, tapi kemiskinan ekstrem itu justru adanya pusat pemerintahan, di pusat negara kita, di Jakarta," beber Anies.
"Yang ekstrem miskin di situ, yang ekstrem kaya juga di situ. Jadi, ketimpangan-ketimpangan di kota-kota kita, itu ketimpangan yang harus dibereskan agak awal," imbuhnya.
Menurut Anies, kesenjangan sosial di wilayah perkotaan ini diakibatkan oleh pertumbuhan yang tidak berkeadilan. Oleh karena itu, diperlukan strategi khusus untuk mengendalikan pergerakan penduduk di kota-kota besar.
Sebab dan Solusi Tekan Kesenjangan:Kenapa Kesenjangan di Kota Tinggi?
Menurut Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai hal ini terjadi karena kurang meratanya pengembangan ekonomi di Indonesia. Kota besar macam Jakarta misalnya, menurut Yusuf, menjadi magnet bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.
"Karena kota besar menjadi magnet untuk para masyarakat meningkatkan kesejahteraannya karena di kota-kota besar inilah pekerjaan dengan upah yang baik yang kemudian bisa menjamin kesejahteraan mereka meningkat dalam jangka menengah sampai panjang itu bisa didapatkan," ungkap Yusuf Rendy ketika dihubungi detikcom, Sabtu (15/7/2023).
Banyaknya orang yang berpindah ke kota tidak dapat diimbangi dengan terbukanya lapangan kerja. Ketidakmerataan itu yang menimbulkan kesenjangan.
Hal ini bukan isapan jempol semata, datanya tingkat kesenjangan di Jakarta saja sebagai contoh kota besar memang cukup tinggi. Berdasarkan perhitungan gini ratio, per September 2022 Jakarta memiliki tingkat kesenjangan mencapai 0,412. Jauh lebih tinggi dari gini ratio nasional yang hanya di angka 0,381.
Gini rasio digunakan untuk mengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk yang dihitung dengan skala 0 sampai 1. Bila angka gini ratio mendekati 1 berarti semakin timpang, sementara bila angka gini ratio mendekati 0 maka ekonomi semakin merata.
Jalan Keluar Ketimpangan
Menurut Rendy, untuk menanggulangi hal ini cara yang harus dilakukan adalah melakukan penciptaan lapangan kerja secara lebih merata.
"Salah satu upaya yang kemudian perlu dilakukan dalam menanggulangi ketimpangan ialah bagaimana penciptaan lapangan kerja itu bisa kita secara merata. Baik itu di kota maupun di desa," sebut Yusuf Rendy.
"Di level pusat kebijakan penanggulangan kemiskinan dan juga pencipta lapangan kerja merupakan beberapa hal yang dilakukan," lanjutnya.
Dia juga mengatakan pemerintah daerah juga harus ikut andil untuk mengurangi ketimpangan yang terjadi. Misalnya saja dengan cara mempercepat realisasi investasi ke suatu daerah sehingga lapangan kerja bisa lebih merata.
"Di level daerah perlu diperhatikan bagaimana efektivitas daerah dalam menggunakan kebijakan fiskal untuk menangani kemiskinan di daerah dan juga bagaimana merancang insentif investasi untuk masuknya investasi di suatu daerah. Menurut saya hal ini akan ikut menentukan bagaimana mengurangi ketimpangan di suatu wilayah atau daerah," papar Rendy.
(hal/ara)Sentimen: positif (80%)