Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Kab/Kota: Shanghai
Kasus: covid-19, zona merah, Zona Hijau
Tokoh Terkait
Bursa Asia Ambruk, IHSG Beruntung Selamat!
CNBCindonesia.com Jenis Media: Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik ditutup melemah pada perdagangan Kamis (6/7/2023), di mana investor masih merespons panasnya kembali tensi geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dengan China.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup di zona hijau pada hari ini, berlawanan arah dengan bursa saham global. IHSG berakhir menguat 0,57% ke posisi 6.757,33.
Sedangkan sisanya ditutup di zona merah. Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup ambruk 1,7% ke 32.773, Hang Seng Hong Kong longsor 3,02% ke 18.553,051, Shanghai Composite China terkoreksi 0,54% ke 3.205,57, Straits Times Singapura ambles 1,1% ke 3.150,43, ASX 200 Australia ambrol 1,24% ke 7,163.4, dan KOSPI Korea Selatan terdepresiasi 0,88% menjadi 2.556,29.
Dari Australia, surplus perdagangan pada Mei lalu naik secara tak terduga, karena peningkatan ekspor bahan bakar membantu mengimbangi penurunan ekspor bijih besi dan logam utama.
Berdasarkan data dari Biro Statistik Australia, beraca perdagangan Negeri Kanguru pada Mei lalu naik menjadi A$ 11,79 miliar, naik dari sebelumnya sebesar A$ 10,45 miliar pada April lalu. Angka ini juga lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar A$ 10,5 miliar.
Surplus perdagangan Australia juga pulih dari level terendah sembilan bulan terakhir, sebagian besar berkat peningkatan ekspor bahan bakar dan barang manufaktur. Tetapi ekspor bijih besi dan logam utama Australia turun pada Mei dari bulan sebelumnya, di tengah memburuknya permintaan di pasar utama China.
Namun, keseluruhan ekspor naik 4,4% pada Mei lalu, membantu mengimbangi kenaikan impor sebesar 2,5%, yang naik menjadi hampir A$ 46 miliar. Data impor yang kuat menunjukkan bahwa permintaan lokal di Australia tetap kuat, meskipun suku bunga naik dan inflasi tinggi.
Meskipun pembacaan untuk Mei lebih kuat dari perkiraan, tetapi neraca perdagangan Australia masih berada di bawah tekanan dari permintaan yang memburuk di China, yang merupakan pasar ekspor terbesar negara itu.
Perekonomian Asia saat ini masih berjuang untuk pulih dari jeda tiga tahun akibat Covid-19, meskipun ada upaya stimulus lanjutan dari pemerintah.
Data terbaru menunjukkan bahwa sektor manufaktur China menyusut selama tiga bulan berturut-turut pada periode Juni. Sementara pertumbuhan di sektor jasa tampak melambat.
Harga komoditas, terutama bijih besi dan tembaga, juga turun tajam tahun ini di tengah kekhawatiran atas permintaan China, yang pada gilirannya semakin membebani nilai ekspor Australia.
Di lain sisi, investor juga cenderung merespons dari risalah Federal Open Market Committee (FOMC) yang keluar pada dini hari tadi waktu Indonesia. Dalam risalah tersebut, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengisyaratkan kenaikan tetapi dalam tingkatan yang lebih rendah atau tempo yang lebih lambat.
Berdasarkan risalah tersebut, hanya dua dari 18 partisipan yang menginginkan kenaikan sekali lagi. Sebanyak 12 partisipan menginginkan kenaikan dua kali lagi atau lebih.
Pada pertemuan terakhir, The Fed akhirnya menekan jeda setelah 10 kenaikan suku bunga berturut-turut sejak Maret 2022, bahkan ketika inflasi yang melambat lebih lambat dari yang diproyeksikan.
Pada saat yang sama, Jerome Powell cs memperkirakan dua kenaikan tambahan tahun ini, lebih dari yang diharapkan pasar. The Fed sendiri sudah mengerek suku bunga acuan ke 5,0-5,25% sejak Maret tahun lalu.
Powell mengatakan, pejabat Fed menginginkan lebih banyak waktu untuk menilai data ekonomi sehubungan dengan kenaikan agresif sebelumnya serta pengetatan kredit menyusul kolapsnya bank AS pada Maret lalu.
Di lain sisi, pelaku pasar juga cenderung masih memantau perkembangan dari panasnya kembali ketegangan antara China-AS soal pembatasan ekspor dan transfer teknologi semikonduktor.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
[-]
-
Ada Kabar Baik dari AS, Bursa Asia Juga Cenderung Cerah
(chd/chd)
Sentimen: negatif (80%)